MENEBAK harga minyak, hari-hari ini, bagai berjalan di atasnya. Kurang jeli sedikit dijamin terpeleset. Maklum, pasar tunai spot dan future (masa depan), yang sepuluh tahun lalu cuma 15% dari keseluruhan bisnis minyak, kini beranjak menjadi 85% . Walhasil, harga turun-naik mirip yoyo. Wajarlah kalau negara-negara pengekspor minyak, seperti anggota OPEC, kini bersiasat mengamankan pasar mereka. Nigeria dikabarkan sibuk menjajaki pembelian usaha penyulingan minyak di AS serta Eropa. Upaya yang menurut Menteri Perminyakan Nigeria merangkap ketua OPEC Rilwanu Lukman "telah dimulai 18 bulan lalu" itu boleh jadi akan memperlihatkan hasilnya yang pertama di Irlandia Dikabarkan, Nigeria berminat menyewa jangka panjang penyulingan Whitegate, milik Irish Refining Co. di sana. Teknik pengamanan pasar yang dikenal dengan sebutan dowmstreaming alias menghilir ini sebenarnya dipelopori oleh Kuwait dan Venezuela. Tak kurang dari US$ 80 milyar ditanam Kuwait di luar negeri. Sebagian besar berupa penyulingan dan ratusan pengecer di Eropa. Sedangkan Venezuela melakukan joint ventures alias persekutuan dengan beberapa perusahaan penyulingan minyak di AS, Jerman Barat, dan Swedia. Tak heran jika anggota OPEC lainnya, seperti Libya, Iran, dan Persatuan Emirat Arab, ikut latah. Bahkan Arab Saudi, yang sudah menanamkan modal besar dalam penyulingan minyak di negerinya, kini mengirim tim ke AS dan Eropa, untuk mengintip pasar. Yang tidak latah rupanya ada juga, termasuk Indonesia. "Kita tak berminat membuat penyulingan minyak baru untuk ekspor atau membelinya di luar negeri," kata Dirut Pertamina A. Ramly dalam sambutannya di konperensi tahunan eksekutif minyak Cambridge Energy Research Associates di Houston, AS, akhir Januari lalu. Katanya, Pertamina merasa cukup puas dengan jaringan penjualan minyak mentah internasionalnya serta penjualan langsung pada langganan tradisional. Tentu termasuk langganan tradisional utama, yaitu Jepang. Karena itu, beredarnya berita bahwa beberapa pemasok minyak mentah dunia -- seperti Libya dan Kuwait menawarkan korting harga pada Jepang sempat terdengar sumbang. Namun, secara resmi Pertamina membantah isu bahwa korting serupa juga akan ditawarkan Indonesia. Memang diakui, sebagian pembeli Jepang menginginkan hal itu. Namun, karena penjualan ke Negeri Sakura kebanyakan dalam kontrak jangka panjang, tekanan permintaan itu belum terasa benar. Tapi berapa lama tekanan dapat ditahan agaknya bergantung pada berapa besar harga tunai dapat bertahan. Kenyataan bahwa bulan lalu produksi OPEC menurun 11% kelihatannya berupa angin buritan bagi Pertamina. Hanya saja, di tengah ketidakpastian harga, peri laku menghilir, dikhawatirkan akan mempersulit pasar bagi yang tak melakukannya. Tapi Ramly, tak melihatnya demikian. "Bila produksi yang dihasilkan dan dipasarkan tak mendominasi perdagangan internasional, tak ada dampak negatif upaya itu bagi anggota OPEC yang lain," katanya. Belum jelas benar mengapa Pertamina tak berminat menghilir. Boleh jadi karena tak punya modal atau dianggap dominasi itu tak mungkin terjadi. Sebab, secara politis, tak mungkin negara adidaya macam AS akan membiarkannya terjadi. Namun, tak semua orang berpendapat begitu. Menurut J.Robinson West, Presiden dari Petroleum Finance Co. serta konsultan beberapa anggota OPEC, "Tindakan menghilir sebetulnya bisa dilihat sebagai sesuatu yang positif bagi AS." Sebab, dengan tindakan itu, berarti, "terjadi hubungan antara cadangan minyak mereka dan pasar kami," katanya. Sekalipun begitu, agaknya masih terlalu pagi untuk memastikan, siapa yang akan tergelincir nanti. B.H.M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini