Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Cermati Efek-efek Penggunaan Media Sosial Terhadap Image Tubuh Bagi Remaja

Para remaja sebagai pengguna media sosial sering terpengaruh dengan stigma yang beredar, salah satunya terhadap image tubuh. Lalu, apa saja efeknya?

2 Januari 2024 | 20.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Para pengguna media sosial di semua kalangan, termasuk remaja generasi Z seringkali terpengaruh dengan informasi, tren, hingga stigma yang tengah beredar dan viral. Hal tersebut akhirnya memberikan efek atau dampak penggunaan media sosial yang tidak baik bagi remaja, seperti adanya stigma terhadap image tubuh.

Oleh karena itu, media sosial pun akhirnya dapat menimbulkan kekhawatiran yang luas mengenai dampaknya terhadap kesehatan mental di kalangan remaja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Efek Munculnya Stigma terhadap Kepopularan Seseorang 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Media sosial memang memiliki banyak manfaat yang berguna bagi kalangan generasi  Z, seperti dapat berinteraksi dengan teman sebayanya melalui pesan dan berbagi gambar dan video. Namun, meskipun keterhubungan dengan dunia di sekitar mereka tersebut bisa menjadi sesuatu yang positif, tetapi ada konsekuensinya, setidaknya bagi sebagian remaja. 

Dilansir dari Psychology Today kemarin, ciri-ciri umum seperti jumlah teman atau pengikut, atau jumlah suka pada gambar atau postingan seringkali dipandang sebagai cerminan popularitas seseorang. Perbandingan sosial yang dibuat oleh remaja yang mudah dipengaruhi dapat memengaruhi perasaan mereka terhadap diri sendiri dan tubuh mereka.

Paparan terhadap standar tubuh bagi remaja, khususnya perempuan, seperti ecantikan yang tidak realistis dan digambarkan dalam budaya populer dapat berdampak negatif pada citra tubuh. Namun, di era digital modern, kaum muda dihadapkan pada ratusan, bahkan ribuan, gambar setiap hari. Foto dan postingan di media sosial dipilih untuk menampilkan dan mempertahankan citra diri terbaik seseorang yang dibangun dengan cermat. Mereka seringkali disempurnakan dengan filter program foto dan pengeditan tubuh, sehingga membuat perbandingan penampilan menjadi tidak mungkin dan berbahaya.

Selain itu, penggambaran online mengenai realitas yang terlalu positif dan seringkali salah dapat membuat remaja merasa tidak puas dengan penampilan mereka, dan kehidupan mereka tidak sesuai. Kontes popularitas virtual ini juga dapat menimbulkan tekanan kuat untuk memposting dan mengikuti atau berisiko dianggap tidak populer atau menjalani kehidupan yang kurang menarik, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan yang lebih besar. Pencarian tanpa henti untuk mendapatkan gambar yang sempurna pasti menyita waktu berharga dari aktivitas yang sebenarnya dapat membuat remaja merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri.

Bahkan, media sosial berdampak negatif terhadap image tubuh remaja, yakni dengan mendorong mereka membandingkan diri mereka dengan orang lain. Dengan banyaknya gambar yang disebut sebagai tubuh sempurna, mudah bagi remaja untuk mulai membandingkan penampilan mereka dengan apa yang mereka lihat di media sosial. Jika hal-hal tersebut tidak berjalan dengan baik, hal ini sering kali menimbulkan perasaan malu, tidak aman, dan rendahnya harga diri.

Akhirnya, setelah terus-menerus membandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan 'sempurna' yang mereka lihat di media sosial, para remaja mungkin merasa bahwa mereka tidak sebanding dalam hal penampilan, popularitas, atau kesuksesan. Lalu, ketika mereka menyaksikan rekan-rekan mereka mencapai hal-hal yang belum mereka capai, hal itu dapat menimbulkan perasaan cemburu dan tidak aman.

Selain kecantikan, media sosial juga berdampak buruk pada citra tubuh remaja dengan menyebabkan atau memperburuk gangguan makan. Banyak remaja merasakan tekanan sosial yang sangat besar untuk memiliki bentuk tubuh yang sempurna, yang bagi sebagian remaja dapat mengarah pada perkembangan anoreksia, bulimia, diet ketat, atau olahraga berlebihan. Media sosial tidak hanya menyebabkan gangguan makan, tetapi juga dapat memicu mereka yang sudah berjuang dengan citra tubuhnya.

Stigma negatif tersebut dapat diatasi melalui peran dan kerjasama orang tua bersama anak mereka dengan mengganti penggunaan media sosial menjadi aktivitas yang lebih meningkatkan kesehatan mental seperti aktivitas fisik, menghabiskan waktu di alam terbuka, melakukan hobi, dan menghabiskan waktu berkualitas bersama teman dan keluarga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan mental yang lebih besar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus