Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUMPUKAN majalah jadi teman pengisi waktu Smita Diastri, 30 tahun. Menjalani cuti melahirkan bersama kakak iparnya, Indira Bayurini, 29 tahun, mereka pun memiliki waktu "seluas samudra". Perhatian keduanya tersedot pada soal-soal pelajaran sekolah di majalah anak Bobo yang terselip di tumpukan itu. "Kami mulai mengerjakan soal pelajaran sekolah di majalah itu," kata Indira kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu. "Mulai menjawab benar sampai akhirnya mengisi asal-asalan."
Pertanyaan terbuka yang bisa dijawab sesuka hati itu dilempar ke Twitter. Indira bercerita, saat itu teman-temannya di Twitter langsung menimpali pertanyaan itu dengan jawaban-jawaban jenaka. Ketika mereka melontarkan pertanyaan "Manusia bernapas dengan…." Maka ada yang menjawab, "... dengan lega lantaran THR sudah dibagikan," atau "... dengan susah payah kalau sedang asma."
Ketagihan dengan jawaban-jawaban yang kocak, Indira dan Smita pada 19 Oktober tahun lalu membuat akun Twitter @soalBOWBOW. "Tadinya mau pakai soal Bobo, tapi karena itu merek, akhirnya kami ubah sedikit," kata Indira yang ibu rumah tangga ini.
Lewat akun ini dilontarkan pertanyaan yang memang disengaja membuka ruang buat pengguna Twitter lain menjawab selucu yang diinginkan. Akun ini diurus sambil lalu oleh Indira dan Smita sekaligus pelepas jenuh dari kesibukan sehari-hari. Tak disangka, penguntit akun ini dengan cepat berlipat ganda hingga puluhan ribu orang. Indira mengingat, saat itu, mereka sampai harus membeli buku soal-soal ujian demi mengimbangi permintaan soal dari follower.
Kewalahan harus merespons dan re-tweet hingga ratusan jawaban per hari, Indira minta bantuan para sahabatnya di dunia maya. Ia bukan mengajak pakar teknologi informasi, melainkan Dinadya Rachma, yang berprofesi di bidang fashion. Ditambah lagi karyawan bank Dian Novita dan Shasya Pashatama yang bekerja di sebuah mal di Bandung. Mereka inilah "ibu guru" pemberi soal. "Ini memang buat lucu-lucuan. Kami nge-twit-nya pun sambil cekikikan," kata Indira.
Kemunculan akun yang kini punya buntut 300 ribu orang itu terjadi saat meledaknya pengguna Twitter yang mengisi statusnya dengan pertanyaan terbuka dengan harapan dijawab sekonyol mungkin. Akun lainnya yang mirip—membuka kesempatan penguntit menjawab seaneh dan selucu mungkin—@soalcinta, bahkan pengikutnya mencapai 700 ribu orang.
Lahirnya akun nyeleneh pada akhir 2010 itu, bagi pemerhati jagat Twitter, Nukman Luthfie, tinggal menunggu waktu saja. Dari sekitar enam juta pengguna Twitter di Tanah Air, diperkirakan bakal muncul beberapa akun unik. "Pasti ada yang menonjol dengan kemampuan mengolah kata yang terbatas 140 karakter itu," kata online strategist dari Virtual Consulting ini.
Dua tahun lalu pemakai Twitter di Indonesia masih dalam fase mempelajari situs micro-blogging ini. Pengalaman mengolah akun pribadi itulah yang dipakai untuk menciptakan akun anonim, yang marak sejak akhir 2010 dan tembus hingga tahun ini.
Tak sedikit dari akun itu yang jumlah pengikutnya meroket, sampai menarik perhatian sponsor yang ingin memasarkan produknya. Ada juga yang didekati penerbit yang mau mencetak kicauan mereka. "Yang paling pesat penambahan pengikutnya adalah akun yang memasang status lucu atau memberi motivasi dan dikelola secara konsisten," kata Nukman.
Menurut Nukman, pengguna Twitter yang rata-rata berasal dari kelompok berpendidikan mumpuni memang tengah mengalami titik jenuh mengikuti hal-hal serius di Internet. "Mereka mencari penyeimbang dengan mengikuti akun yang isinya lebih menghibur."
Nukman melihat para pengelola akun jenaka juga sebenarnya tengah mencari hiburan di Twitter. Ini dibenarkan oleh Rahne Putri, 25 tahun, yang bersama sembilan rekannya mengelola akun @anjinggombal. "Awalnya memang sekadar hiburan waktu luang buat kami sekaligus mencoba menghibur orang lain yang membacanya twit kami," ujarnya.
Berawal dari perang rayuan gombal yang diberi hashtag #anjinggombal, akun ini mempertemukan dosen, arsitek, dan mahasiswa dengan Rahne yang karyawan biro iklan. Karena banyak yang nimbrung berbagi rayuan gombalnya, pada awal 2010 dibuatlah akun Twitter.
Setiap harinya sekitar 330 ribu penguntit akun ini diberondong kalimat-kalimat rayuan. Temanya beragam, dari isu terhangat hingga hal-hal yang ditemui sehari-hari. Saat mudik Lebaran lalu, misalnya, muncul twit berbunyi "Ingin deh mengantar kamu mudik, tapi bingung ke kahyangan naik apa ya?"
Atau di lain kesempatan saat semester sekolah usai muncul twit percakapan:
+ Nanti yang ambil rapor kamu siapa?
- Papaku, kenapa?
+ Papamu sekalian ambil aku jadi mantu juga ya?
Belakangan muncul versi lain yang tak sekadar mengharapkan kelucuan dari respons atau kontribusi para pengikut. Akun @srimulatism, misalnya, menampilkan lawakan khas Srimulat dalam 140 karakter. Di baliknya tak ada personel Srimulat, cuma karyawan biro iklan di bilangan Harmoni, Jakarta Pusat. Thrio Haryanto, 35 tahun, membuat akun ini pada April 2011 karena teramat menggemari Srimulat.
Menampilkan pelawak Srimulat dalam twit-nya, ia mencari rekaman acara televisi Srimulat agar humornya otentik atau minimal mendekati aslinya. Sesekali ia selipkan trivia soal Srimulat demi memperkaya para pengintil, begitu ia menyapa follower. "Saya ingin pencinta Srimulat yang lain ikut mendorong grup lawak ini bangkit lagi," ujarnya.
Sejak pertama mengudara pada April lalu, Thrio mengaku harus berhati-hati menulis twit. Ia menjelaskan, Srimulat punya pakem lawak yang khas, yang kalau dilanggar ia bisa kebanjiran protes. Misalnya saja prinsip Srimulat yang tak menyentuh dunia politik.
Tak mau gegabah, Thrio mengetik dan menyunting dulu bahan kicaunya di ponsel BlackBerry. Waktu mengetik itu pun kadang hanya bisa dilakoni saat menjelang tidur malam atau tatkala jeda kerja. "Saya harus tetap berfokus pada pekerjaan karena mengelola akun ini kan hanya untuk mengisi waktu luang," katanya.
Satu per satu remaja berseragam sekolah mendekati restoran cepat saji Burger King di pusat belanja Cilandak Town Square, Jakarta Selatan. Sambil mengapit payung di ketiak, mereka membentangkan poster kertas berisi nama akun Twitter ke arah seorang pria di dalam restoran.
Makin lama kerumunan remaja ini kian histeris. Petugas keamanan mal pun kebingungan melihat mereka membuka payung, padahal berdiri di teduhnya naungan atap. Apalagi di luar pun tak hujan.
April lalu, para remaja ini memenuhi tantangan pemilik Twitter @poconggg agar datang ke Cilandak Town Square. Barang siapa yang berani membuka payung di mal, namanya bakal tercantum di buku si empunya akun, Poconggg Juga Pocong.
Pengguna Twitter yang diikuti hampir 700 ribu orang ini menutup rapat-rapat identitasnya. Rahasia pun terjaga rapi dalam twit-nya yang menceritakan aktivitas keseharian diselingi cerita-cerita horor. Kalau ada pengguna Twitter yang usil, ia melancarkan jurus kata umpatan khasnya: "ketek badak" atau "ingus koala".
Menurut Nukman Luthfie, kerahasiaan jati diri seperti @poconggg di jagat Twitter jadi daya tarik tersendiri. "Anonimitas itu menciptakan rasa penasaran dan sensasi tersendiri pada pengikutnya," kata Nukman. Ia mencontohkan akun @motivaTWIT yang bisa mengorganisasi acara buka bersama di 18 kota. Namun si pemilik tak ikut datang demi mempertahankan rahasianya. "Justru saat tersembunyi jati dirinya itulah kekuatan akun itu sangat besar."
Menurut Nukman, kerahasiaan itu memang disengaja pemilik akun karena dengan jalan itu seseorang bisa jadi idola yang dapat menyaingi tokoh atau selebritas di Twitter. Pemilik akun anonim ini sebenarnya orang kebanyakan dan punya akun dengan nama asli, tapi memilih membuat akun baru dengan nama samaran.
Kecuali tokoh atau selebritas, "Hampir tak ada akun dengan nama asli yang punya banyak pengikut atau berpengaruh di Twitter." Saat identitas pemilik akun terbuka dan ia muncul ke publik, penambahan follower cenderung melambat. "Kalau melihat fenomenanya, model akun Twitter anonim yang unik dan lucu ini akan terus bertambah," kata Nukman.
Oktamandjaya Wiguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo