Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pekan ini menjadi hari-hari supersibuk bagi Budi Wiweko dan timnya di Klinik Yasmin Kencana Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu harus melakukan road show untuk menemui dokter yang selama ini menangani perempuan pasien kanker, apa pun jenis kankernya. Tak hanya di RSCM, ia juga akan mendatangi sejumlah rumah sakit di Jakarta yang memiliki pasien kanker, seperti RS Fatmawati dan RS Persahabatan.
Tujuan mereka satu: mengenalkan layanan terbaru Klinik Yasmin, yakni simpan beku ovarium (cryopreservation) bagi wanita pengidap kanker yang ingin tetap memiliki keturunan. Maklum, sejak diumumkan kepada publik pada akhir September lalu, hingga kini belum ada pasien yang tertarik menjalani program tersebut, walaupun sebelum resmi dipublikasikan sudah ada beberapa perempuan yang sudah masuk program uji klinis ini.
"Yang telepon-telepon dan menyatakan berminat sih banyak, tapi belum ada yang positif ingin menjalani teknik ini," kata Budi, Manajer Unit Pelaksanaan dan Pemasaran Indonesian Reproductive Medicine Research and Training Centre (Ina Repromed), yang membawahkan Klinik Yasmin, saat ditemui Tempo di kantornya Rabu pekan lalu.
Saat ini, menurut Budi, upaya mempertahankan fungsi reproduksi perempuan menjadi masalah penting bagi mereka yang mengidap kanker. Maklum, efek kemoterapi atau radiasi dapat merusak sel-sel sehat, termasuk ovarium atau indung telur.
Berdasarkan data sejumlah penelitian, di antara perempuan umur reproduksi yang menjalani kemoterapi, angka kegagalan ovarium dini mencapai 68 persen, sedangkan kejadian infertilitas alias kemandulan mencapai 50-95 persen. Nah, agar mereka tetap bisa memiliki keturunan setelah digempur obat kanker, kata Budi, "Teknik simpan beku ovarium adalah jawabannya." Indung telur disimpan sebelum tubuh "tercemari" obat kanker.
Untuk memperoleh keturunan, sel telur yang disimpan tersebut dapat digunakan pasangan suami-istri saat mereka siap memiliki keturunan dengan cara ditanam kembali di tempat semula alias ditransplantasikan. Konsep transplantasi ovarium diperkenalkan sejak 1906. Namun transplantasi jaringan ovarium yang telah diawetkan lewat pembekuan dilaporkan pertama kali dipraktekkan pada 2004.
Simpan beku ovarium di Klinik Yasmin Kencana, menurut Budi, dapat dikerjakan dengan menggunakan metode pembekuan lambat dan vitrifikasi. Namun metode vitrifikasi lebih unggul dibanding pembekuan lambat. Sebab, metode vitrifikasi dapat menyimpan jaringan tanpa terbentuknya kristal es dan tak menimbulkan perubahan bermakna terhadap morfologi (bentuk) dan jumlah folikel—sekumpulan sel berbentuk bulat berongga—pada indung telur.
"Proses vitrifikasi dilakukan dengan membekukan cairan pada suhu minus 196 derajat Celsius dan berlangsung dengan sangat cepat, yakni minus 1.500 derajat Celsius per detik. Jadi, begitu dimasukkan, langsung beku," kata Budi, yang mempelajari teknik simpan beku di Hyogo College of Medicine, NiÂshinomiya, Jepang.
Dengan proses seperti itu, seluruh metabolisme sel terhenti, dan sel akan terhindar dari risiko kerusakan folikel. Maklum, sel tersebut langsung terlindungi lapisan seperti kaca dan tak ada kristal es yang terbentuk. Metode vitrifikasi lebih murah karena tidak membutuhkan peralatan mahal serta lebih praktis dibandingkan dengan pembekuan lambat. Keuntungan lain, wanita yang melakukan teknik ini memiliki 90 persen kemungkinan hamil.
Menurut Budi, teknik ini sangat cocok bagi wanita penderita kanker berusia di bawah 35 tahun dan harus menjalani kemoterapi atau radiasi. Pada usia tersebut, kualitas indung telur atau pabrik sel telur masih bagus dan jumlahnya telurnya banyak. Jadi tak percuma jika simpan beku yang butuh fulus sekitar Rp 20 juta itu dilakukan. Adapun bagi wanita pengidap kanker yang usianya lebih dari itu, penyimpanan beku bisa dilakukan terhadap sel telur atau embrionya.
Selain ditransplantasikan agar terjadi pembuahan secara alamiah, proses kehamilan si perempuan yang pernah menjalani simpan beku ovarium bisa dilakukan dengan teknik bayi tabung (fertilisasi in vitro) dengan pembuahan di luar. "Jadi yang dimasukkan ke rahim sudah berupa embrio," kata Budi.
Urusan bayi tabung bukan hal baru bagi Klinik Yasmin Kencana. Sudah banyak bayi mungil lahir dengan teknik itu di sini. Klinik Yasmin adalah salah satu dari tujuh layanan serupa yang ada di Ibu Kota. Menurut Ketua Perkumpulan Fertilisasi in Vitro Indonesia, Profesor dr Soegiharto Soebijanto, saat ini ada 16 akses layanan bayi tabung di Tanah Air dan tersebar di berbagi kota. Keberadaan layanan ini menjadi penting, kata dia, "Karena tingkat prevalensi infertilitas penduduk Indonesia 10-15 persen dan terdapat 20 ribu potensi siklus fertilisasi in vitro di Indonesia."
Teknik simpan beku ovarium, menurut dokter Andon Hestiantoro, spesialis kebidanan dan kandungan, yang juga Kepala Ina Repromed/Klinik Yasmin Kencana, menunjukkan dokter-dokter kita mampu mengembangkan teknik maju untuk mengatasi masalah fertilitas. "Berbagai penelitian juga terus kita lakukan, salah satunya pembekuan jaringan ovarium," katanya.
Dwi Wiyana
Simpan Beku Ovarium
Teknik simpan beku indung telur memiliki kemungkinan 90 persen kehamilan saat ditransplantasikan kembali ke lokasi indung telur si empunya tubuh. Berikut ini prosesnya.
- Indung telur dikeluarkan dari ovarium, lalu kulit atau korteksnya, yang kaya sel telur, dikelupas. Medula atau bagian dalam indung telur dibuang.
- Korteks dipotong-potong berbentuk kotak disimpan atau dibekukan dalam wadah khusus bersuhu minus 196 derajat Celsius dengan proses vitrifikasi yang sangat cepat, yakni pembekuan berlangsung pada suhu minus 1.500 derajat Celsius per detik.
- Proses kemo dan radiasi.
- Korteks berbentuk kotak-kotak ditempelkan atau ditransplantasikan di lokasi sebelumnya, dengan cara dijahit. Indung telur tidak terkena efek kemoterapi.
Berhasil di Tiga Negara
Efektivitas teknik pembekuan jaringan ovarium sebagai upaya menyelamatkan garis keturunan bukan omong kosong. Setidaknya lima perempuan penderita kanker yang pernah menjalani kemoterapi atau radiasi di tiga negara berhasil melahirkan bayi berkat teknik ini. Mereka dari Belgia, dua bayi, serta Israel dan Denmark masing-masing satu bayi. Kabar baik ini diungkap dalam workshop Cryopreservation of Ovarian Tissue in Cancer Patient, Farm Animal and Endangered Species, di Jerman pada Mei 2008, yang diadakan The European Science Foundation.
Saat ini, setelah tiga tahun berselang, tingkat keberhasilan teknik pembekuan jaringan ovarium makin tinggi. Dalam sebuah seminar di Jerman, Claus Yding Andersen, salah satu pegiat di European Science, menyebut ada 25 perempuan yang sudah menjalani transplantasi ovarium setelah dibekukan. Lima di antaranya sudah berhasil punya momongan. "Di masa mendatang, wanita penderita kanker akan makin banyak memanfaatkan teknik ini karena sudah kian teruji dan bisa dilakukan di banyak tempat," kata Andersen.
Sejatinya di Department of Obstetrics and Gynecology, Hyogo College of Medicine, Jepang, tempat dokter Budi Wiweko menimba ilmu, peralatan dan kemampuan menangani teknik serupa sudah mumpuni. Namun, hingga saat ini, menurut Budi, belum ada wanita setempat yang bersedia menjalani teknik tersebut.
"Teknik simpan beku sangat menjanjikan untuk memperbaiki kesuburan wanita," kata Shinji Komori, peneliti dari Hyogo College of Medicine, yang juga aktif di Laboratory of Developmental Biology and Reproduction, Institute for Advanced Medical Sciences, Jepang. Bersama koleganya, Komori menuangkan keunggulan teknik pembekuan jaringan ovarium itu dalam Journal of Mammalian Ova Research dan Japanese Society of Mammalian Ova Research volume 24, Februari 2007.
Budi berharap Klinik Yasmin Kencana RSCM tak senasib dengan lembaga yang dikelola guru-gurunya di Hyogo College. Jika nanti ada pasien kanker yang bersedia menerapkan teknik pembekuan ovarium, dan berhasil melahirkan jabang bayi setelah ovariumnya ditransplantasikan, Indonesia akan memperpanjang deret keunggulan teknik ini.
DW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo