Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMODO mempertemukan Direktur Jenderal Promosi Pariwisata Sapta Nirwandar dan dua aktivis—Emmy Hafild serta Adila Suwarno—Juli lalu. Bukan dalam suasana kalem, seperti habitat kadal raksasa itu, dalam rapat ini mereka bersimpang jalan. Bertemu di ruang kerjanya, Sapta, yang kini menjabat Wakil Menteri Pariwisata, menjelaskan kepada tamunya soal keanehan New7Wonders, pemrakarsa pemilihan tujuh keajaiban baru dunia yang beralamat di Zurich, Swiss.
Kepada Tempo, Rabu pekan lalu, Sapta mengatakan penjelasannya itu diberikan kepada Emmy, yang ingin melanjutkan proses pemilihan Taman Nasional Komodo sebagai keajaiban baru dunia. "Padahal kami tak mungkin lagi bekerja sama dengan perusahaan itu," tuturnya.
Kompetisi New7Wonders mirip-mirip kontes "Idol": pemenang ditentukan suara yang diberikan melalui website penyelenggara, pesan pendek telepon seluler atau SMS, dan telepon. Pemberi suara juga dapat membeli sertifikat dukungan yang bisa dicetak seharga US$ 2. Menurut situsnya, New7Wonders merupakan lembaga sosial sekaligus komersial.
Pada Juli lalu, ketika Sapta dan Emmy bertemu, posisi Taman Nasional Komodo dalam kompetisi tujuh keajaiban dunia menggantung. Pemerintah tak melanjutkan kampanye untuk bersaing dengan 27 situs dunia lain, finalis kompetisi ini. Musababnya, pemerintah menganggap New7Wonders tak kredibel. Menurut Sapta, Emmy berkeras mengikutkan komodo dalam kompetisi itu.
Emmy, yang memimpin kelompok Pendukung Pemenangan Komodo—sering disingkat P2K—mengatakan pertemuan itu diwarnai perdebatan keras. Menurut dia, Taman Komodo bakal menjadi kebanggaan negeri jika memenangi pemungutan suara, yang hasilnya akan diumumkan Jumat pekan ini. Apalagi taman nasional itu telah masuk daftar 28 nomine, dari sebelumnya 440 finalis. "Sayang sekali tak diteruskan," katanya.
Menurut perempuan 53 tahun ini, Sapta menyatakan bakal mencabut Taman Komodo dari daftar finalis jika Emmy dan kawan-kawan melanjutkan kampanye. "Dia bilang, ‘Saya yang mendaftarkan, maka saya berhak mencabut’," cerita Emmy. Tak ada kata sepakat dari pertemuan satu jam itu.
Sapta membantah melarang Emmy melanjutkan kampanye. Ia justru menyerahkan keputusan kepada Emmy. "Saya terserah saja kalau swasta mau melanjutkan. Tapi pemerintah tak lagi mengkampanyekan lewat New7Wonders," ujarnya.
KISRUH pemilihan Pulau Komodo sebagai keajaiban dunia bermula pada Agustus 2008, ketika Kementerian Pariwisata mendaftarkan tiga situs alam, yaitu Taman Nasional Komodo, Gunung Anak Krakatau, dan Danau Toba. Hanya komodo—dianggap titisan naga karena keunikan bentuknya—yang berhasil lolos ke seleksi tahap akhir. Menurut Sapta, sampai tahap ini, tak ada masalah antara Kementerian dan New7Wonders sebagai penyelenggara.
Belakangan, New7Wonders menawari Indonesia menjadi tuan rumah dalam acara puncak pengumuman pemenang. Surat-menyurat antara New7Wonders dan Kementerian Pariwisata yang salinannya diperoleh Tempo memperlihatkan komunikasi intens soal ini. Dalam surat elektronik tertanggal 30 Maret 2010, Office Director New7Wonder Joanna Trobe mengatakan Indonesia harus membayar lisensi dengan harga penawaran mulai US$ 7 juta. Setelah itu, Kementerian juga harus mengeluarkan biaya venue dan produksi. Jika terpilih, total biaya yang harus dibayarkan US$ 25-45 juta, tergantung pelaksanaannya, di dalam atau luar ruang.
Sapta membalas surat itu pada 25 Agustus, yang ditujukan kepada Jean-Paul de la Fuente, Direktur New7Wonders. Dalam surat yang ditembuskan ke Menteri Pariwisata saat itu Jero Wacik, Sapta menyatakan tertarik mengikuti lelang ini. Jean-Paul membalas pada akhir Agustus bahwa ada negara lain yang berminat mengikuti lelang. Jean-Paul juga menyatakan ada dua pihak di Indonesia yang berminat menjadi mitra New7Wonders, yaitu Brainworks dan Yayasan Lolita Lita Anugerah.
Hari pertama September, Sapta membalas lagi. Isinya, Kementerian akan meminta payung hukum berupa keputusan presiden. Sapta menyebutkan draf itu sedang dalam proses finalisasi di Sekretaris Negara.
Menganggap pemerintah serius menjadi tuan rumah, Jean-Paul mengirim surat pada 27 Oktober. Isinya, Jakarta bakal menjadi tuan rumah acara puncak pemilihan keajaiban dunia. Jean-Paul juga mengatakan telah memilih partner Brainworks yang dipimpin Ermiel Thabrani. Brainworks akan mempersiapkan acara puncak. Surat Jean-Paul berlanjut lagi. Pada 6 Desember, disebutkan Indonesia harus membayar lisensi US$ 10 juta. Selain itu, ada perubahan partner lokal dari Brainworks ke Yayasan Lolita.
Di sinilah masalah mulai timbul. Sapta, yang membenarkan surat-menyurat itu, mengaku kaget dengan biaya lisensi US$ 10 juta dan penunjukan langsung partner lokal. "Kok, enak saja main naikin," katanya. Inilah yang menurut Sapta membuat kementeriannya tak menanggapi permintaan itu.
Pemilik Brainworks, Ermiel Thabrani, mengatakan New7Wonders berhak memilih partner lokal yang menggarap acara itu. Ermiel sendiri telah menandatangani kontrak dengan New7Wonders menjelang Indonesia diputuskan jadi tuan rumah. "Biaya lisensinya hanya US$ 7 juta," katanya sambil menunjukkan kontraknya dengan New7Wonders.
Sikap Kementerian yang tak menanggapi persyaratan dari New7Wonders membuat perusahaan itu mengirim surat peringatan, dua hari sebelum 2010 berakhir. Isinya, komodo bakal dicabut dari daftar finalis dan digantikan negara lain. Menurut Ermiel, New7Wonders juga memutuskan kontrak dengannya karena kelambanan pemerintah. Adapun Lolita Zusye, pemilik yayasan pengganti Ermiel, tak berkomentar banyak. "Saya tak ikut lagi di situ," katanya kepada Tempo.
Merasa diancam, Sapta berang. Apalagi, pada Februari 2011, New7Wonders menyatakan di situs resminya bahwa Taman Komodo akan dicoret dari daftar nomine. Kementerian menunjuk Todung Mulya Lubis untuk menggugat ancaman itu. Belakangan, New7Wonders batal mencoret komodo.
Kementerian juga mengirim perwakilan ke alamat New7Wonders di Zurich. Hasilnya, alamat perusahaan itu dianggap tak jelas. Kode pos alamat yang ditulis dalam aneka berkas adalah 8934 Zurich, sedangkan alamat sesungguhnya berkode pos 8008.
Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Djoko Susilo, membenarkan penelusuran itu. Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional ini mengatakan New7Wonders tak terkenal di negara itu. "New7Wonders itu bodong," katanya.
Kepala Komunikasi New7Wonders Eamonn Fitzgerald membantah tudingan bahwa lembaganya tak kredibel. Menurut dia, New7Wonders memiliki dua alamat, satu sebagai kantor utama, dan lainnya alamat surat-menyurat. Fitzgerald juga membantah lembaganya menekan Kementerian Pariwisata agar membayar lebih besar daripada ketentuan semula. "Justru Kementerian gagal mendukung harga yang diajukan mitra kami," ujarnya.
Ia menyatakan perusahaannya tak bermaksud menipu para peserta. Justru para peserta bakal diuntungkan karena kompetisi ini juga menjadi promosi yang meningkatkan popularitas situs alam. Turis pun bakal meningkat drastis. "Jika komodo menang, bakal ada peningkatan pemasaran, iklan, citra, dan keuntungan," katanya.
Emmy Hafild mengatakan New7Wonders bukan lembaga abal-abal. Menurut dia, perusahaan itu terbukti sukses mengadakan pemilihan tujuh keajaiban dunia untuk kategori bangunan pada 2007. Acara puncak digelar di Lisabon, Portugal, pada 7 Juli. "Jennifer Lopez juga mengisi acara itu. Kurang kredibel apa?" ujarnya.
Sumber Tempo yang mengetahui komunikasi intens antara Sapta dan New7Wonders mengatakan Kementerian Pariwisata menolak melanjutkan kampanye karena urusan fulus. Menurut sumber ini, Sapta meminta 30 persen dari total biaya penyelenggaraan acara puncak ke mitra lokal yang ditunjuk New7Wonders. Karena itu, biaya lisensi US$ 7 juta digelembungkan menjadi US$ 10 juta.
Untuk mendapat kepercayaan New7Wonders, Sapta mengirimkan draf keputusan presiden yang mengatur peran lembaga negara dalam pemenangan komodo dan sebagai tuan rumah. Belakangan, Sapta tak mampu mendukung rekan lokal menyediakan uang muka US$ 3 juta. "Karena terlalu lama, akhirnya New7Wonders menilai Kementerian tak serius," kata sumber ini.
Sapta menyangkal mengirim draf keputusan presiden. Ia juga membantah bakal mendapat untung dari penyelenggaraan acara puncak di Indonesia. Logikanya, kata dia, biaya lisensi senilai US$ 10 juta bakal didukungnya agar meraup untung banyak. "Saya kan menolak. Saya tak punya kepentingan apa pun," ia menegaskan. Pemilik Brainworks, Ermiel Thabrani, menyatakan tak ada deal apa pun sebelumnya dengan Sapta.
KAMPANYE untuk Taman Komodo diambil alih para aktivis. Tapi, menurut mereka, Kementerian Pariwisata sengaja menghambat gerakan ini. Nia Djamhur, anggota kelompok itu, mencontohkan, dua jam sebelum peluncuran voting melalui pesan pendek, 15 Agustus 2011, Kementerian mengadakan jumpa pers. Isinya, pemerintah mencabut Taman Komodo dari kompetisi New7Wonders. Akibatnya, peluncuran oleh Emmy dan kawan-kawan minim pemberitaan.
Sumber Tempo menyebutkan Sapta Nirwandar juga sempat mengirim surat ke salah satu operator telepon seluler. Isinya kronologi dan cerita versi Kementerian tentang tak kredibelnya New7Wonders. Dengan surat ini, diharapkan operator seluler itu tak mendukung kubu Emmy Hafild. Lagi, Sapta membantahnya.
Menyadari kampanye tak mulus, Emmy Hafild mendatangi mantan wakil presiden Jusuf Kalla. Ketua Umum Palang Merah Indonesia itu dianggap cocok mengkampanyekan Taman Komodo. Benar saja, Jusuf Kalla gencar berkampanye. Ia ditahbiskan kelompok ini sebagai Duta Komodo. Perolehan suara komodo melalui SMS melonjak tajam. "Kalau biasanya ribuan saja, setelah itu bisa jutaan," katanya.
Tapi itu tak lama. Dua pekan terakhir, muncul dugaan pengiriman pesan pendek untuk penggalangan dukungan menyedot uang masyarakat. Dokumen Kementerian Pariwisata yang diperoleh Tempo menyebutkan Pendukung Komodo mendapat pembagian hasil dari tarif SMS, yang besarnya hampir 50 persen. Sejak Agustus, tarif pemberi suara ditetapkan Rp 1.000 per SMS. Eko Indra Utama, Komisaris Mobilink, content provider yang mengurus pengolahan pesan pendek New7Wonders, membantah adanya pembagian hasil. "Mau ambil untung dari mana?" katanya. Emmy juga menyangkal.
Diprotes sana-sini, tarif diturunkan menjadi Rp 1 sejak 15 Oktober lalu—versi lain menyebutkan bea diturunkan untuk menjaring lebih banyak pemilih. Tapi muncul pertanyaan, siapa yang menanggung "subsidi" SMS ini. Soal ini, Emmy mengatakan pesan pendek bisa murah karena operator seluler menjadikan ajang ini program tanggung jawab sosial.
Riuh New7Wonders jauh melampaui senyap Pulau Komodo, habitat kadal jumbo itu.
Pramono, Fanny Febiana
Memilih Si Ajaib
KISAH keajaiban dunia sudah dimulai pada era bapak sejarah Herodotus, sekitar 300 tahun sebelum Masehi. Nama Kolosus, Taman Gantung Babilonia, atau Piramida Giza masuk sebagai keajaiban kuno. Lebih dari dua ribu tahun kemudian, tepatnya Jumat pekan ini, tujuh keajaiban alam baru bakal terpilih. Dan jika beruntung, Taman Nasional Komodo di negeri ini bakal menjadi salah satunya.
Kisruh Komodo
2008
Agustus
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mendaftarkan Taman Nasional Komodo, Danau Toba, dan Gunung Anak Krakatau ke N7W.
2009
Januari
Taman Komodo terpilih sebagai nomine Indonesia.
21 juli
Taman Komodo masuk daftar 28 finalis.
2010
Maret
N7W menawarkan Indonesia menjadi tuan rumah acara puncak pada 11 November 2011.
25 agustus
Direktur Jenderal Pemasaran Kementerian Pariwisata Sapta Nirwandar menyatakan berminat menjadi tuan rumah.
27 oktober
N7W menyatakan Indonesia sebagai tuan rumah.
25 November
Sapta Nirwandar meminta penjelasan .
6 Desember:
N7W mensyaratkan license fee US$ 10 juta.
29 Desember
N7W meminta kejelasan dari Kementerian Pariwisata. N7W mengingatkan komodo bisa dieliminasi dan digantikan negara lain.
2011
2 Februari
Todung Mulya Lubis, kuasa hukum Kementerian Pariwisata, mengirim surat protes ke New7Wonders atas rencana penghapusan Taman Komodo sebagai finalis.
7 Februari
New7Wonders menyatakan Taman Komodo tetap jadi finalis, tapi Kementerian Pariwisata tak lagi menjadi panitia pendukung.
11 Februari
Kementerian Pariwisata memprotes penghapusan sebagai panitia.
15 Agustus
Kementerian menarik Taman Komodo sebagai finalis. Hari yang sama, Emmy Hafild mengumumkan sebagai mitra baru New7Wonders.
Naskah: Pramono
Bahan: Driyandono Adi Putra (Pusat Data dan Analisa Tempo), wawancara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo