Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, bibir Dona Irama, 24 tahun, pucat pasi. Anggota staf pemasaran di sebuah agen foto di Jakarta ini kerap malas membawa lipstik ke mana-mana. Padahal hasrat hati ingin selalu memerahkan bibir. Itulah yang mendorongnya pergi ke studio tato di sebuah pusat belanja di bilangan Mangga Dua, Jakarta Pusat, Senin pekan lalu. Dia ingin bibirnya ditato. "Agar merah terus," katanya bersemangat di kursi tunggu.
Studio tato itu menempati empat los pertokoan yang dijadikan satu. Di situ ada satu ruangan khusus untuk praktek. "Rata-rata pasien kecantikan," kata Ali, 31 tahun, seniman sekaligus pemilik Ali Tattoo Studio—salah satu studio yang melayani beragam tato kecantikan. Wajah studio sudah menunjukkan klien apa yang disasar. Pada dinding tertempel gambar contoh-contoh bibir beragam nuansa warna. Ada pula layar televisi 42 inci yang menunjukkan proses tato kecantikan bibir, juga alis.
Sejurus kemudian, Dona masuk ruang praktek, tidur di dipan ala pasien rumah sakit. Ali mulai bekerja. Bibir Dona diolesi obat bius lokal menggunakan kapas lilit (cotton bud). Tak lama kemudian, pena jarum di tangan Ali bergerak melukis bibir Dona dengan tinta merah muda. Sedikit demi sedikit tergurat warna merah di bibir Dona. Seperti obyek gambar yang diwarnai anak-anak. Dona tak menyeringai sedikit pun.
Setengah jam berselang, bibir Dona berubah seakan baru berias. Merekah merah, meski agak jontor. "Tidak apa-apa. Kata teman-teman, sehari sudah pulih," ujarnya. Dua pekan lagi, dia akan balik untuk re-touch sulaman bibirnya. "Kalau begini kan praktis, lima tahun enggak usah pakai lipstik dan tinggal pakai bedak," katanya. Tato bibir diklaim bisa bertahan tiga hingga lima tahun.
Tentu tak hanya Dona yang merelakan bibirnya "diciumi" jarum tato. Yang ingin memiliki bibir merona dan tahan lama, dan merekah tanpa gincu, ternyata banyak. Di studio Ali, misalnya, dalam sepekan, klien tato bibir yang datang bisa mencapai 30 orang, meningkat dibanding saat tren tato rias mulai ramai pada 2000-an. Bareng dengan Dona saat itu saja ada lima wanita antre untuk melakukan tato bibir dan alis.
Selain alasan kepraktisan, bibir ditato agar seksi. Artis Julia Perez alias Jupe, 31 tahun, salah satu yang tertarik pada tato ini. Sekitar sebulan lalu, dia mencobanya dengan memanggil ahli tato khusus. "Agar bibir merah dan selalu segar," kata pemilik nama asli Yuli Rachmawati ini. Bagaimana hasilnya? Bibir sang bintang semakin merekah. Tapi, "Kayaknya kembali lagi ke warna asli bibir," katanya. "Secara logika, bibir kan basah terus, ya. Jadi mungkin warna tak tahan lama."
Sesuai dengan tata caranya, bibir Jupe harus ditato sekali lagi untuk menegaskan sentuhan pertama. Namun dia mengaku belum berniat melakukannya, dan sementara ini kembali mengandalkan lipstik. "Yang penting sudah mencoba, penasaran dengan sesuatu yang baru," katanya.
Tato bibir kerap disebut sebagai sulam bibir karena memang prosesnya seperti menyulam. Tidak hanya mewarnai, fungsi lainnya adalah mempertegas garis-garis bibir atau membuatnya simetris. Teknik dan standar pelaksanaannya seperti tato biasa pada bagian tubuh lain: melukisi bagian tubuh dengan tinta menggunakan bantuan jarum khusus tato. Bedanya, tato bibir tidak terlalu dalam. "Sampai lapisan kedua kulit," Ali, yang tahun lalu menjuarai kontes tato alis dan bibir di Jakarta, menjelaskan.
Ali mempelajari tato kecantikan secara otodidaktik. Dia mengaku sudah mendalami teknik merajah selama 17 tahun. Bosan melukisi bagian tubuh yang umum, seperti lengan, badan, atau kaki, dia ingin mencoba tato di bagian tubuh yang tak biasa. Kebetulan ada temannya yang coba-coba minta bibirnya ditato. Pucuk dicita ulam tiba. Bibir sang teman pun ditato warna merah, dan berhasil. Salahnya, pada kejadian sekitar lima tahun lalu itu, Ali menggunakan tinta biasa, sehingga sulit dihapus.
Belajar dari pengalaman, dia pun berburu tinta-tinta khusus yang tidak permanen untuk keperluan tato bibir. Saat itu dia mendapatkannya di Singapura. Tinta khusus ini umumnya dari sari bunga lili. Sejak itu, dia makin mantap menekuni tato rias, dan membuka layanannya tak hanya di Jakarta, tapi juga di Pontianak, daerah asalnya, kota-kota besar lain, sampai Singapura.
Dengan tinta yang digunakan saat ini, tato di bibir bisa bertahan sekitar lima tahun. Jika di tengah jalan sang pemilik bosan, tato bibir itu bisa diganti warna. Caranya dengan dilapisi warna putih lebih dulu, baru ditimpa dengan warna lain sesuai dengan permintaan, mau pink, merah marun, merah menyala, atau oranye.
Standar keamanan tato bibir juga relatif sama pada umumnya. Jarum dan tingkap (tempat tinta) hanya sekali pakai. Penderita diabetes tentu tidak diperkenankan mengingat rawan perdarahan. Yang masih sariawan atau memiliki alergi biasanya diminta menunda sementara keinginan menato bibir.
Demi pertimbangan kesehatan itu, Susiana, pengelola Ida Salon dan Spa Cihampelas, Bandung, mensyaratkan penderita diabetes yang datang menyertakan surat keterangan dokter. "Jaminan kondisinya aman," katanya.
Di salonnya itu, permintaan tato bibir dan tato kecantikan lain juga ramai. Dalam sebulan, rata-rata ada 30-50 orang yang minta tato alis, bibir, dan garis mata. Peminatnya 90 persen perempuan berusia 20 hingga 75 tahun—nenek yang 75 tahun itu adalah klien tato alis, bukan bibir. Latar belakang mereka beragam: mahasiswi, ibu rumah tangga, manajer, artis, dan peragawati. Kaum Adam juga ada. "Yang laki-laki umumnya berusia 40 tahun ke atas," katanya.
Selain menambah warna dan garis, Susiana menjelaskan, kadang sebagian bibir di pinggiran dihapus lebih dulu, baru kemudian dipoles sesuai dengan permintaan. "Harus terlihat lebih solid," katanya. Adapun bagi para pecandu rokok, tato bibir digunakan agar bibir yang menghitam menjadi cerah dan sehat.
Di Bandung, selain di studio-studio tato kecantikan, studio Kent Tattoo, yang dikenal sebagai studio tato umum, beberapa tahun terakhir mendapat permintaan tato bibir. Ada kesulitan tersendiri soal tato ini. "Yang cukup lama konsultasi bentuk dan warna bibir yang sesuai," kata Kent, pemilik studio. Di sini tato bahkan dibuat permanen. Warna yang digunakan biasanya merah muda atau merah seperti bibir bayi.
Setelah "desain" bibir disepakati, proses menato relatif mudah, sekitar 30 menit. Selesai ditato, bibir kemudian diberi salep. Setelah ditato, yang bersangkutan dilarang merokok selama tujuh jam, juga pantang menyantap makanan pedas. Pemeriksaan hasil tato dilakukan dua pekan kemudian.
Nah, seiring dengan tren tato bibir yang sudah diterima luas khalayak, bagaimana pandangan dari praktisi kesehatan? Menurut Hardi Siswo Sudjana, dokter spesialis bedah plastik Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, di dunia kedokteran tato bibir termasuk dilarang. Tato bibir bisa berbahaya karena bisa jadi bahan tinta tato yang dipakai mengandung karsinogen atau zat pemicu kanker. Dampaknya kronis, baru terasa dalam kurun 10-20 tahun.
Kalau ingin mewarnai bibir, "Mending pakai lipstik saja," katanya. Jika bibir ingin dikecilkan, ditipiskan, atau dipermanis, bisa dilakukan operasi untuk mengurangi sebagian massa otot bibir. Sebaliknya, kalau ingin bibir lebih besar dan tebal agar ranum, bisa menggunakan implan yang aman.
Harun Mahbub, Anwar Siswadi (Bandung)
Bukan di Tempat Biasa
Tato tidak hanya bertakhta di lengan, badan, atau kaki—bagian tubuh yang dapat dipamerkan. Kadang tato bersarang di tempat yang tidak jamak meski akibatnya jadi tak terlihat jelas.
Tangan:
Selain di lengan dan punggung tangan, tato di jari-jari atau telapak tangan.
Kepala:
Dari bagian ini, beberapa sisi tak luput dari tato. Tato di bagian batok kepala kadang menjadi pemandangan pengganti selain rambut. Di bagian wajah, selain alis dan bibir, tato kadang di garis mata, pipi, atau dalam daun telinga.
Badan:
Selain di punggung, tato kerap dijumpai pada seputar bagian vital.
Kaki:
Selain sekujur kaki, telapak kaki menjadi lokasi tato.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo