Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENNY Hermawan Lompo tak menyangka cita-citanya menjadi pemain basket profesional harus pupus saat ia masih remaja. Padahal, sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah rajin berlatih. "Di SMP juga ikut jadi pemain inti tim sekolah dan klub lokal di Surabaya," kata pria 24 tahun ini, Ahad pekan lalu.
Impian Denny harus terhenti karena tubuhnya tak mau diajak kompromi. Saat ia kelas II sekolah menengah pertama, lutut dan kaki bagian bawah terasa sangat nyeri saat bermain basket. Ia bahkan kesulitan berjalan dan menaiki tangga karena rasa nyeri yang makin hebat. Denny akhirnya menghentikan latihannya. Tapi, setelah beristirahat beberapa bulan, kondisinya justru makin buruk. "Tubuh saya jadi bungkuk dan kaku," ujarnya.
Kondisi ini tak cuma membuat Denny tak bisa bermain basket. Ia juga dirisak teman-temannya karena postur tubuhnya sudah seperti orang tua. Ia bolak-balik ke dokter, tapi tak ada yang tahu pasti apa penyakitnya. Ia hanya diberi obat penghilang rasa nyeri dan vitamin. Akhirnya Denny kembali berolahraga. Dia mencoba mengembalikan postur tubuhnya ke posisi normal. Meski sangat nyeri, ia tetap memaksakan diri.
Hasilnya mulai terlihat beberapa tahun kemudian. Tubuh Denny bisa seperti remaja normal lainnya. Ia baru mengetahui penyakitnya pada tahun-tahun awal kuliah. "Saya divonis menderita ankylosing spondylitis," katanya.
Denny menderita penyakit yang sama dengan Sulami, perempuan asal Sragen, Jawa Tengah, yang disebut sebagai "manusia kayu" karena tubuhnya yang kaku. Tapi mereka berbeda kondisi. Denny, yang kini bekerja di bank asing di Jember, Jawa Timur, bahkan bisa mengikuti berbagai kompetisi kebugaran. Ia meraih Top 30 L-Men of the Year di Surabaya (2012) dan Makassar (2012) serta menjadi semifinalis nasional Men's Health Be Our Cover 2012. Sedangkan Sulami lebih banyak terbaring di tempat tidur. Sejak 12 tahun lalu, badan Sulami kaku seperti kayu, tak bisa membungkuk ataupun duduk.
Ankylosing spondylitis merupakan bagian dari penyakit rematik. Dokter spesialis penyakit dalam konsultan rheumatologi Rudy Hidayat mengatakan penyakit ini menyebabkan peradangan, terutama di tulang belakang, yang akhirnya bisa mengakibatkan tulang menyatu.
Dalam keadaan sehat, ruas-ruas tulang belakang semestinya terpisah dan dihubungkan oleh ligamen dan dilindungi bantalan untuk meredam getaran. Dengan ruas terpisah, badan fleksibel sehingga bisa membungkuk, kayang, dan menoleh ke kanan-kiri. Tapi, pada penderita ankylosing, tulang belakangnya meradang.
Peradangan itu akibat serangan imun tubuh. Imun ibarat "tentara" yang bertugas menjaga tubuh dari serangan musuh, seperti bakteri dan virus. Jumlahnya sangat banyak, terdiri atas banyak batalion. Pada penderita ankylosing, ada batalion yang salah mengenali tubuh sebagai musuh, terutama tulang belakang. Karena menyangka tulang belakang adalah musuh yang mesti dibasmi, batalion tersebut memproduksi senjata untuk menyerang, yang disebut sitokin. Serangan sitokin ini kemudian direspons dengan peradangan.
Gempuran batalion ini, kata Rudy, membuat tulang belakang menciptakan tulang baru untuk perlindungan. Inilah yang mengakibatkan jarak antar-ruas tulang tertutup, sehingga akhirnya menyatu alias ankylosing. "Ada penulangan yang terbentuk sehingga fleksibilitas menghilang dan cenderung menjadi bungkuk," ujar Sekretaris Jenderal Perhimpunan Reumatologi Indonesia ini.
Peradangan tersebut juga bersifat sistemik. Dokter spesialis penyakit dalam konsultan rheumatologi Yuliasih mengatakan, selain pada tulang belakang, peradangan terjadi pada anggota tubuh lain. Misalnya mata memerah, peradangan pada pembuluh darah di jantung yang menyebabkan penyempitan, serta masalah pencernaan, seperti diare dan berak darah. Pada tingkatan lebih berat, kata dia, problem ini bisa menyebabkan kematian. "Kematian kembaran Sulami itu ada kemungkinan karena heart block," ucapnya.
Yuliasih mengatakan penyakit ankylosing berbeda dengan penyakit sendi lain yang biasanya menyerang saat sudah seseorang menua. Ankylosing umumnya mulai menunjukkan gejala di usia produktif, bahkan saat anak-anak. Meski penyebabnya belum diketahui pasti, ada kecenderungan diturunkan secara genetik. Mereka yang membawa gen HLA-B27 berpotensi terkena penyakit ini. Secara prevalensi, angka kejadiannya 1 : 1.000 jiwa.
Menurut Rudy, keberadaan gen tersebut sudah pernah diteliti di Indonesia. Kebanyakan pemilik gen HLA-B27 yang berhubungan dengan ankylosing adalah keturunan Tionghoa. Selain itu, mereka yang punya saudara penderita penyakit ini berisiko terserang.
Gejala khas penyakit ankylosing adalah kaku sendi dan nyeri pada tulang belakang. "Masyarakat umum sering menyebutnya encok atau kecetit di daerah pinggang," kata Yuliasih, yang berpraktek di Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya.
Rudy menambahkan, biasanya rasa nyeri itu muncul saat malam hari ketika tubuh sedang beristirahat atau pada pagi hari saat bangun dari tidur. Jika dibawa beraktivitas, nyeri tersebut jadi agak hilang sehingga banyak orang tak sadar dengan penyakit ini. "Sebab, jika dibawa bergerak dan diobati dengan penghilang nyeri, jadi lebih enak," ujar Rudy.
Akibatnya, banyak yang terlambat didiagnosis. Rudy mengatakan, di Australia, rata-rata keterlambatan mencapai 7-10 tahun, sedangkan di Amerika Serikat 9-11 tahun.
Menurut Yuliasih, penghilang nyeri tak bisa mengobati penyakit ini. Jika terlambat, sendi akan mengalami peradangan dan lama-kelamaan tulang jadi kaku dan menyatu. Jika sudah begini, operasi tak menyelesaikan masalah. "Karena ini adalah kelompok penyakit autoimun. Operasi itu tindakan traumatis, sehingga justru memicu penyakit lain yang aktif," katanya.
Untuk Sulami, menurut Yuliasih, obat yang bisa diberikan adalah obat antinyeri NSAID (nonsteroid anti-inflamasi) untuk menghilangkan nyeri dan DMARDs (disease modifying anti-rheumatic drugs), yang berfungsi mengendalikan sel kekebalan tubuh. Juga obat biologic agent seperti TNF alfa.
Menurut Rudy, biologic agent berfungsi sebagai antisitokin untuk melumpuhkan sitokin. Obat tersebut berperan menghentikan radang akibat aktivitas sitokin. Tapi biologic agent memiliki efek samping melemahkan daya tahan tubuh. Akibatnya, badan jadi mudah terinfeksi. "Maka pasien yang diterapi dengan obat tersebut harus menjaga diri," ujarnya.
Harganya pun cukup mahal. Stephanus Tedy, salah seorang penderita ankylosing, mengatakan paling tidak dalam satu bulan ia mesti merogoh kocek Rp 17 juta. Padahal obat tersebut harus dikonsumsi seumur hidup. "Saya dan teman-teman penderita ankylosing berharap obat ini dimasukkan ke BPJS," katanya.
Selain konsumsi obat, pola hidup mesti dijaga. Stres, baik fisik maupun mental, juga mesti dihindari. Keduanya akan mengacaukan daya tahan tubuh sehingga memicu penyakit ankylosing kambuh.
Yang juga penting, penderita ankylosing harus terus bergerak. Sebab, jika tak digerakkan, sendi justru akan kaku dan makin cepat menyatu. Olahraga yang disarankan adalah yang low impact agar tak membebani tulang, misalnya berenang, senam, tai chi, dan jalan kaki. Selain mengurangi kekakuan, olahraga akan membuat hormon endorfin, yang salah satu fungsinya menghilangkan nyeri, meningkat. "Senyeri apa pun harus tetap bergerak," ujar Rudy. Nur Alfiyah, Artika Rachmi Farmita (Surabaya), Ahmad Rafiq (Sragen)
Harus Waspada Jika…
1. Pada usia di bawah 40 tahun, terutama laki-laki, menderita nyeri pinggang lebih dari tiga bulan berturut-turut.
2. Nyeri muncul saat pagi hari (bangun tidur) atau saat malam hari (tidur). Jika dibawa beraktivitas terasa membaik.
3. Sendi yang lain mengalami peradangan, misalnya di kaki atau jempol, lebih dari enam minggu. Gejala ankylosing spondylitis tak selalu dimulai dari tulang belakang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo