Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

AIDS, Bukan Milik Orang Homo

WHO melaporkan, AIDS sudah menyebar ke seluruh dunia. Angka kematian naik sampai 90%. Diketahui penyebabnya dari kera hijau di kawasan afrika. Vaksinnya mulai dicobakan kepada manusia. (ksh)

22 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ITU penyakit yang digunjingkan milik kaum homoseksual, yang hingga kini mencemaskan Eropa dan Amerika, yang dikenal sebagai AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), diam-diam telah meluaskan jaringannya ke seluruh dunia. Mei lalu, WHO (Organisasi Kesehatan Sedunia) mengumumkan hal ini. Penyakit yang menyedot daya tahan tubuh dalam menghadapi penyakit itu bagi penderita mempunyai angka kematian 40%-50%. Menurut WHO, bila penelitian klinis organisasi kesehatan PBB itu rampung, diperkirakan angkanya bahkan akan naik sampai 90%. Penyebaran penyakit ini mulanya dituduhkan ke kalangan homoseksual, khususnya pelacur-pelacur pria kulit hitam yang datang dari Afrika. Tapi belakangan penyebaran tak bisa lagi dipolakan. Sejumlah kasus menunjukkan, penularan terjadi pula akibat hubungan seksual heterogen. Juga melalui transfusi darah. Belakangan malah dicemaskan duduk berdampingan saja bisa menimbulkan penularan. Lewat cara-cara ini, jumlah penderita AIDS mekar. Jumlah penderita, yang disebutkan WHO terdapat di semua benua, belum terkumpul seluruhnya. Angka epidemi yang sebenarnya dikhawatirkan WHO lebih besar lagi. Di Afrika misalnya, khususnya di Tanania dan Nairobi, angka AIDS tercampur dengan korban kaposi sarcoma, sejenis kanker kulit. Angka tinggi tercatat di Uganda, Zaire, dan Kenya. Dan di kawasan Afrika ini, WHO menemukan, AIDS diderita kedua jenis kelamin, laki dan wanita - yang tidak memiliki riwayat homoseksual sama sekali. Suatu pertanda bahwa AIDS bukan penyakit khas kaum homoseksual. Yang lebih mencemaskan adalah proyeksi pertumbuhan penyakit ini. Di Eropa dan Amerika beberapa tahun lalu jumlah penderitanya menjadi dua kali lipat dalam jangka satu tahun. Namun, kini, pelipatan jumlah itu terjadi pada masa enam bulan saja. Bila tak segera dicegah, menurut WHO, AIDS akan menjadi ancaman cukup serius bagi dunia. Karena itu, WHO mengimbau negaranegara kaya agar mau menyumbangkan dana bagi penelitian AIDS berikut ikhtiar mengatasinya. Hingga kini penelitian perihal penyakit itu belum lagi menghasilkan kesimpulan pasti. Tapi bukannya tanpa kemajuan. Penyebab AIDS sudah diketahui: virus. Salah satu dari hasil penelitian terakhir, kera hijau, sejenis kera yang terdapat di Kenya, diduga menjadi penyebab berjangkitnya AIDS di sebagian kawasan Afrika. Penelitian laboratorium di Kenya menunjukkan, 30% dan Jenis kera itu membawa virus HTLV-3 - penyebab AIDS itulah. Akan tetapi, bagaimana penjangkitan terjadi, dan mengapa penyakit kera itu pindah ke manusia, belum bisa disimpulkan dengan pasti. Penelitian ini membuahkan berbagai gagasan bagi penelitian lainnya. Kera hijau dari Kenya itu dikirimkan ke Lembaga Kesehatan dan Penyakit Tropis, London, dan Institut Kanker Inggris untuk penelitian lebih lanjut. Di Tanzania dikembangkan pula penelitian terhadap beberapa jenis kera lain. Berita paling akhir tentan AIDS tercatat awal Juni yang baru lalu. Vaksin untuk mengatasi penyakit itu dinyatakan berhasil ketika dicobakan kepada kucing. Penelitinya Prof. William Jarrett, seorang ahli patologi binatang dari Universitas Glasgow, Inggris. Jarrett tak langsung membuat penelitian tentang AIDS. Ia mula-mula membuat penelitian tentang kanker darah padabinatang. Namun, belakangan ia menemukan kesamaan antara keduanya. Bekerja sama dengan Dr. Robert Gallo, penemu virus AIDS, Jarrett menyimpulkan bahwa vaksin yang disiapkannya menghadapi leukemia pada binatang juga dapat digunakan untuk mengatasi AIDS pada manusia. Dalam waktu dekat, Jarrett akan mendapat dana US$ 250.000 dari pemerintah Amerika Serikat untuk mencobakan vaksin penemuannya pada manusia. Percobaan ini akan meliputi pula pencarian cara vaksinasi. Ini bukan pasal mudah karena tanda-tanda kejangkitan AIDS tidak segera muncul. Pada anak-anak, simptom muncul rata-rata 12 bulan sejak kontaminasi terjadi. Pada orang dewasa, sekitar 29 bulan. Tapi tercatat pula, simpton baru muncul setelah 57 bulan. Jim Supangkat Laporan Reuter

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus