Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Cemas

Rasa cemas akan terjadi bila kepastian merupakan hal yang langka. takut gagal dapat dihindari bila kita mempunyai keyakinan, dan untuk menghindari kegagalan, kuncinya adalah persiapan. (ki)

22 Juni 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA begitu menginginkannya. Tetapi, malam menjelang penerjunan pertama, sulit bagi saya untuk memicingkan mata. Berulang kali saya bangkit memeriksa payung terjun saya, untuk memastikan bahwa semuanya beres Rasa cemas yang saya alami ltu memang tldak saya sembunyikan. Esok paginya, dalam truk yang membawa kami dari Margahayu ke Husein Sastranegara, saya menoleh ke arah rumah sakit yang kami lalui. Kata pelatih kami, ke situlah para penerjun yang nahas akan dikirim. Kalau setengah nahas, mungkm masih akan beruntung dimandikan oleh para suster. Kalau nahas komplet, pasti langsung dimandikan oleh Pak Modin. Kami lalu mencoba menyanyi bersama. Its a Long Way to Tipperary terdengar sumbang. Di Husein Sastranegara, kami langsuns mengantre toilet, untuk melepas ketegangan. Kami sadar benar risiko kegagalan yang kami hadapi. Karena itu, kami mempersiapkan dan dipersiapkan sedemikian rupa untuk memperkecil risiko kegagalan itu. Rasa cemas dan takut gagal, itulah pokok pembicaraan kita kali ini. Siapa, sih, yang belum pernah mengalami rasa cemas? Terutama pada saat lesu seperti sekarang ini, ketika kepastian merupakan hal yang langka. Sampai-sampai ada seorang eksekutif berkata, "Tiap berangkat ke kantor, saya rasanya seperti pergi ke kasino. Apakah hari ini saya akan membuat keputusan yang bakal mengangkat bisnis atau malah menghancurkannya. Dan itu cocok dengan sebuah pepatah: if you don't throw the dice, you will never land a six. Mark H. McCormack dalam buku larisnya What They don 't Teach You at Harvard Business School mengatakan bahwa rasa cemas atau takut gagal justru merupakan faktor motivasi yang hebat dalam bisnis. "Kalau seseorang tidak pernah khawatir akan kegagalannya, mungkin ia juga tak peduli akan arti keberhasilan," tulis Mark. Bjorn Borg, contohnya, adalah petenis yang dikenal "dingin" di lapangan. Padahal, ia mengakui, pada titik-titik tertentu ia begitu tercekam kccemasan dan harus memeras konsentrasi untuk dapat tetap mengembalikan bola. Ketakutannya untuk gagal begitu besar karena kemauannya untuk sukses justru lebih besar lagi. Tugas menjual, sebagai salesman, adalah salah satu jenis tugas yang secara konstan menghadapkan para pctugasnya kepada ketakutan akan kegagalan. Takut ditolak, takutgagal menjual, adalah masalah terbesar yang dihadapi para salesman. Setiap kali ia turun dari mobil dan memasuki toko untuk menjual, ia sudah memasuki the game of chance itu. Nasibnya hanya ditentukan oleh jawaban pemilik toko: membeli atau tidak membeli. Apa pun yang kita jual, barang ataupun jasa, sebenarnya kita "menjual" diri kita sendiri. Kita menempatkan ego kita sendiri di garis depan. Kalau bau keringat kita sudah tercium dari jarak tiga meter, atau mulut kita mengumbar bau mulut buaya yang berpuasa seminggu penuh, boleh jadi kita sudah ditolak sebelum mulai menjual. Tetapi, salesman terbaik pun tak pernah tak ditolak. Menjual memang merupakan sesuatu yang personal. Sedangkan menolak tawaran tidak selalu personal. Belajar menerima penolakan tidak berarti harus menyukainya. Menjual sebenarnya bukan melulu pekerjaan salesman. Salesmanship dituntut pada hampir segala segi kehidupan. Kita menjual gagasan kepada atasan agar ia mau menaikkan gaji kita. Anak-anak berusaha menjual kepada orangtuanya agar ia boleh bermalam Minggu hingga pukul 12. Istri menjual kepada suami agar diperbolehkan memendekkan rambutnya. Kita semua mengenal the power of persuasion, dan the art of negotiation. Dan kita semua telah berpengalaman untuk menghindari jawaban "tidak". Menjual secara efektif merupakan gabungan antara kesabaran dan ketekunan, serta kepekaan terhadap situasi. Salesman perlu mengetahui kapan saatnya ia, pada akhirnya, "memaksa" pembeli membeli produk yang ditawarkannya. Ia juga harus yakin sepenuhnya akan apa yang ditawarkannya. Soalnya, keyakinan adalah sesuatu yang menular. Begitu juga keragu-raguan. Dan keyakinan terhadap apa yang ditawarkannya itu akan menimbulkan kesadaran baru: bahwa sesungguhnya ia tidak merepotkan atau mengganggu, tetapi Justru membantu bisnis pelanggan yang dikunjunginya. Bagaimanapun, toko memerlukan aneka ragam barang. Kalau bukan salesman yang membawanya, siapa lagi? Kunci untuk menghindari kegagalan adalah persiapan. Konfusius mengajarkan: dalam segala hal, keberhasilan hanya ditentukan oleh persiapan. Tanpa persiapan, yang ada hanyalah kegagalan. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus