INDONESIA bukan lagi kawasan yang bebas AIDS. Kenyataan pahit yang sulit dielakkan ini -- antara lain karena penyakit yang beberapa tahun terakhir ini amat menghebohkan itu sudah berjangkit di 71 negara -- sekarang rupanya menjalar kemari. Di Jakarta beberapa korban penyakit menular itu sudah positif ada. Ditemui wartawan TEMPO Bambang Harymurti, Senin pekan ini, Prof. Dr. Roekmono, Direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM), Jakarta, membenarkan hal itu. "Kami memang sudah menemukan beberapa kasus," katanya. Malah, diakuinya juga bahwa seorang di antara korban itu sudah meninggal dunia. RSCM sudah sejak tiga tahun lalu dijadikan salah satu tempat menyediakan peralatan mendeteksi AIDS. Tapi, dengan alasan, "Itu wewenang Departemen Kesehatan," guru besar FK UI ini menolak mengungkapkan perincian penemuan yang belum pernah disiarkan itu. Roekmono agaknya memang harus menahan diri. Sebab, Departemen Kesehatan sendiri rupanya belum sepenuhnya siap mengumumkannya. Kepada TEMPO Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (P2MPLP) M. Adhyatma, misalnya, cuma menyebut ada "kemungkinan" itu, meskipun "akan kecil sekali". Sebab, katanya, sumber penularan, di antaranya turis asing, banyak berdatangan kemari sedikitnya dari 28 negara. Mereka masuk tanpa diperiksa dulu. Para turis boleh jadi bisa dituding sebagai salah satu penular AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome), penyakit yang menghancurkan sistem pertahanan tubuh itu. Adalah karena ini, September tahun lalu, umpamanya, Bali, daerah wisata yang banyak didatangi para bule itu, sempat menggegerkan karena disebut-sebut sudah dicemari virus penyakit menular ini. Sinyalemen itu mula-mula dilansir Menteri Kesehatan Soewardjono Soerjaningrat, yang menyebutkan ditemukannya lima kasus AIDS di Pulau Dewata itu. Tapi belakangan, mungkin karena ramainya reaksi terhadap pernyataan itu, juga karena kemudian dibantah oleh Kanwil Depkes setempat, sinyalemen tadi dibantah sendiri oleh Menteri. Bahkan Depkes segera mengeluarkan siaran pers yang berisi beberapa penjelasan mengenai AIDS. Akibatnya, memang makin banyak orang bicara soal AIDS. Dan kecemasan pun muncul dari masyarakat. Hingga lewat Menko Kesra Alamsyah, tak kurang Presiden Soeharto sendiri sempat menitipkan pesan agar masyarakat diberi lebih banyak penjelasan tentang wabah yang mula-mula ditemukan berjangkit dan diramaikan sekitar lima tahun lalu di Amerika Serikat itu. Penyakit yang kini sudah menghebohkan di hampir seluruh benua itu memang punya daya bunuh yang ampuh. Akan menimbulkan kematian paling lama 23 bulan setelah virus itu positif masuk ke dalam tubuh korban. Dan gawatnya, obat penyakit ini hingga kini belum bisa ditemukan (lihat Serangan Lewat Pelacur Homo). Pernah disebut sebagai penyakit kaum homoseksual, AIDS bisa berjangkit subur di semua negera yang tingkat penyalahgunaan eks (terutama homo) dan narkotiknya tinggi. Pada 1983, misalnya, WHO pernah mengumumkan, berdasarkan laporan dari negeri yang terkena penularan virus penyakit ini, bahwa sudah 33 negara dimasuki wabah penyakit itu. Angka ini meningkat jadi 71 negara pada 1985 . Banyak negara, termasuk Indonesia, berusaha keras menghindar dari cengkeraman wabah penyakit baru ini. Di Jakarta, upaya ini terutama dilakukan pemerintah, dengan melengkapi RSCM dengan peralatan pelacak virus AIDS yang canggih, seharga Rp 25 juta sejak tahun lalu. Di bawah pengawasan ahli-ahli hematologi, RSCM pun lalu ditetapkan sebagai tempat pengetesan AIDS pertama di Indonesia. Malah empat bulan lalu, atas saran Menteri Kesehatan sudah pula dibentuk satu tim peneliti AIDS. Dipimpin oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes, Prof. A.A. Loedin, tim yang terdiri atas 8 ahli dari FK UI, PMI, dan beberapa direktorat lain di Lingkungan Depkes ini bertugas memberikan saran tentang pelbagai masalah tentang AIDS. "Misalnya, memberikan saran pencegahan kepada Ditjen P2MPLP, diteruskan ke semua klinik dan puskesmas di tempat masing-masing," kata Loedin. Namun, hingga kini belum pernah diumumkan adanya penemuan sebuah kasus AIDS. Mula-mula ini bisa jadi membanggakan. Sebab, di tengah beruntunnya pengumuman dari sejumlah negara di Asia, seperti Arab Saudi, Kuwait, Jepang, Muangthai, tentang penemuan kasus penyakit baru itu di negeri mereka, Indonesia toh adem ayem. Padahal, tiga tahun lalu, Nusantara ini pernah gempar. Yakni, ketika Dokter Zubairi Djoerban, 39, staf di Subbagian Hematologi RSCM, mengumumkan hasil penelitiannya yang mengisyaratkan indikasi adanya virus wabah itu di kalangan para waria yang setiap malam beroperasi mencari teman kencan di daerah Taman Lawang, Jakarta Pusat. Ada 30 waria yang diteliti Zubairi waktu itu. Dan dia lalu menemukan setidak-tidaknya dua waria dicurigai terkena virus AIDS. Namun, seperti kasus heboh di Bali hasil penelitian ini juga dibantah. Zubairi sendiri kemudian mengakui hasil penelitiannya tak begitu sahih. Maka, kabar tentang AIDS pun lenyap lagi. Indonesia aman dari AIDS? Ternyata, tidak. Pekan lalu, sebuah sumber memberitahukan, diam-diam wabah ini sudah berjangkit di Jakarta. Sedikitnya ada 10 orang, beberapa di antaranya calon tenaga kerja Indonesia (TKI), yang diperiksa di RSCM, positif kena virus penyakit berbahaya itu (HTLV III). Seorang di antara mereka adalah wanita seperti sudah diakui sendiri oleh Roekmono -- adalah korban yang terkena virus yang diduga lewat transfusi darah. Ibu tiga anak ini 7 Januari lalu sudah meningggal dunia di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta (lihat Hari-Hari terakhir Korban AIDS). Sumber TEMPO mengatakan, hingga kini terdapat tiga penyimpan virus AIDS lagi yang kini masih terus dipantau perkembangannya di RSCM. Tapi, baik Roekmono maupun bagian yang menangani pengujian virus itu yang dihubungi berulang-ulang oleh tim wartawan TEMPO belum mau memberikan penjelasan lebih terinci. Malah, Dr. A. Harryanto Reksodipoero, Kepala Subbagian Hematologi Dewasa dan Onkologi Medik RSCM dan stafnya Dokter Zubairi Djoerban, sama-sama angkat bahu, ketika ditanya soal pasien itu. Kecuali konfirmasi, RSCM sendiri, seperti diucapkan Roekmono, memang belum ada lagi yang bisa memberikan keterangan lebih lengkap tentang kasus yang baru pertama kali diketahui ini. Ada kekhawatiran rupanya buat Departemen Kesehatan untuk mengungkap kasus penularan virus yang sulit dibendung ini. Padahal, WHO sendiri pernah mengungkapkan bahwa lambat laun, setidak-tidaknya sampai 1992 semua negara di dunia ini tak bakal bisa mengelakkan beberapa warganya -- petualang seks, pecandu narkotik, dan penderita penyakit darah -- lolos dari pagutan virus penyakit ini. Pemerintah Malaysia-dan Muangthai misalnya tanpa ragu-ragu mengumumkan hal itu. Pemerintah Arab Saudi juga mengumumkan warganya, seorang dewasa dan seorang anak berusia 2,5 tahun, meningggal dunia karena AIDS, Januari lalu. Raja Fahd sendiri mengumumkan negerinya sudah tercemar virus HTLV III. Karena itu, Arab Saudi kini, selain menyeleksi masuknya turis asing, juga memperketat masuknya pekerja asing. Dan para calon pekerja dari Indonesia termasuk yang diharuskan bersih dari virus AIDS. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sudah mengirim pemberitahuan agar negara-negara yang ingin mengirimkan calon tenaga kerja mereka mengetes sendiri warganya. Kalau mulai 1 April ini, Subbagian Hematologi di RSCM tampak sibuk memeriksa para calon TKI, harap maklum. Itu karena memenuhi anjuran tersebut. Dan hanya agak kebetulan, jika beberapa calon TKI dalam pemeriksaan -- sebelum ditetapkannya keputusan wajib tes yang dikeluarkan Menteri Tenaga Kerja Sudomo, 21 Maret 1986 itu, ternyata ada yang tercemar darahnya oleh virus AIDS. Entah dari mana asalnya. Inilah yang sampai kini belum diketahui. Sebab, sumber penularan memang bisa beragam. Dari luar negeri para turis bisa memindahkannya lewat darah yang mereka sumbangkan ke PMI di sini. Atau lewat "teman kencan" mereka (para WTS dan waria) yang beroperasi di pelbagai tempat. Dengan masa tunas (inkubasi) yang sangat bervariasi, banyak korban penyakit ini tak segera mengetahui bahwa mereka terserang AIDS. Ditambah sikap masa bodoh mereka, seperti yang diperlihatkan sejumlah waria yang diwawancarai Gatot Triyanto dari TEMPO, tampaknya bakal menyebabkan ancaman virus ini bisa serius. "Kami tahu, kami disebut kaum yang berisiko tinggi untuk wabah AIDS. Tapi, kami tak takut. 'Sak bodo aja," kata Myrna, alias Bambang Wisnu Pribadi, 40, pimpinan Persatuan Waria DKI. Melemparkan senyum genit, ia, yang sudah 25 tahun menjalankan profesi sebagai wanita bayaran dan memimpin sekitar 2.000 waria di seluruh DKI mengaku tahu dan pernah mendengar penyakit ini. Namun, seperti dicetuskan temannya sesama waria, Farah Knefeel, alias Denny Ronald Kneefel, 27, jebolan FE UI, tingkat III, "Biarlah AIDS. Kalau mati pun, tak apa-apa." Masih banyak yang tak tahu ancaman AIDS. Juga di Muangthai misalnya. Di negeri itu, sejak Juli tahun lalu, digencarkan kampanye kesadaran bahaya AIDS oleh sebuah Komite Pengawasan AIDS. BERADA di bawah Depkes, komite ini tak cuma menunggu datangnya para tersangka AIDS. Tapi, mendatangi tempat yang jadi pusat berkumpulnya kaum berisiko tinggi tadi ke pelbagal klub malam dan panti pijat, terutama yang sering didatangi turis asing, yang tahun lalu mendatangkan pemasukan devisa Rp 1 milyar lebih buat Muangthai. "Dengan cara itu, kami berusaha menahan penularan lebih luas," kata Dr. Vinij Asavesana, Dirjen Pengawasan Penyakit Menular Muangthai kepada Yuli Ismartono dari TEMPO. Muangthai memilih sikap terbuka untuk melawan wabah baru ini. Sikap serupa diperlihatkan Malaysia. Negeri serumpun ini tahun lalu tercemar AIDS, lewat seorang pemuda keturuan India. Tapi, karena AIDS yang diidap pemuda yang tak disebutkan namanya itu belum parah, baru tingkat carrier, bujangan yang diketahui mendapat penyakit dari sesama temannya pecandu narkotik itu bisa ditolong. Ia sembuh dengan bantuan perawatan yang dibiayai pemerintah dan kemudian dikembalikan ke rumahnya di Johor. Sejak itu, pemerintah Malaysia kemudian mulai mempropagandakan upaya menghindarkan AIDS, lewat acara televisi, misalnya. "Kami berpendapat, tak ada gunanya bersikap tertutup," kata Dr. Abdullah Abdurahman, Direktur Pelayanan Masyarakat Malaysia kepada Ekram H. Attamimi dari TEMPO. Apakah kita akan meniru atau tidak jejak negeri tetangga kita? Tentunya, kalau benar wanita yang meninggal itu benar-benar karena AIDS, mestinya tak ada alasan bagi Depkes untuk tidak memberitahukan persoalannya kepada masyarakat banyak. Marah Sakti Laporan Ahmed Soeriawidjaja & Agus Basri (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini