Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kebidanan dan kandungan di RS Cipto Mangunkusumo, Tricia Dewi Anggraeni, mengatakan perempuan harus mewaspadai tanda keputihan yang menjadi cikal bakal infeksi virus penyebab kanker serviks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang diperhatikan keputihan apapun itu tidak sembuh, tetap berlanjut kalau enggak diobati. Apalagi disertai bau yang tidak sedap, anyir, gatal, perih, itu harus memeriksakan diri,” jelas Tricia, Selasa, 3 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan kanker serviks tidak memiliki gejala khusus selain adanya keputihan yang disebabkan virus yang sangat berbau. Wanita sering tidak menyadari dan cenderung menyepelekan keputihan yang terjadi pada vagina sehingga rata-rata pasien datang berobat sudah dalam stadium lanjut atau terlambat.
Secara umum, ia mengatakan vagina memiliki bakteri yang menguntungkan seperti lactobacillus yang ada pada usus, yang mempertahankan asam dan pH pada vagina. Jika asam berubah karena infeksi, jamur dan bakteri akan beraksi, yang menimbulkan rasa perih dan gatal serta perbedaan bentuk cairan putih yang keluar.
“Pada kondisi asam sekitar vagina berubah maka bakteri yang tadinya diam mulai bereaksi. Kalau jamur timbul rasa gatal, kalau bakteri agak perih, bentuknya juga beda. Kalau jamur putih kental, kalau bakteri putih seperti susu basi dan dia warnanya beda, berbau, dan tidak hilang kalau tidak diobati,” paparnya.
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan dari beberapa jenis keputihan yang bisa terjadi, yang paling dikhawatirkan adalah adanya kanker leher rahim atau serviks. Ada beberapa tipe risiko kanker serviks, dari yang rendah hingga tinggi. Namun, yang paling umum terjadi adalah tipe HPV 16 dan 18. Jika didapati ada virus tersebut harus diperiksakan ke dokter dengan melakukan pemeriksaan menggunakan cocor bebek dan melihat leher rahim.
“Bagi yang sudah pernah melakukan pemeriksaan virus HPV ada 16 dan 18 harus lebih aware karena sudah terjadi perubahan pada leher rahimnya, tahyunya harus periksa ke dokter,” saran Tricia.
Faktor risiko keputihan yang disebabkan infeksi human papilloma virus (HPV) ini salah satunya adalah wanita yang aktif melakukan hubungan seksual. Selain itu, wanita yang sering melahirkan juga memiliki faktor risiko mengalami kanker serviks jika didapati ada virus HPV 16 dan 18 di leher rahim.
Keputihan normal dan tidak
Tricia menjelaskan umumnya keputihan atau cairan putih yang keluar dari vagina terbilang normal jika mengikuti siklus hormonal atau fase emosional seperti akan menstruasi atau sesudahnya, sedang hamil atau kelelahan, yang ditandai dengan cairan putih cerah atau kuning terang, tidak berbau dan tidak gatal.
Sementara keputihan yang tidak normal bisa dibedakan dari infeksi seperti penyakit yang disebabkan hubungan seksual atau bakteri dan jamur yang berkembang di sekitar vagina akibat asam atau pH yang berubah. Perubahan itu ditandai dengan rasa gatal, cairan putih kental dan berbau.
Selain itu, keputihan juga ada yang tidak berhubungan dengan infeksi, seperti lansia yang sudah menopause karena dinding vagina yang menipis, dan orang yang meminum antibiotik dalam jangka waktu lama sehingga jamur di vagina menjadi dominan.
Ia mengatakan setiap wanita bisa berisiko terkena kanker serviks. Ia pun menyarankan untuk tidak ragu memeriksakan diri setidaknya setahun sekali dan membiasakan hidup sehat serta setia pada satu pasangan. Jika ada keluhan keputihan segera berobat dan jangan menolak jika ada pemeriksaan tambahan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.
Pilihan Editor: 8 Cara Mengatasi Keputihan Secara Alami, Mudah dan Efektif