Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian baru-baru ini menemukan seng dan vitamin C tidak membuat perbedaan signifikan dalam mengurangi durasi gejala Covid-19. Hal tersebut merupakan hasil temuan studi oleh Cleveland yang diterbitkan di jurnal JAMA Network terhadap 214 pasien Covid-19 yang diberi 50 miligram seng dan 8.000 miligram vitamin C selama 10 hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasien itu rata-rata berusia sekitar 45 tahun. Mereka menjawab survei virtual tentang gejala virus, efek samping, rawat inap, dan pengobatan lain. Peneliti menyebut data menunjukkan sebagian besar pasien mengalami gejala ringan dengan sedikit yang menderita kasus parah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilaporkan pasien mencapai penurunan gejala 50 persen setelah 6,7 hari dengan perawatan biasa, 5,5 hari jika diobati dengan vitamin C, 5,9 hari dengan seng, dan 5,5 hari untuk pengobatan kombinasi.
“Temuan ini memberi kesan pengobatan dengan seng, asam askorbat, atau keduanya tidak mempengaruhi gejala virus corona baru,” catat para penulis, seperti dikutip Fox News.
Peneliti mengakhiri uji coba lebih awal karena suplemen tidak berpengaruh terhadap gejala. Mereka mencatat empat peristiwa serius, termasuk tiga kematian akibat Covid-19 yang diyakini tidak terkait dengan pengobatan. Mereka juga mengatakan ada bukti yang tidak konsisten untuk seng dan vitamin C sebagai pengobatan yang bermanfaat untuk masuk angin.
Penulis studi Cleveland Clinic mencatat seng membantu sel melawan infeksi dan meningkatkan sistem kekebalan. Sementara vitamin C adalah antioksidan yang mungkin berperan dalam respons kekebalan. Kendati demikian, peran vitamin C dan seng dalam mengobati penyakit dari virus corona masih kurang jelas berdasarkan bukti yang ada.
“Seng glukonat dosis tinggi, asam askorbat, atau kedua suplemen tidak mengurangi gejala Covid-19. Sebagian besar konsumen asam askorbat dan seng mengonsumsi suplemen ini dengan dosis yang lebih rendah, padahal dosis tingginya pun menunjukkan kurangnya kemanjuran,” tulis peneliti.
Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan seperti kurangnya kelompok plasebo dan desain tabel terbuka, yang berarti pasien mengetahui pengobatan apa yang diterima. Saat ini, penelitian lain di Cina dan Amerika Serikat sedang memeriksa apakah vitamin C dapat menurunkan kegagalan pernapasan pasien Covid-19.
Sejauh ini, vitamin D dan E disebut bermanfaat untuk meningkatkan imun tubuh. Seperti dilansir Times of India, vitamin D sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Selain memastikan tulang dan gigi yang kuat, vitamin itu juga membangun kekuatan otot dan meningkatkan fungsi sel-sel dalam tubuh.
Nutrisi yang juga dikenal sebagai vitamin sinar matahari itu telah diklaim oleh para ilmuwan dan profesional medis dapat menurunkan risiko terinfeksi virus corona baru. Namun, seseorang harus berhati-hati dan menghindari konsumsi yang terlalu banyak karena mungkin memiliki efek buruk pada kesehatan.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, para peneliti menemukan bahwa sekitar 82,2 persen dari 216 pasien Covid-19 kekurangan vitamin D. Studi juga menyoroti prevalensi hipertensi dan penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi, yang menyebabkan masa tinggal di rumah sakit lebih lama.
Banyak penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa kadar vitamin D yang cukup dalam tubuh dapat mencegah virus corona memasuki sistem dalam tubuh dan juga dapat memastikan pemulihan yang lebih cepat pada pasien yang sudah mengidapnya. Sebuah studi yang dilakukan Universitas Boston menekankan jumlah vitamin D yang cukup dapat mencegah kondisi pasien Covid-19 semakin memburuk dan juga mengurangi kebutuhan oksigen.
Berdasarkan laporan itu, hanya 9,7 persen orang yang berusia lebih dari 40 tahun dan kekurangan vitamin D menyerah pada virus, sementara 20 persen orang yang memiliki kadar vitamin D yang cukup dalam tubuh menunjukkan pemulihan yang lebih cepat. Meskipun vitamin D dalam membangun respons kekebalan dan mencegah tubuh dari infeksi Covid-19 sangat penting, tapi asupan suplemen vitamin D yang berlebihan dapat berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Sesuai laporan National Health Services (NHS), mengonsumsi terlalu banyak suplemen dalam waktu singkat dapat menyebabkan hiperkalsemia, yang menggambarkan kondisi memiliki terlalu banyak kalsium dalam tubuh. Lantas, seberapa banyak vitamin D yang pas untuk tubuh?
NHS mengatakan untuk menghindari konsumsi lebih dari 100 mcg vitamin D dalam satu hari, baik itu orang dewasa atau anak-anak usia 11-17 tahun. Bagi kebanyakan orang, 10 mcg vitamin D sudah cukup. Konsumsi suplemen mungkin merupakan pilihan yang mudah, namun dianjurkan mengikuti cara yang lebih alami untuk mendapatkan vitamin D.
Berjemur di bawah sinar matahari atau konsumsi makanan kaya vitamin D selalu terbukti dan merupakan pilihan yang lebih baik. Satu hal yang pasti, sambil menunggu penelitian terbaru, di masa pandemi ini kita dituntut disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Semoga Anda tak bosan jika diingatkan pentingnya menjalankan 3M atau memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun di air mengalir, dan menjaga jarak. Begitu pula jika diingatkan soal 5M, yakni 3M di atas ditambah menghindari kerumunan dan mencegah mobilisasi dan interaksi untuk mencegah penularan Covid-19.