Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI jauh orang-orang itu terlihat aneh. Mengingatkan kita pada Avatar, sebuah film layar lebar. Tubuhnya superjangkung dengan komposisi ”kaki” yang jauh lebih panjang. Gerakannya juga lebih ciamik: kadang melompat tinggi, berlari kencang bak melayang, melangkah panjang. Mereka pun tampak mencolok di antara kerumunan peserta Hari Bebas Kendaraan Bermotor di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Ahad dua pekan lalu. Ketika 30-an orang itu berjalan atau lari berombongan, orang-orang yang berpapasan langsung menoleh. Bila kelompok jangkung itu beratraksi, orang pun makin terpana.
Itulah gaya Skyrunner Community, kumpulan orang yang berolahraga dengan peranti baru, berupa pegas dari baja berbentuk lengkung, namanya skyrunner, diikatkan pada kaki mulai lutut ke bawah. Alat itu memberikan aksi balik atas berat badan dan tekanan dari pemakainya. Jadinya membal-membal sejauh dan sekuat jejakan kaki mereka.
Dalam tiga bulan terakhir ini orang-orang ber-skyrunner itu mewarnai ”panggung” hari Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta. ”Memperkenalkan sekaligus menambah anggota baru,” kata Junidianti, 28 tahun, Koordinator Skyrunner Community. Mereka berolahraga sambil beratraksi.
Aksi dimulai dengan berlari bersama dari Bundaran Hotel Indonesia menuju ke Monumen Nasional, kemudian balik lagi dan beratraksi di tempat semula. Pesertanya 20-30 orang. Pada Minggu tidak bebas kendaraan bermotor, mereka pindah tempat di ruang publik seputaran Bintaro dan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Para pengguna skyrunner juga unjuk gigi dalam UrbanFest—ajang unjuk kreativitas perkotaan—di Pasar Seni Ancol, Jakarta, dua pekan lalu. Selama dua hari mereka mempertunjukkan aksi-aksi asyik seperti berlari berputar melingkar yang disebut lingkar berantai, dilanjutkan akrobat melompat dengan kaki mengangkang atau lompat bergantian. Pengunjung juga diberi kesempatan mencoba. ”Awalnya takut tapi lama-lama menikmati,” kata Junidianti.
Begitu tertarik, banyak kemudian yang membeli langsung di toko yang menjual alat tersebut. Menurut catatan Innovation Store—salah satu distributor skyrunner di Indonesia—selama UrbanFest dua hari itu terjual 25 unit. Di luar acara ini, tren pemesanan sejak skyrunner masuk Indonesia pertengahan tahun ini terus meningkat. ”Sekarang rata-rata 100 unit terjual setiap bulan, termasuk pemesanan dari daerah,” kata Epin, dari Innovation Store di Mal Taman Anggrek, Jakarta.
Junidianti meyakini olahraga skyrunner bakal makin marak. Karena olah raga ini melanjutkan tren meluncur di jalanan menggunakan alat seperti sepatu roda, inline skate, roller blade, dan skate board. Hingga kini anggota Skyrunner Community mencapai sekitar 150 orang, dan terus bertambah dalam setiap pekan.
Sebagai pegas yang menjadi kepanjangan kaki, fungsi pokok skyrunner adalah mendongkrak kerja kaki untuk melompat dan melangkah. Skyrunner seperti modifikasi egrang, alat permainan tradisional dari bambu untuk menambah panjang kaki, dan pogo stick, alat olahraga untuk menambah daya pantul.
Skyrunner sejatinya nama merek dagang. Sebenarnya alat semacam ini bernama powerskips, yang ditemukan Alexander Bock dari Jerman. Alat ini dikenal dengan nama stilts, tapi untuk menghormati penemunya, sering juga disebut powerbocks atau bock saja. Di Indonesia, alat ini dikenal sebagai skyrunner, meski kata ini bila diartikan lebih mengarah pada orangnya, bukan alatnya.
Dengan tekanan maksimal, pemakai skyrunner bisa melompat hingga tiga meter. Karena sifatnya yang memantulkan dan membuat kaki bertambah panjang, otomatis langkah kaki pun makin lebar. Jika berlari, kecepatan bisa terus meningkat hingga mencapai 30 kilometer per jam, setara dengan laju kendaraan di jalanan ramai atau seperti kuda yang berlari kencang.
Dengan fungsi pokok itu, pengguna skyrunner selalu tertantang mengeksplorasi variasi aksi. Marthien Fourthano Latuconsina, 23 tahun, misalnya, di setiap acara kumpul selalu mengeksplorasi gerakan baru. Kini dia sudah bisa mengangkang di udara. Targetnya bisa koprol ke depan dan belakang (back flip atau front flip). ”Puas dan bangga kalau bisa menguasai jurus baru,” katanya sambil menunjukkan bekas luka di tangan karena terjatuh setelah melakukan aksi ekstrem dalam acara UrbanFest.
Tidak hanya demi gaya dan keren, pengguna skyrunner juga wajib mengutamakan keselamatan, apalagi jika jalanan sedang licin atau sedikit berlumpur. Ketika Tempo mencoba, awalnya terasa berat. Jangankan melompat, untuk berdiri tegak tanpa berpegangan saja sulit. Setiap berdiri langsung jatuh, karena sulit menjaga keseimbangan dari badan yang membal-membal setiap bergerak dan tumpuan penampang yang lebih kecil daripada telapak kaki. Tapi, begitu alat dan tubuh menyatu, sudah seperti bagian dari kaki, gerakan selanjutnya menjadi mudah.
Kontrol keseimbangan memang penting. Skyrunner pun tidak sekadar melatih kaki yang dibebani alat seberat empat atau enam kilogram (masing-masing untuk berat badan sekitar 60 dan 90 kilogram). Koordinasi otak dengan badan dan tangan pun mutlak untuk keseimbangan. Tak aneh bila alat ini diklaim efektif untuk olahraga jantung, pembentukan otot, dan pembakaran lemak. ”Kalori yang keluar sangat besar,” kata Marthien. Memang, selama sepuluh menit mencoba, badan langsung kuyup keringat, padahal baru untuk berjalan saja. ”Main 15 menit setara dengan 40 menit aerobik,” tutur Karl Martin Tendean, 27 tahun, pegiat skyrunner di Bali.
Menurut Karl, aksi-aksi skyrunner di luar negeri jamak dilakukan di pusat kebugaran. Latihannya di atas matras untuk mencegah cedera parah bila terjatuh. ”Jadi olahraga serius tapi sangat mengasyikkan,” katanya.
Karl memang rajin mempelajari skyrunner. Pertama kali dia mengenalnya dua tahun lalu, saat menonton pertunjukan teater bertema The Lord of the Rings di Inggris via televisi kanal luar. ”Lucu, ada yang melompat-lompat dengan itu,” dia mengisahkan. Di luar negeri olahraga ini memang sudah umum. Pernah ditampilkan untuk membuka Olimpiade di Beijing 2008, juga dilombakan. Di Australia sudah ada kompetisinya.
Setelah itu, Karl berburu dan baru setahun kemudian mendapatkannya. Dia kemudian membeli dari Australia melalui penjualan online. Tidak berhenti memakai sendiri, dia pun memesan 40 unit untuk dijual lagi. ”Saya berani karena ini baru dan menarik.”
Karl, yang berdomisili di Bali, juga merintis komunitas, yakni Skyrunner Indonesia. Anggota dan kegiatannya belum begitu banyak. ”Skyrunner akan marak awal tahun depan,” Karl memprediksi. Di Bali, sejauh ini, dia mengenalkannya dengan cara ber-skyrunner setiap hari libur di ruang publik, misalnya di kawasan Renon, Denpasar, atau di trotoar pinggir pantai. ”Banyak yang tertarik.” Dari catatan Karl, pemesanan bahkan datang dari luar daerah seperti Medan, Kalimantan Timur, Bandung, dan Surabaya.
Di Bandung, tren ini juga mulai menggeliat. Coba tengok pada saat Car Free Day di sepanjang Dago setiap pekan, sudah ada sekitar sepuluh orang yang rutin ber-skyrunnner. ”Awalnya sendiri, lalu anggotanya terus bertambah,” kata Agus Aria, 20 tahun, pegiat skyrunner di Bandung. Kegiatannya sama dengan di Jakarta, lari-lari kemudian mencari spot yang tepat untuk melompat-lompat beratraksi.
Agus berkenalan dengan skyrunner sejak Juni lalu. Dia menikmati dan terus mempelajari trik-trik variasi meski kadang dibayar cedera. Untuk menguasai teknik koprol di udara, misalnya, dia sampai mengalami cedera tulang punggung. ”Istirahat sepuluh hari,” katanya. Tapi tidak kapok, dan terus menekuni. ”Yang jelas fun, mah.”
Harun Mahbub
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo