Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semula, Lanawati tidak tahu bahwa berpuasa menyehatkan badan. Maklum, perempuan 51 tahun itu nonmuslim dan tidak menjalankan puasa pada bulan Ramadan seperti saat ini. Namun, setelah mengunjungi Healthy Choice, pusat kesehatan yang menerapkan terapi puasa sebagai salah satu cara penyembuhan, pendapat Lanawati pun berubah. Warga Villa Melati Mas, Serpong, Tangerang ini percaya bahwa puasa itu menyehatkan. Selain sembuh dari gangguan hati (liver) dan sakit persendian kaki, berat badannya juga turun enam kilogram. Lanawati merasa lebih bugar.
Memang, puasa yang dijalani Lanawati tidak sama dengan puasa orang muslim, tanpa makan dan minum selama sekitar 14 jam. Dia hanya berpuasa makanan padat selama 17 hari. Sebagai gantinya, dia minum jus sayur dan buah yang diberikan klinik. ”Rasanya tidak ada yang enak,” katanya sambil tertawa. Untungnya, Lanawati menjalani terapi pada bulan Ramadan, sehingga dia tidak merasa tergoda berbagai makanan.
Lanawati adalah satu dari pasien Healthy Choice yang menjalani terapi puasa. Klinik yang terletak di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, itu sebenarnya mengkhususkan diri pada detoksifikasi atau mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Untuk itulah, selain berpuasa makanan padat, Lanawati juga mendapat terapi pembersihan usus besar dengan colon hydrotherapy. ”Meskipun masih boleh mengkonsumsi jus, terapi puasa bukan hal gampang,” kata Riani Susanto, dokter yang mendalami detoksifikasi sekaligus pendiri Healthy Choice.
Pasalnya, untuk memperoleh hasil maksimal, puasa dengan jus ini harus dilakukan minimal tiga hari berturut-turut sebulan sekali atau lima hari berturut-turut dua bulan sekali. ”Pagi, siang, malam, kalau lapar hanya minum jus dan air putih,” katanya. Jus yang dipilih juga tidak sembarangan tetapi dibuat dari buah dan sayur organik yang bebas pestisida.
Menurut Riani, asupan dalam bentuk cair, selain mengistirahatkan organ tubuh dari kegiatan mencerna makanan, juga memperlancar proses pengeluaran racun tubuh. Inilah alasan kenapa orang yang menjalani puasa jenis ini diharuskan tetap minum pada siang hari. ”Kalau puasa Ramadan yang tidak boleh minum di siang hari, proses pengeluaran racun lebih lambat karena tubuh kekurangan cairan,” ujar lulusan Southern College of Naturopathic Medicine, Waldrom, Arkansas, Amerika Serikat ini.
Menurut Riani lagi, secara alami tubuh memiliki mekanisme membuang racun, yaitu melalui organ hati, ginjal, kulit, paru-paru, kelenjar getah bening, dan usus besar. Cuma, fungsi organ-organ pembuang racun ini bisa menurun. ”Apalagi bila tubuh terbiasa mengkonsumsi makanan siap saji, terlalu manis, kafein, dan mengandung pengawet,” tuturnya.
Racun yang masuk ke tubuh pun—lewat makanan atau polusi—tidak semuanya terbuang. Lama-kelamaan akan bertumpuk dan mengganggu proses metabolisme tubuh. Muncullah berbagai gangguan, mulai dari pegal-pegal, pusing hingga penyakit jantung, hipertensi, dan kanker. Nah, terapi puasa tak cuma bermanfaat mengeluarkan racun, tapi juga memberikan nutrisi organ-organ tadi, sehingga mereka bekerja lebih optimal.
Riani bukan sekadar berteori. Dia sendiri adalah die hard terapi puasa: terapi sudah rutin dia jalankan selama lima tahun. Hasilnya, semua keluhan yang pernah dirasakan, mulai dari jerawat, kista, hingga benjolan di payudara, sembuh dengan sendirinya. Bahkan perempuan 42 tahun ini tampak lebih muda dan segar.
Hanya, menjalankan terapi puasa ini butuh motivasi cukup tinggi. ”Soalnya, menahan godaan lapar bukan perkara mudah,” kata Riani, yang sempat berpuasa cuma minum air putih selama tujuh hari.
Terapi puasa yang dilengkapi dengan proses detoksifikasi lainnya, seperti yang ada di Healthy Choice, memang belum terlalu populer di Indonesia. Namun, menurut Riani, peminat klinik yang dibuka sejak 2004 ini makin banyak dalam setahun belakangan.
Sedangkan di negara Barat, terapi puasa dengan hanya mengkonsumsi jus cukup populer. Coba ketik fasting therapy di Google, pasti ditemukan puluhan informasi tentang terapi puasa. Di klinik dekat Pyrmont, Jerman, misalnya, dr. Otto Buchinger dan kawan-kawan menggunakan terapi puasa untuk menyembuhkan pasien penyakit kardiovaskuler, ginjal, kanker, hipertensi, depresi, diabetes, maag, dan insomania.
Begitupun di belahan timur bumi ini, yang dikenal sebagai asal terapi nonkonvensional seperti akupunktur, herbal, dan meditasi. Di Jepang, penelitian tentang puasa yang melibatkan ratusan responden sudah pernah dijalankan sejak 1976. Beberapa kali penelitian serupa dilakukan setelah itu, seperti oleh Department of Psychosomatic Medicine, Nagamachi Branch Hospital, Tohoku University School of Medicine, Sendai, Jepang. Mereka membuktikan, terapi puasa mampu menyembuhkan penyakit psikosomatik—penyakit fisik seperti nyeri lambung, pusing yang disebabkan tekanan kejiwaan atau stres—dan gangguan jiwa.
”Puasa adalah satu terapi penyembuhan alamiah yang paling luar biasa. Karena ini cara natural kuno, ”penyembuh” universal berbagai problem,” kata Elson M. Haas, dokter ahli nutrisi yang meneliti tentang ”keajaiban” puasa sejak 15 tahun lalu. ”Binatang saja secara insting berpuasa ketika sakit,” kata pendiri pusat kesehatan terpadu, Preventive Medical Center of Marin, San Rafael, California, Amerika Serikat.
Menurut Ari Fahrial Syam, dokter spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, efek positif puasa bagi kesehatan sebenarnya sudah diakui sejak ratusan tahun silam. Dr. Fredrick Hoffman dari Universitas Moskow, misalnya, sejak 1769 selalu menganjurkan pasiennya berpuasa. Menurut dia, puasa bagus buat kesehatan karena memberikan kesempatan pada tubuh untuk beristirahat dan memulihkan kekuatan fungsi organ (lihat infografik: Manfaat Puasa). Pendapat Hoffman hingga sekarang makin diyakini kebenarannya.
”Juga tak perlu takut terserang maag,” kata Ari dalam simposium mengenai puasa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, akhir September lalu. Sebab, menurut hasil penelitian, para penderita maag fungsional—yang kambuh karena makan tidak teratur, stres, dan sebagainya—justru akan sembuh jika berpuasa secara benar.
Khasiat puasa lain yang sudah dibuktikan melalui penelitian juga banyak. Dr. F. Azizi dari Fakultas Kedokteran di Universitas Teheran, Iran, misalnya, membuktikan puasa dapat menurunkan kadar gula darah, menurunkan kolesterol, dan juga menurunkan tekanan darah. Kata Haas, ”Puasa adalah dokter alami dan dokter bedah tanpa pisau.”
Nunuy Nurhayati
Manfaat Puasa
1. Otak banyak mengeluarkan omega 3 yang sangat dibutuhkan sel saraf.
- Menurunkan level lipid peroksidase, enzim penghasil zat radikal bebas.
- Menurunkan kadar kortisol dan memperbaiki mekanisme pelepasan hormon kortisol, yang berhubungan dengan stres dan kekebalan tubuh.
- Menyeimbangkan hormon pemicu perilaku agresif seperti adrenalin, vasopresin.
- Meningkatkan level dehidroepiandrosteron, hormon yang penting untuk optimalisasi fungsi otak.
2. Jantung sehat, karena otot-otot jantung berisitrahat cukup.
3. Organ hati dapat lebih optimal menyaring racun dan zat-zat yang tak berguna bagi tubuh.
4. Meningkatkan kolesterol darah HDL (baik) dan menurunkan lemak trigliserol yang merupakan pembentuk kolesterol LDL (jahat), sehingga mencegah stroke dan penyakit jantung.
- Memperlancar sirkulasi darah dan membantu sistem saraf menjadi lebih rileks.
- Menambah jumlah sel darah putih, yang berfungsi menjaga kekebalan tubuh.
5. Lambung dan sistem pencernaan beristirahat.
- Rasa lapar bisa menggerakkan organ-organ internal tubuh untuk menghancurkan atau memakan sel-sel yang rusak untuk menutupi rasa lapar. Ini baik untuk mengganti sel-sel lemah dengan yang baru.
6. Memberikan kesempatan kelenjar pankreas beristirahat.
- Meningkatkan sensitivitas hormon insulin dalam menormalkan kadar gula, sehingga mencegah penyakit diabetes tipe 2, yang disebabkan hormon insulin tidak sensitif lagi mengontrol gula darah.
- Mengurangi produksi radikal bebas yang mengganggu aktivitas kerja enzim.
7. Mencegah penyakit degeneratif, termasuk penyakit jantung, stroke, dan penuaan dini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo