Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dyah Pratitasari menghadapi kelahiran putra keduanya dengan tenang. Perempuan 33 tahun ini tidak pergi ke rumah sakit bersalin saat kontraksi mulai datang. Ia tetap berada di rumahnya di Jakarta sambil menyiapkan kamar untuk persalinan, berzikir, menyetel musik relaksasi, serta menyalakan lilin aromaterapi. Sedangkan suaminya memompa bola senam (gymnastic ball).
Setelah berdoa, Prita—begitu Dyah Pratitasari biasa disapa—memejamkan mata sembari mengelus perutnya. "Saya bilang ke janin saya, 'Mama sudah siap. Kalau kamu juga sudah siap, kasih Mama tanda, ya?'," katanya Selasa pekan lalu. Dari dalam perut, si jabang bayi "menjawab" dengan kembali memberikan kontraksi.
Hal selanjutnya yang ia lakukan adalah duduk di atas bola gymnastic sambil memaju-mundurkan pinggul (pelvic rocks). Setelah melakukan gerakan itu, dia mandi dengan air hangat. Saat itulah nyeri kontraksi berganti sensasi lain. Ternyata ketubannya pecah. Dari pemeriksaan bidan—yang sudah menginap di rumahnya beberapa hari—diketahui bahwa pembukaannya sudah lengkap.
Tak lama kemudian, Prita pun melahirkan Joserizal Zam Zam pada Maret tiga tahun lalu itu. Ia melahirkan dengan tenang, tanpa perlu mengejan atau intervensi dari bidan. Dua bidan hanya membantu memberikan layanan pasca-melahirkan.
Prita memutuskan melahirkan di rumah bukan karena tak mampu membayar biaya rumah sakit. Ia ingin melakukan apa yang kini dikenal sebagai gentle birth karena manfaatnya. Seperti namanya, ini adalah proses persalinan yang lembut dan tenang, dengan memanfaatkan semua unsur alami dalam tubuh manusia. Proses persalinan yang biasanya dilakukan di rumah itu kini mulai digemari, terutama oleh kaum urban. Sejumlah pesohor yang sudah memilih metode ini antara lain penyanyi Dira Sugandi dan Dewi Lestari.
"Gentle birth bukanlah metode, melainkan filosofi," kata Yessie Aprilia SSiT, MKes, bidan yang membantu persalinan Prita. Menurut master di bidang kesehatan ini, gentle birth merupakan sebuah pembelajaran bagi wanita untuk lebih mengenali tubuhnya. Tubuh sudah didesain alam untuk mampu melahirkan secara alami—seperti layaknya mamalia lain.
Perempuan yang berpraktek sebagai bidan sejak 1998 ini mengatakan setiap intervensi dalam persalinan akan menimbulkan trauma, baik pada ibu maupun bayi. Trauma kelahiran sudah banyak dibahas dalam sejumlah jurnal ginekologi. Situs kesehatan Medscape menyebutkan cedera mekanik akibat intervensi ibu atau tenaga medis dapat mempengaruhi kesehatan bayi.
Di Amerika Serikat, cedera yang diderita bayi saat kelahiran terjadi hampir dua persen dari total proses melahirkan. Enam-delapan bayi mengalami cedera dari 1.000 kelahiran dengan intervensi. Cedera umumnya terjadi pada tengkorak. Setelah lahir, bayi yang mengalami trauma muncul gejala iritasi pada saraf kranial, saraf utama pengendali organ. Pada bulan-bulan awal, umumnya bayi yang lahir lewat intervensi sering mengalami kolik (gangguan pencernaan) hingga sering menangis tanpa henti lebih dari tiga jam.
Manfaat juga dirasakan ibu yang bersalin dengan gentle birth. Tanpa mengejan, trauma atau nyeri pada ibu bisa sangat berkurang. Mereka juga tidak perlu ke rumah sakit, yang atmosfernya kerap menambah tegang. Cukup berada di rumah sendiri dan dikelilingi keluarga dan kerabat. Inisiasi menyusui dini pun bisa dilakukan dengan lebih mudah.
Kadang, untuk menambah kenyamanan saat melahirkan, metode ini digabung dengan metode lain, seperti hypnobirth (memakai hipnotis) dan melahirkan dalam air (water birth). Gentle birth dengan melahirkan di air ini dilakukan oleh Dewi Lestari. "Saya merasakan sendiri, tubuh saya itu tahu mau ngapain," katanya menceritakan bagaimana lututnya tiba-tiba tertekuk dan memutuskan jongkok dalam air untuk menghadirkan Atisha Prajna Tiara.
Menggabungkan metode gentle birth dengan melahirkan dalam air juga dilakukan Prita. Ketika bukaannya sudah paripurna, ia dan suami masuk ke kolam. Sang suami melakukan pijat endorfin dengan cara mengÂelus punggung dan memeluk Prita dari belakang. Lima menit kemudian, kepala Jose mulai turun. Prita lalu mengubah posisi dari berlutut menjadi setengah duduk, dengan punggung bersandar pada pinggir kolam.
Saat itulah ia mendapati bahwa bayi punya kemampuan keluar secara alami sehingga Prita tak perlu mengejan, sama sekali. "Yang saya lakukan hanya bernapas dan rileks, karena semakin tenang, terasa sekali si bayi keluar semakin lembut. Ternyata bayi dan tubuh kita bisa bekerja sama," ucapnya. Koneksi itu yang membuat jalan mulus kehadiran Jose di dunia.
Tidak semua gentle birth dilakukan di air. Ada juga yang dilakukan di tempat tidur. Sebaliknya, ada yang melahirkan di air tanpa memakai persiapan gentle birth. Intinya, gentle birth adalah melahirkan dengan nyaman, nyeri yang amat minimal, dan membiarkan bayi keluar secara alami.
Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Cabang Jakarta dr Frizar Irmansyah, SpOG-KFER, mengingatkan bahwa metode gentle birth masih kontroversial. Ada pro dan kontra soal keamanan melahirkan tanpa intervensi ini. "Belum teruji, meski belum ada juga laporan komplainnya," katanya. Ia bahkan ragu persalinan dapat dilakukan tanpa pengejanan.
Gentle birth tentu tidak bisa dilakukan begitu saja. Ada proses yang harus dilalui. Langkah adalah menghapus pikiran bahwa persalinan merupakan proses yang menyakitkan. Menurut Yessie, cara mengubahnya bisa dengan hipnotis, konsultasi psikologis, dan edukasi.
Hal ini, menurut Frizar, sebenarnya sudah dilakukan dalam persalinan normal di rumah sakit. Membuat ibu rileks mendorong hormon endorfin, yang bersifat mengurangi rasa nyeri atau analgesik. "Endorfin adalah morfin alami," ujar Frizar, yang ditemui di kamar prakteknya di RS Pusat Pertamina, Jakarta.
Selain mempersiapkan mental, Yessie mengatakan, ibu perlu melakukan persiapan fisik selama kehamilan, seperti rajin melakukan senam hamil dan yoga. Langkah ini bisa mengurangi gangguan kehamilan, misalnya posisi jabang bayi yang sungsang.
Frizar mengingatkan pentingnya pemeriksaan semasa kehamilan untuk melihat risiko yang menyebabkannya tak bisa melahirkan secara normal. Yang disebut kehamilan berisiko antara lain ibu dengan preeklampsia (gejala darah tinggi atau hipertensi), ketuban pecah dini, dan kehamilan pasca-operasi caesar.
Ibu hamil yang tekanan darahnya tinggi tentu kelahirannya memerlukan intervensi dokter. Adapun jika ketuban pecah dini, Frizar menjelaskan, bayi harus segera dikeluarkan. Entah dengan cara divakum, diinduksi, entah dioperasi. Jika air ketuban habis dan kepala bayi belum keluar, ibu dan anak bisa terinfeksi. Bagi wanita yang sebelumnya sudah pernah dioperasi caesar, disarankan melahirkan dengan cara yang sama, karena tekanan berlebihan saat melahirkan normal berpotensi membuat bekas jahitan kembali pecah.
Hal yang tak kalah penting adalah memastikan adanya tenaga kesehatan, seperti bidan, yang berpengalaman. Itulah kenapa Prita jauh-jauh mendatangkan Yessie dari Klaten, Jawa Tengah, ke Jakarta, karena dia memang berpengalaman dalam proses gentle birth.
Kalaupun tidak mendapat bidan yang kompeten atau tidak didukung oleh suami, gentle birth tetap dapat dilakukan di rumah sakit. Caranya dengan datang ke rumah sakit saat sudah mencapai bukaan delapan, ketika posisi kepala bayi sudah semakin keluar di bibir rahim. "Dengan cara ini, dokter atau bidan tidak akan melakukan intervensi," katanya.
Meski semua sudah direncanakan dengan matang, persiapan untuk menghadapi kondisi darurat perlu dilakukan. Prita, misalnya, sudah menyiagakan adik sepupunya di rumah sebagai sopir jika terjadi keadaan darurat. Selain ketuban pecah dini, Frizar mengatakan tidak mungkin membiarkan ibu berlama-lama dalam proses persalinan. Ada batas waktu yang harus dipenuhi, yaitu 24 jam sejak bukaan delapan. Di luar itu, kalau orok belum keluar juga, harus ada intervensi. "Berisiko ke ibu dan bayinya kalau tidak dilakukan apa-apa."
Karena itu, Frizar mewanti-wanti mereka yang pro-gentle birth agar tidak menutup pintu intervensi saat hal tersebut diperlukan. Yessie punya pendapat sama. Menurut dia, gentle birth bukan berarti anti-intervensi. Dia mengatakan intervensi bahkan seperti operasi caesar, wajib dilakukan jika ada gangguan, misalnya plasenta menutupi jalan lahir. "Jika memang harus operasi caesar, ya, caesar," katanya.
Dianing Sari, Isma Savitri, Ahmad Rafiq (Klaten)
Persiapan Gentle Birth
Seperti namanya, ini adalah proses persalinan yang lembut dan tenang, dengan memanfaatkan semua unsur alami dalam tubuh manusia.
1. Langkah paling awal untuk gentle birth adalah menghapus pikiran bahwa persalinan merupakan proses yang menyakitkan. Caranya bisa dengan hipnotis, konsultasi psikologis, dan edukasi dengan tenaga medis.
2. Membuat ibu rileks menjelang kehamilan adalah hal penting. Kalau sudah rileks, tubuh akan mengeluarkan hormon endorfin, yang bersifat mengurangi rasa nyeri atau analgesik.
3. Selain mempersiapkan mental, ibu perlu melakukan persiapan fisik selama kehamilan, seperti rajin melakukan senam hamil dan yoga.
4. Pentingnya pemeriksaan semasa kehamilan untuk melihat risiko yang menyebabkannya tak bisa melahirkan secara normal.
5. Bagi wanita yang sebelumnya sudah pernah dioperasi caesar, disarankan melahirkan dengan cara yang sama, karena tekanan berlebihan saat melahirkan normal berpotensi membuat bekas jahitan kembali pecah.
6. Memastikan adanya tenaga kesehatan, seperti bidan, yang berpengalaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo