Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bertinju, Tetap Kemayu

Makin banyak perempuan perkotaan memilih tinju sebagai olahraga. Mereka tak ragu bertanding di ring, meski belum profesional.

18 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NANCY Natalia, 25 tahun, bergegas pergi begitu rapat usai, Selasa petang pekan lalu. Agak tergesa, seperti ada agenda penting menunggu. Dari kawasan Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan, dia merayapi kemacetan lalu lintas pada jam pulang kerja itu, menuju kompleks Stadion Gelora Bung Karno. Sekitar 20 menit kemudian, mobil Honda CRV-nya berhenti di tepi salah satu pintu stadion.

Karyawati swasta itu segera masuk ke sebuah ruangan. Tak selang lama, penampilannya berubah. Tak ada lagi pakaian kantoran dengan sepatu hak tinggi. Sebagai gantinya, Nancy mengenakan kaus, celana olahraga, dan sepatu kets. Tampak nyaman dan sportif. Tidak ketinggalan, lembaran bandage membebat telapak tangannya. Sesuai dengan jadwal, tiap Selasa dia berolahraga. Tapi bukan melakukan senam kebugaran seperti yang banyak dilakukan wanita lainnya. Aktivitasnya jauh lebih macho. Nancy berlatih tinju. ”Boxing is fun,” katanya.

Nancy bukan satu-satunya perempuan yang berlatih tinju di Executive Boxing Club—tempatnya berlatih itu. Dari sekitar 20 orang, ada empat perempuan. Para petinju wanita itu tak kalah semangat oleh kolega pria mereka. Memukul samsak, beradu tinju, laiknya Laila Ali—petinju wanita anak petinju legendaris Muhammad Ali. Selama sekitar dua jam, mereka beraktivitas bak petinju yang bersiap menghadapi pertandingan. Keringat yang mengalir membanjiri tubuh-tubuh berlekuk ala gitar Spanyol itu juga sederas teman lelaki mereka.

Pemanasan lari keliling bangsal tinju diselingi lari cepat disusul mengulang-ulang gerakan dasar tinju. Tangan-tangan halus itu lancar melayangkan beragam jenis pukulan, seperti jab, straight, hook, dan upper-cut. Lincah juga, kaki-kaki yang biasa mengenakan high heel itu mampu jejingkrakan menghindari serangan. Sasarannya bisa samsak, berlatih dengan pelatih, juga teman seklub bila para petinju perempuan itu melakukan latih tanding (sparring).

Nancy sudah setengah tahun menggeluti olahraga keras ini. Latihan tinju menjadi pilihannya untuk mengupayakan hidup sehat di sela-sela padatnya rutinitas kerja. Kebetulan lokasi latihan tak jauh dari kantornya. ”Sekalian menunggu waktu macet usai,” katanya. Memang, kegiatan menunggu kemacetan reda sepulang kerja, seperti ngopi di kafe atau menonton film, tidak ditinggalkan. ”Sekali dalam seminggulah disisihkan untuk olahraga,” katanya.

Perempuan berlatih tinju di sasana atau klub tinju memang makin banyak. Menurut pengamat tinju Johny Riberu, perempuan ikut klub tinju terjadi dalam dua tahun belakangan ini. Tinju yang dimaksud bukan sebatas olah tubuh semacam kick boxing—yang pernah digandrungi beberapa tahun silam—tapi sudah sampai adu di ring tinju. Istilah Nancy: ”Laki banget.”

Tri Yunita, misalnya. Jangan coba-coba kurang ajar pada mahasiswi London School of Public Relations Jakarta yang dari luar tampak manja itu. Salah-salah bogem mentah darinya melayang bila remaja 18 tahun itu merasa terganggu. Dia berlatih Muay Thai—tinju ala Thailand—di Baan Muay Thai, klub tinju yang berlokasi di daerah Kemang, Jakarta Selatan. ”Bareng teman-teman cewek sepulang kuliah,” kata Tri. Jadwalnya setiap Jumat sore. Setelah latihan sekitar dua jam, mereka kongko di kawasan gaul itu.

Bagi Nancy dan Tri, berlatih tinju tidak sekadar mengekor artis Tamara Bleszynski yang sudah tiga tahun menekuni tinju untuk olahraga, hingga dia dinobatkan sebagai Duta Tinju Indonesia. Para ”petinju” wanita itu punya alasan: mencari olahraga menantang dan berbeda. ”Nge-gym monoton,” kata Nancy. ”Senam banyak embel-embelnya, minum ini-itu,” kata Tri. ”Cewek boxing kelihatan keren dan sexy.”

Tren tinju perempuan ini sebenarnya menjadi bagian dari gairah pertandingan tinju kaum Hawa yang mendunia. Salah satunya ditandai dengan laga empat petinju wanita nasional di Kejuaraan Dunia Tinju Wanita I di Ningbo, Cina, November lalu. Di ajang SEA Games di Laos akhir Desember lalu, seorang petinju wanita nasional, Indri Sambaimana, berhasil lolos ke babak final meski tidak berbuah medali emas.

Olimpiade 2012 di London bakal menjadi ajang pertama cabang tinju wanita di arena Olimpiade. Pada Olimpiade ke-30 nanti, atlet tinju wanita akan bertanding di tiga kelas, yaitu kelas terbang (48-51 kilogram), ringan (56-60 kilogram), dan menengah (69-75 kilogram). Sejumlah negara muslim, semisal Afganistan, bahkan berencana mengirim petinju kaum Hawa, lengkap dengan jilbab.

Ya, tentu saja Nancy atau Tri tidak punya obsesi berlaga di Olimpiade. ”Yang penting sehat dan fun saja,” kata Nancy. Apalagi dengan stres tinggi, polusi, dan asupan makanan tak sehat yang menjadi bagian dari kehidupan kaum urban. Dengan bertinju, beragam manfaat pun dicecap. ”Kalau stres, mukul-mukul, hilang sendiri,” Tri menambahkan.

Yang juga menarik bagi kaum Hawa, kebugaran yang didapat dari tinju berbonus pengendalian berat badan. Alasan kedua itulah yang menjadi motivasi perempuan bertinju. Olahraga yang dinamis ini dirasakan efektif membakar tumpukan lemak. ”Badan lebih enteng dan kencang,” kata Tri.

Alexandra, 18 tahun, contohnya, berlatih tinju Thailand dengan tujuan awal menurunkan berat badan. Setelah menjadi langsing, pelajar sekolah menengah atas di Jakarta Selatan itu justru ketagihan. Dia meningkatkan kadar latihannya ke kelas lanjutan, dengan porsi latihan dua hingga tiga kali setiap minggu. Bila harus absen, Alexandra merasa badannya kurang fit.

Satu lagi yang juga bermanfaat bagi perempuan adalah mendapat kemampuan teknik bela diri dan mengasah insting serta refleks. ”Olahraga sekalian melatih pertahanan,” kata Mita Giselda, 23 tahun, yang sudah menekuni tinju sekitar empat bulan. Untuk itu, seminggu tiga kali latihan dia anggap enteng saja, meski harus meluncur dari rumahnya di daerah Jakarta Pusat ke Jakarta Selatan. ”Sekarang kan banyak cowok iseng, harus siap-siap,” kata Tri.

Dengan menekuni tinju, para wanita mengaku lebih percaya diri dan tidak takut-takut lagi. Kepercayaan diri itu membuat Tri, misalnya, pernah pulang ke rumah tanpa teman dengan naik angkutan umum pukul 2 dini hari dari Jakarta ke Bogor. Ia merasa aman saja.

Kegairahan wanita-wanita bertinju itu pun diimbangi para pelatih atau penyelenggara latihan tinju. ”Tidak berat seperti untuk atlet, harus bisa having fun, mengimbangi kebosanan di kantor,” kata Erik van Ernst, pelatih tinju yang juga memberikan latihan di klub tinju khusus.

Beragam manfaat pun dijanjikan. ”Coba latihan dua atau tiga kali, pasti merasa berbeda,” kata Francois Mohede, pemilik Baan Muay Thai. Latihan di klubnya pun dikemas agar tidak menjadi terlalu keras dan menyeramkan. ”Bagusin bungkusnya, arahnya olahraga lifestyle,” kata penyanyi yang pernah bergabung di kelompok Lingua itu. Kemasan yang dia maksud, misalnya, bangsal latihan yang berpenyejuk udara, dengan iringan musik laiknya di tempat-tempat senam, serta proses latihan yang tidak menegangkan.

Selain kelas bela diri penuh, klub yang sudah berdiri dua tahun ini menyediakan kelas tinju yang lebih berorientasi pada kebugaran dengan banyak gerakan dasar. ”Banyak wanita di kelas ini,” kata Francois. Kini, dari total anggota aktif klub sekitar 200 orang, 40 persen di antaranya anggota wanita. ”Cewek-cewek lebih yakin dan tidak rewel,” katanya.

Dengan latihan tinju yang berdisiplin dan bersemangat, para wanita itu dijamin lebih sehat, kuat, dan indah. Seperti istilah yang digunakan untuk menggambarkan aksi para seniman ring: menari seperti kupu-kupu, tapi bisa menyengat bak lebah.

Harun Mahbub

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus