Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bi-ee modern dan tradisional

Beauty advisor/beauty consultant bertugas memberi advis bagaimana cara memakai produk kecantikan. beberapa dari bermacam-macam produk kecantikan menceritakan suka dukanya mempromosikan produknya.

21 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG ibu berkulit kuning memasuki sebuah toko kosmetik di Pusat Perdagangan Senen, Jakarta Pusat, menanyakan foundation apa yang cocok baginya Jawanti, gadis manis berdarah India itu memperhatikan ibu di hadapannya. Tak lupa ia melempar senyum, lalu membuka lemari kaca, dan berkata meyakinkan "Ini cocok untuk wajah ibu. Bisa juga dipakai bila hendak ke resepsi malam hari." Gadis berwajah bulat telur itu mengoleskan kosmetik buatan Paris ke lengan calon pembeli. Calon pembeli mengangguk. Harganya? Bila sudah menyangkut soal harga, Jawanti menyerahkan urusannya kepada pemilik toko, yang sejak tadi memperhatikan diam-diam. Jawanti memang bukan pelayan di toko itu. Ia seorang beauty advisor, atau populer dengan sebutan b.a. (baca bi-ee), dari perusahaan kosmetik Lancome. Ada juga yang menamakan jabatan itu sebagai beauty consultant. Tugasnya memang memberi advis, bagaimana cara memakai produk kecantikan agar seseorang bisa kelihatan awet muda dan cantik. Untuk itu petugas seperti Jawanti harus murah senyum dan mengenakan make-up lengkap. Yang terakhir ini, tentu saja, sekaligus promosi bagi perusahaan Lancome yang diwakilinya. Nyonya Gedongan Cerewet Tapi bagi calon pembeli yang berkocek tipis, tak boleh dipaksa membeli produksi Lancome. "Kami sarankan ia membeli kosmetik yang lebih murah," kata Jawanti. Ia sudah satu-setengah tahun jadi b.a. Jalan enam bulan ia ditempatkan di sebuah toko kosmetik di Proyek Senen. Di toko itu ada beberapa b.a. yang mewakili perusahaari lain. Maka tak jarang di antara mereka terjadi persaingan. Demi kelancaran bersama, kata Jawanti, ada kode etiknya. "Tak boleh menjelekkan merk lain." Penghasilan b.a. Iumayan besarnya. Nyonya Evelina Hutagalung yang mangkal bersama Jawanti misalnya, mendapat honor per bulan Rp 100 ribu plus uang makan dan transpor Rp 50 ribu. Ia digaji oleh perusahaannya, Helena Rubinstein. Berkat hubungan yang baik dengan pemilik toko, "kalau cuma bakmi saja sih dapat," kata Evelina. Pemilik toko memang senang atas kehadiran b.a. Di samping tak memberi honor, omzet penjualan bisa naik. "Pukul rata ornset penjualan kami naik 30% sebulan," kata pemilik toko. Nyonya Evelina baru lima bulan mewakili Helena Rubinstein. Dua tahun sebelumnya ia bekerja untuk perusahaan lain. Ia merasa senang dengan pekerjaannya sekarang. "Banyak kenalan dan kebutuhan kosmetik untuk sendiri terjamin," katanya. Lelyani Wijaya, 21 tahun, b.a. dari Revlon yang ditempatkan di Aldiron Plaa, Blok M, Jakarta, bahkan sering diundang makan para langganannya. Sekali waktu, pernah seorang ibu Amerika mengundang dmner party. Hanya karena malu, katanya, tak semua undangan dilayani. "Saya sering menolak dengan halus," tutur bekas jurutik di sebuah perusahaan biskuit itu. Ada juga hal-hal yang menjengkelkan. "Tante-tante dan nyonya gedongan sering cerewet kalau hendak membeli kosmetik," kata Nyonya Lysna dari House of Revlon di Jalan Asia Afrika, Bandung. Setelah bertanya ini dan itu, sering mereka pergi begitu saja tanpa membeli. Sebaliknya, pendatang dari luar kota yang biasanya kurang pengalaman, dandanan mereka kelihatan norak. Tapi setelah diberi penjelasan, "mereka mau mengerti," setelah Nyonya Lysna mesti menjelaskan berulang-ulang. Mereka umumnya awam istilah dalam dunia kosmetik. Cowok pun banyak yang datang ke House of Revlon. Mahasiswa ITB yang suka naik sepeda motor, "sering datang berkonsultasi, takut wajahnya cepat berkeriput," kata Lysna. Pria setengah baya, banyak juga yang datang. Mereka umumnya malu-malu. "Beli kosmetik, alasannya buat nyonya," tambahnya. Nyonya dengan dua anak ini berpenghasilan antara Rp 75 ribu - Rp 150 ribu sebulan. Mendapat kosmetik dan tunjangan kesehatan. Neneng, rekannya yang berkulit kuning langsat, masih mendapat tambahan komisi karena seringke luarkota. Tahun lalu, dalam seminggu, paling ia hanya sehari di rumah. "Semua kotamadya dan kabupaten se Jawa Barat, sudah saya kunjungi," katanya bangga. Ia masih bebas ke luar kota karena masih single Lagi pula, itu merupakan kegemarannya seak masih Jadi mahaslswi FE Unpar. Selalu Jitu Tugas ke luar kota, Neneng biasanya bersama 2 - 3 orang temannya. Diantar dengan mobil perusahaan. Di samping senang, ia juga sering mengelus dada karena kesal. Di Karawang, misalnya, ia pernah ditolak mentah-mentah seorang pemilik salon. Sia-sia saja ia menjelaskan, kehadirannya bukan untuk menjual barang, tapi untuk mendemonstrasikan produk Revlon. Di banyak tempat pun ia sering ditolak. Namun setelah beberapa kali datang, para pemilik salon atau toko kosmetik mulai terb,uka. "Bahkan menjadi langganan tetap kami," katanya senang. Gadis bertubuh semampai ini mulanya cuma iseng jadi b.a. Ia sering melihat orang yang salah memoles muka dan ia pun tergerak untuk menasihati. Nasihat dari orang awam tentu tak akan didengar Maka ia jadi karyawan perusahaan kosmetik. "Saya tak pernah menganggap tugas sebagai beban, karena saya memang menyukainya," katanya. Kegemaran pada dunia kecantikan nampaknya menjadi dasar, sebelum seseorang bisa menjadi konsultan kecantikan. Ia pun mesti menjalani tes dan latihan. Nuning Sri Wahyuningsih, konsultan dari Helena Rubinstein yang ditempatkan di Toko Wina, di Jalan Malioboro, Yogyakarta, dididik sebulan lamanya. Nuning baru delapan bulan jadi konsultan. Sebelumnya, ia bercita-cita jadi insinyur pertanian. Gagal di PP 1, putri seorang kolonel AL berusia 22 tahun ini, jadi pramuniaga keliling sebuah perusahaan yang antara lain menjual semir sepatu. Ketika berada di sebuah supermarket di Surabaya, ada seseorang yang menawarinya menjadi b.a. Setelah dites, ia diterima. Kini penghasilannya Rp 65 ribu/bulan, ditambah bonus 1% dari kosmetik yang terjual di Toko Wina. Menghadapi calon pembeli yang cerewet atau sok tahu, Nuning sudah biasa. Ia tak merasa sakit hati atau kecewa. "Sudah biasa," katanya. Tapi ia sering kecut bila ada pria yang memandang tajam dan bertanya soal pribadi. Lebih menyakitkan bila ada ibu-ibu yang memandang sinis. Masih banyak yang beranggapan, gadis yang memoles tebal mukanya biasanya bukan orang baik-baik. Padahal, "berdandan merupakan kesukaan saya sejak kecil," katanya. "Boss dari Jakarta sering datang mengontrol," kata Nuning. Ia juga tak bisa bolos sembarangan. Pemilik toko secara berkala memberi laporan kepada pengawas dari perusahaannya. Jam kerja: pagi 09.30 - 14.00. Sore 18.00 - 21.00. Setelah ketemu jodoh, Nuning ingin berhenti jadi konsultan. Ia merencanakan membuka salon sendiri. Walau pemakaian kosmetik modern kian meluas, di Solo masih banyak yang memakai kosmetik tradisional. Nyonya Yona Herman, pemilik salon dan toko kosmetik Monalisa di Coyudan, termasuk orang yang gigih menganjurkan pemakaian kosmetik tradisional. Namanya cukup beken di kalangan wanita Solo. "Nasihatnya selalu jitu," komentar seorang pelangganannya. Bagi yang meminta advis, Yona, 30 tahun, yang anggun dan awet muda ini tak memungut bayaran. Perhitungannya, suatu saat nanti mereka toh menjadi langganan. Dalam memberikan konsultan, "saya tak hanya bicara tetek bengek soal bedak, tapi juga filsafat merak ati itu," kata Yona. Merak ati ialah sikap gembira, menyenangkan, yang bisa membuat wanita jadi luwes, cantik dan agung. Yona sendiri, walau keturunan Cina, berusaha untuk menerapkan falsafah merak ati itu dalam kehidupan. Tak heran bila ia kelihatan cantik dan anggun. Akibatnya, banyak yang tak percaya ia cuma memakai kosmetik buatan dalam negeri. "Saya terpaksa mesti sabar dan meyakinkan kepada mereka berulang-ulang," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus