SEORANG dokter ahli saraf di Bandung mengeluh. Delapan pasien yang diberinya obat penenang Mogadon tidak menunjukkan reaksi klinis apa-apa. Padahal, pasien meminum obat saraf itu menuruti dosis yang dianjurkan. Ikhtiar selanjutnya menaikkan dosis dengan sangat hati-hati. Nah, kemudian barulah terlihat efek Mogadon. "Saya menduga obat tersebut palsu, dalam arti kadarnya dikurangi, sehingga dayanya juga menurun," kata dokter ahli saraf itu. Si dokter makin yakin ketika empat dokter kandungan sejawatnya juga mengutarakan keluhan serupa. Tapi kali ini bukan Mogadon. Pasien si dokter kandungan tadi mendapat suntikan Depo Provera untuk mencegah kehamilan. Ee, ia tetap hamil. "Pokoknya, obat itu nggak mempan, deh," ujar seorang dokter kandungan tadi. "Depo Provera produk Upjohn buatan Amerika. Obat ini baru aktif setelah disuntikkan pada saluran darah parenteral." Jadi obat-obat itu palsu? Majalah Newsweek edisi 5 November lalu menggambarkan parahnya sudah obat palsu beredar di pasar internasional, termasuk di Asia Tenggara. Dan akibatnya seperti di Nigeria, Afrika, tercatat 109 anak-anak mengalami kelumpuhan setelah minum sirup anestetikum (obat bius lokal) buatan Negeri Belanda. Malah di Meksiko ditemukan 15.000 obat luka bakar yang kandungannya cuma campuran serbuk gergaji dan bubuk kopi. Tentu ini membuat infeksi merambah. Beberapa jenis obat infeksi produk industri farmasi Zantac Adriamicin ditemukan palsu. Juga yang dipalsukan obat jantung Selokeen buatan Swedia, Adriamicin untuk leukemia, dan obat malaria Fansider. Dan hampir semua obat yang laku di pasaran Dunia Ketiga digarap tangan-tangan kotor secara profesional. Kemasan obat palsu tak bisa dibedakan dari aslinya. "Ratusan atau mungkin ribuan orang di Afrika meninggal karena obat palsu itu," kata Susan Foster, ahli ekonomi kesehatan di School for Hygiene and Tropical Medicine, London. "Ini benar-benar bisnis iblis," kata John Dunne, Direktur Pengobatan untuk WHO di Jenewa. Dan obat-obat itu sudah masuk di Indonesia? Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Drs. Slamet Soesilo menyangkal kemungkinannya. "Di sini registrasinya berjalan efektif. Setiap obat impor terdaftar," katanya kepada TEMPO. Tapi ia tak menutup mata terhadap kemungkinan adanya obat selundupan beredar di kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Obat tersebut dijual di kios-kios di pinggir jalan atau toko obat. Obat palsu itu sangat mungkin diedarkan di pasar obat gelap, misalnya di Jalan Cikapundung, Bandung, atau di sekitar Buah Batu. Kini bahkan meluas ke Cimahi. Sedangkan di Kabupaten Bandung, peredaran obat gelap boleh dibilang sudah membanjir. Namun, jangan harap bisa dibeli jika bukan pelanggan mereka. "Lingkaran peredarannya rawan. Salah-salah bisa membahayakan jiwa," kata seorang pelanggan. Ia tak mau disebut namanya. Obat-obat daftar G seperti Mogadon, Dumolit, atau BK dijual di situ. Yang mengherankan, kata seorang dokter saraf di Bandung, Mogadon asli paling tinggi Rp 200 per tablet, yang palsu malah Rp 1.000. Dumolit, sejenis obat penenang yang sudah lama ditarik dari peredaran, bisa diperoleh dengan harga Rp 25.000 per 20 tablet. "Obat sekarang memang payah. Minum 1-2 butir nggak teler. Minum 10 sampai 20 baru teler. Nih, lihat, kayak bubuk susu saja," kata seorang pemakai BK. BK adalah amfetamin yang mem bawa dampak antara lain membangkitkan semangat dan membunuh rasa takut. Jika obat ini diminum melebihi dosis, sifatnya berubah seperti narkotik. Benarkah Depo Provera palsu beredar di sini? Hal itu dibantah pengusaha penyalur Depo Provera di Bandung. "Saya jamin Depo Provera yang beredar di sini tidak ada yang palsu," katanya. "Adanya cerita kegagalan, itu bisa saja terjadi. Kegagalan, saya yakin, tidak sampai 1 persen, dan itu tak bisa dijadikan tolok ukur," katanya. Dengan pasti penyalur itu mengatakan keberhasilan Depo Provera mendekati angka 100 persen. Asal teknik pemberiannya tepat, juga pada pasien yang tepat. Di negara asalnya, AS, Depo Provera belum disetujui Food and Drugs Administration (FDA). Tapi suntikannya untuk memerangi kanker rahim itu boleh diekspor. Obat ini masuk ke Indonesia sejak 1970-an untuk mencegah kehamilan. Terlepas palsu tidaknya obat-obatan di Indonesia, Dirjen Slamet Soesilo memberi jalan cara menghindari pembeliannya. "Beli di apotek resmi. Kalau harus pakai resep, ya, pakailah resep. Jangan beli sendiri di toko obat karena banyak yang palsu," katanya. "Amerika saja, sebagai negara maju, kebobolan obat kontrasepsi palsu melalui Miami. Apalagi di sini." Peredaran BK di Jakarta berpusat di kawasan Senen. Dalam menawarkan dagangannya, pengedar menyapa pemuda lewat ucapan: "Mau ke mana?" Menurut Joni, pemuda berbadan tegap itu, pembeli BK rata-rata remaja (siswa SLTA dan mahasiswa) bermobil dari Bandung. Saat ditemui TEMPO, Joni nongkrong di ujung Jalan Kramat Soka, Senen, Jakarta Pusat. Joni tak paham cara beredar Mogadon maupun Dumolit. "Gua cuma menjual BK saja," ujarnya santai. Ia menawarkan satu tick BK berisi 70 butir pil. "Gua jamin deh, barang gua asli. Tapi BK sekarang lagi mahal, pembelinya lagi sepi," katanya. Yusup, yang mengedrop BK pada Joni, tak tahu pula dari mana asal barang tersebut. "Di bandar keliling, stock barang kita banyak," ujarnya. Tersedia berbagai macam obat. "Semuanya pasti asli," katanya. Siapa yang tahu? Ia mengutarakan penjualan obat di sebelah Bioskop Grand, di depan Pasar Senen, harganya murah. BK cuma Rp 3.000, mungkin campuran tepung terigu. Joni dan Yusup mengaku dapat dihubungi setiap hari, pukul 8 pagi hingga pukul 7 malam. "Kadang-kadang bahkan sampai pukul 10 malam," kata Yusup, yang berwajah "sangar" itu. Mereka bisa menyuplai obat apa saja. Sabtu petang pekan ini, ia mengenakan kemeja flanel biru, serta celana jins belel. Ia tak tampak seperti pengedar obat palsu. Widi Yarmanto dan Aries Margono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini