Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Calon gali dan koruptor di uns solo

Angka penyakit gangguan jiwa (penderita psikoneurosa dan psikopatia) cukup tinggi di kalangan mahasiswa baru UNS solo. Penelitian dilakukan terhadap kelompok murid-murid pandai.(ksh)

20 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PINTAR tidak berarti sehat. Ini terbukti dari hasil penelitian terhadap kelompok murid-murid pandai yang menjadi mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) tahun ajaran 1983-1984. Sebanyak 26,4% dari yang diteliti (174 orang yang terdiri dari 87 wanita dan 87 pria) cenderung menderita gangguan jiwa psikopatia. Sementara 8,6% lagi cenderung menderita psikoneurosa. Penelitian dengan menyebarkan daftar pertanyaan itu menunjukkan bahwa dari 26,4% (46 orang) yang cenderung kena penyakit jiwa psikopatia terdiri dari 27 pria dan 19 wanita. Dari kelompok IPS yang tertinggi, 36 orang, sedangkan dari IPA 10. Dari 8,6% yang cenderung menderita psikoneurosa terdapat 3 pria dan 12 wanita. Mereka terdiri dari 3 orang kelompok IPA dan 12 IPS. Tujuan penelitian ini, seperti yang diuraikan Samsulhady yang mengetuai tim peneliti, adalah untuk melihat apakah murid-murid yang berprestasi di sekolah menengah atas juga cemerlang di perguruan tinggi. Mahasiswa-mahasiswa baru yang terlibat dalam penelitian itu merupakan hasil panduan bakat yang masuk ke UNS tanpa mengikuti tes masuk. Mereka menempati kelompok 10% murid terpandai di sekolah menengah atas di daerah Surakarta. Hasil penelitian yang sempat menjadi bahan pembicaraan dalam diskusi panel Kesehatan Jiwa Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 6 Agustus lalu, tidak hanya berhenti sampai pada angka-angka itu. Selama 3 tahun, prestasi mahasiswa-mahasiswa tadi akan diamati terus-menerus. Sebagai bahan pembanding diambil mahasiswa yang masuk UNS melalui tes masuk. "Kalau ternyata selama tiga tahun mendatang prestasi mahasiswa yang punya kecenderungan terganggu jiwanya lebih baik dari mahasiswa yang masuk lewat tes biasa, berarti penelitian kami ini gagal," ujar Sjamsulhady, kepala bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran UNS. Dengan begitu pula, menurut dia, proyek panduan bakat yang mulai dilancarkan pemerintah 8 tahun yang lampau, "silakan untuk diteruskan." Tetapi sebaliknya kalau gangguan jiwa betul-betul mengganggu prestasi belajar, Sjamsulhady bakal menganjurkan perlunya pemeriksaan psikiatri dalam proyek panduan bakat. "Sebab orang yang pandai punya kecenderungan menderita gangguan psikoneurosa dan psikopatia," katanya. Hipotese dokter yang mengepalai Unit Kesehatan Jiwa RSUP Mangkubumen, Solo, ini juga memandang perlu adanya College of Psychiatry, semacam lembaga untuk mengatasi masalah-masalah gangguan jiwa di kalangan mahasiswa. Sampai sekarang lembaga seperti itu belum pernah ada di sini. Padahal peranannya penting, menurut Sjamsulhady. Misalnya untuk menangani mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar, suka murung dan putus asa. Gangguan jiwa, menurut sang dokter, gampang terjadi di perguruan tinggi. Karena di situ mahasiswa menemukan banyak problem. Selain harus lebih giat belajar, mereka juga harus berhadapan dengan problem lingkungan yang sama sekali baru. Seperti pemondokan dan harus pandai-pandai bergaul dengan teman sekuliah yang berlainan suku dan adat-istiadat. "Sering bolos kuliah tanpa sebab, murung, kadang punya keinginan bunuh diri dan mengamuk, merupakan tanda-tanda kena gangguan jiwa," ulas Sjamsulhady pula. Dia memandang dengan mata kritis sistem pendidikan perguruan tinggi sekarang ini. "Kita hanya memperhatikan proses ilmu tanpa memperhatikan faktor kejiwaan," katanya. Gangguan jiwa yang diderita seorang mahasiswa bisa mengakibatkan mereka menjadi seorang koruptor. "Atau pemimpin gali," katanya. Karena beberapa jenis penyakit jiwa memang bisa mendorong orang berbuat tindakan-tindakan asosial. Terutama yang menderita psikopatia. Penyakit ini diperkirakan sebagai akibat konflik emosional yang tak terpecahkan pada waktu anak-anak dan menimbulkan suatu penyimpangan psikologis. Penderitanya memiliki sikap suka bermusuhan, merasa berdosa, dendam, dan frustrasi. Sedangkan psikoneurosa yang lebih banyak menyerang wanita ketimbang pria itu, merupakan penyakit gangguan emosional. Gejalanya berupa kecemasan, ketakutan pada sesuatu yang tidak dapat diterima akal sehat. Dan berkepribadian ganda. Jumlah penderita jenis penyakit jiwa yang satu ini sekitar 10% dari seluruh penduduk. "Dalam taraf tertentu penderita psikoneurosa dapat bekerja dan belajar dengan baik. Bahkan lebih tekun dari orang normal. Tetapi sebagian besar dari penderita cenderung bekerja atau belajar secara tidak efektif dan kurang efisien," kata Sjamsulhady. R. Soejono Prawirohardjo yang mengepalai bagian Kedokteran Jiwa FK UGM menggendangi hasil dari Solo itu sebagai "peringatan, bahwa distribusi penyakit jiwa tidak mengenal kelompok pandai atau kelompok tidak pandai. Sama saja," cetusnya. Tetapi Soejono tidak memberikan harga mati kepada semua penderita gangguan jiwa. Psikoneurosa, menurut dia, bisa saja terjadi karena konflik emosional yang terjadi pada seseorang yang ditelantarkan ibunya. Ketika dewasa orang ini kemudian kena pukulan yang sama beratnya, misalnya ditinggalkan istri. Dia bisa menderita gangguan jiwa berat. "Tetapi tidak semua orang yang ditinggal ibunya menjadi penderita psikoneurosa. Tergantung status mentalnya," katanya. Ia memberi contoh, 8 dari presiden Amerika Serikat tidak berbapak. "Menurut perhitungan normal, mereka seharusnya menjadi orang-orang nakal. Tapi nyatanya jadi presiden."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus