BAGAIMANA Arsin bisa bertahan dengan skrotum yang membengkak seberat puluhan kilogram? Meski fisik penderitanya menjadi bengkak laksana gajah, filariasis memang bukan penyakit mematikan. Namun, penyakit yang lazim dikenal sebagai penyakit kaki gajah ini membuat penderitanya cacat hingga sulit melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kaki gajah adalah penyebab cacat nomor dua di dunia, setelah penyakit kelainan mental.
Dan siapa pun bisa terserang penyakit kaki gajah, apalagi masyarakat Indonesia. Filariasis memang menyebar di 80 negara, terutama di daerah tropis dan subtropis seperti India, Taiwan, Afrika, Amerika Latin, daerah Pasifik, dan Asia Tenggara. Namun, Indonesialah satu-satunya negara di dunia yang sekaligus memiliki tiga spesies cacing filaria penyebab filariasis: Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.
Menyebar melalui perantara nyamuk, filaria menyebabkan 120 juta orang menderita filariasis. Data komplet rincian penderita kaki gajah di Indonesia memang belum tersedia. Namun, survei Departemen Kesehatan yang dilakukan tahun lalu di 42 persen puskesmas yang berada di beberapa provinsi setidaknya menemukan 6.233 penderita kaki gajah yang kronis. Bila diteliti lebih jauh, jumlah penderita kaki gajah di seantero negeri ini pasti jauh lebih besar. Penyakit ini memang menyebar dari Sabang sampai Merauke, dan paling banyak ditemukan di Aceh, Nusatenggara Timur, dan Irianjaya.
Sampai kini tercatat paling sedikit ada 23 jenis nyamuk, termasuk keluarga Anopheles, Culex, Mansonia, dan Aedes, yang menjadi perantara alias vektor cacing filaria. Kerabat cacing filaria memasuki tubuh manusia—kucing dan lutung juga bisa terinfeksi—melalui gigitan nyamuk. Sebagian besar sasaran adalah orang miskin seperti halnya Arsin. Maklumlah, rumah orang kaya lebih bersih, dilengkapi sarana penyejuk udara, dan terlindung dari serangan nyamuk.
Selanjutnya, setelah masuk bersama gigitan nyamuk, cacing filaria yang berukuran mikro itu beranak-pinak pada kelenjar getah bening (limfa), umumnya yang berada di ketiak dan lipatan paha. Serbuan kawanan cacing membuat sang tuan rumah merasakan demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila tuan rumah beristirahat, tapi timbul lagi setelah bekerja berat. Sementara itu, kelenjar limfa meradang hingga penderitanya merasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung. Jaringan yang membengkak itu sering pecah, mengeluarkan nanah dan darah. Nah, bila demam dan pembengkakan itu terus berulang bertahun-tahun, lama-kelamaan kelenjar limfa mengeras dan muncul jalinan yang berlapis-lapis. Akhirnya, terjadilah pembengkakan di sekitar kelenjar limfa seperti pada kaki, tangan, skrotum laki-laki, dan buah dada perempuan. "Ada yang buah dadanya menggantung seperti buah pepaya," kata Is Suhariah Ismid, Kepala Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Pada kasus infeksi cacing filaria yang masih dini, penyakit kaki gajah masih bisa dilawan dengan obat cacing diethylcarbamazine citrate (DEC) selama 10-14 hari. Namun, obat ini berdampak tidak nyaman seperti mual, pusing, dan demam, sehingga pasien sering berhenti minum obat sebelum waktunya. Padahal, efek samping ini merupakan reaksi atas matinya mikrofilaria dalam darah. Jadi, semakin banyak mikrofilaria dalam darah, semakin hebat pula efek sampingnya. Dengan kata lain, bila pengobatan dihentikan di tengah jalan karena penderita tak tahan menanggung efek samping, cacing tak terbasmi tuntas. Perjalanan kaki gajah pun berlanjut.
Bila penyakit kaki gajah terus berlanjut hingga parah, obat tak bisa diandalkan lagi untuk memperbaiki tubuh yang telanjur cacat. Pada pasien yang sudah parah, dokter harus melakukan operasi bedah. Selapis demi selapis kelenjar getah bening yang membengkak dibuang. Melalui cara ini, saluran kelenjar limfa yang tersumbat diharapkan bisa kembali terbuka dan bagian yang membengkak bisa kempis. Operasi semacam ini, menurut Is, biasanya berongkos mahal karena rumit dan memerlukan ketelatenan yang ekstra. Tentu saja hal ini merupakan soal yang serius bagi penderita filariasis, yang kebanyakan orang miskin.
Mardiyah Chamim, Purwani D. Prabandari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini