ADA sesuatu yang amat ganjil di balik sarung butut itu. Tampak menonjol sesuatu yang bulat dan sangat berat. Besarnya seukuran karung untuk 30 kilogram terigu, kira-kira. Menggelayut sampai betis di antara kedua kaki, benda itu dibungkus semacam popok raksasa kumal yang dijahit dari potongan kain perca bekas. Begitu dibuka, seiring bau yang langsung menyergap, muncullah sebuah pemandangan memualkan.
Ya Tuhan, ternyata itu buah zakar (skrotum) yang membengkak luar biasa besar. Beratnya saja mencapai 45 kilogram. Nyaris sama dengan bobot tubuh pemiliknya, yang kerempeng kurang gizi. Sebegitu besar, sampai-sampai penisnya terdesak hingga ke dasar kantong, lalu melesak ke dalam.
Arsin, begitu nama lajang malang itu. Pelirnya sudah membesar sejak tahun 1972, saat ia masih berumur 16 tahun. Rasanya, kata dia, memang tidak sakit. Tapi "bandul" ini kerap membengkak dan menyebabkan ia meriang bermalam-malam. Duduk dan berjalan pun mesti dilakoninya dengan susah payah. Sudah begitu, kaki kirinya belakangan ikut menggelembung. Kini ia berusia 45 tahun. Telah 30 tahun lamanya ia digayuti penyakit ini tanpa seorang pun datang menolongnya.
Sakit apa sebetulnya Arsin? Sebenarnya bukan penyakit aneh-aneh amat, kata Dr. Gentur Sudjatmiko, Kepala Bagian Bedah Plastik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Arsin dinyatakan menderita sejenis filariasis atau biasa dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi parasit cacing filaria yang mengakibatkan pembengkakan pada kelenjar getah bening. Umumnya pembengkakan terjadi pada bagian tungkai kaki, tetapi tak jarang pula menyerang skrotum dan bagian pangkal paha di sekitarnya. Dilihat dari besarnya pembengkakan, kasus Arsin memang tergolong langka. Selama pengalamannya, ini baru kasus kedua yang pernah ditemukan Gentur.
Tentu bukan karena ingin mencetak rekor penyakit kaki gajah bila Arsin membiarkan penyakitnya bertambah parah dari tahun ke tahun. Lelaki Betawi yang lugu ini memang cuma bisa pasrah. Mendiang ayahnya, yang cuma seorang tukang gali kubur, terlalu miskin untuk mengongkosi pengobatannya. Tak lulus sekolah dasar, ia bahkan buta huruf. "Kalau ngitung sih bisa," katanya terkekeh. Kini ia menyandarkan hidupnya di sebuah warung seukuran 2 x 1 meter di pojok sebuah gang kumuh di Jelambar, Jakarta. Dari situ ia beroleh lima ribu perak sehari, cuma cukup buat mengganjal perut. Ia juga tak punya sanak keluarga yang bisa dimintai tolong. Adik satu-satunya, seorang penarik bajaj, sudah angkat tangan.
Untunglah, kisah getir itu sampai juga ke telinga seorang yang bersedia mengulurkan tangan. Tak sampai hati melihat kemalangan itu, Nyonya Delima, seorang wanita pengusaha, lalu membawa Arsin ke Yayasan Tzu Chi (artinya memberi welas asih) Indonesia, tempat ia menjadi salah satu relawannya. Tzu Chi adalah sebuah organisasi kemanusiaan yang berkantor pusat di Taiwan, dengan 5 juta sukarelawan yang tersebar di 34 negara. Atas sokongan lembaga inilah sejak Maret lalu Arsin mulai berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Masalahnya, cacat yang diderita Arsin sudah terlampau parah untuk direparasi. Karena terlampau lama dibiarkan, seluruh jaringan skrotum Arsin telah rusak parah. Karena itu, tak ada cara lain selain mengoperasinya. Nahasnya, karena pemotongan akan dilakukan mulai batas pangkal paha, Arsin mesti merelakan penisnya, yang sudah terdorong ke dasar gumpalan buah zakarnya. "Baru setelah itu kami akan merekonstruksinya," kata Gentur. Fungsi kelamin tak bisa sepenuhnya dipulihkan karena testisnya diduga telah hancur. Arsin tak mungkin lagi punya keturunan. Tapi dokter akan berusaha agar ia masih bisa menjalankan kegiatan seksual.
Sayang, jalan ke arah itu masih lumayan jauh. Arsin, seperti juga banyak pasien melarat lainnya, masih harus sabar menunggu di lorong RSCM yang panas dan hiruk-pikuk itu. Enam bulan sudah ia bolak-balik berobat, tapi hingga kini ia belum juga didorong ke meja operasi. Kenapa? Dokter Gentur membantah Arsin ditangani asal-asalan. Menurut dia, Arsin memang mesti menjalani dulu masa persiapan operasi. Paru-parunya yang terserang TBC akut, misalnya, harus diobati dulu. Daftar antre pasien juga telanjur panjang. Walhasil, menurut jadwal, baru pada Maret tahun depan ada kamar bedah yang kosong buat Arsin.
Karaniya Dharmasaputra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini