Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dok, kapan saya boleh pulang?” Pertanyaan itu selalu diulang Firdaus Heru Priambodo hampir setiap hari ketika dokter memeriksanya. Bocah berusia 9 tahun ini menjalani opname di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta Utara, karena terjangkit virus flu burung.
Setelah dirawat selama sepekan lebih, barulah Firdaus bisa tersenyum lega. Senin pekan lalu, dia diizinan pulang ke rumahnya di Petukangan Selatan, Jakarta Selatan. ”Hasil tes kedua, serologi dan PCR negatif, maka dia dinyatakan sembuh dan kami izinkan dia pulang,” kata Dr Ilham Patu, Ketua Informasi dan Surveillance Kejadian Luar Biasa Flu Burung.
Firdaus selamat sesudah dokter memberinya obat Olsetamivir selama lima hari. Menurut Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, obat ini memang efektif untuk mencegah dan mengobati pasien yang baru mengalami gejala flu burung. ”Jika pasien sudah parah, Olsetamivir kurang efektif dan tidak menjamin pasien sembuh,” katanya.
Sejauh ini belum ditemukan vaksin untuk mencegah penyakit flu burung alias avian influenza pada manusia. Vaksin sulit dibuat lantaran virus ini mudah bermutasi. Itu sebabnya para ahli kedokteran cenderung berkonsentrasi mencari obat penyembuhnya.
Food and Drug Administration (FDA), Amerika Serikat, menyetujui empat obat antiviral untuk pengobatan dan pencegahan flu burung, yakni Amantandine, Rimantandine, Olsetamivir, dan Zanivir. Namun, sejak 2004, virus H5N1 mulai resisten terhadap Amantadine dan Rimantandine. Karena itu, hanya Zanivir dan Olsetamivir yang kini digunakan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasi Olsetamivir untuk memerangi flu burung. Obat ini diproduksi oleh Roche di Basel, Swiss, dan dipasarkan dengan merek Tamiflu. Olsetamivir bisa menekan virus supaya tidak menyebar dan menginfeksi sel lain. Obat ini dapat mengurangi 38 persen tingkat keparahan gejala, 67 persen pengurangan komplikasi sekunder, seperti bronkhitis, pneumonia, dan sinusitis, 37 persen meredakan rasa sakit, dan 89 persen melawan serangan influenza.
Negara-negara maju seperti Prancis, Finlandia, Eslandia, Irlandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Swiss, dan Inggris memiliki stok Tamiflu cukup banyak. Ketika wabah flu burung mulai menyerang manusia, Indonesia justru kelabakan karena tak memiliki stok Tamiflu. Untunglah, WHO memberi sumbangan 100 ribu kapsul.
Peneliti Chairul A. Nidom menyatakan, sebetulnya Olsetamivir hanya menghambat enzim neuromidase dan menahan agar virus tidak keluar dari sel. Sementara Amantadine, obat lama yang pernah dipakai, dapat menghambat protein Matrix 2 (M2), protein yang dapat memblok replikasi virus. ”Jadi, orang yang sembuh setelah minum Olsetamivir, dalam tubuhnya tetap ada virus, tapi virus itu tidak bisa keluar dari sel,” katanya.
Khusus di Indonesia, sebenarnya Amantadine belum resisten dan masih bisa dipakai. Lagi pula, kata Nidom, ”Apakah Olsetamivir yang direkomendasikan WHO telah diuji untuk virus di Indonesia? Sebab, karakteristik virus di setiap negara berbeda.”
Ahli dari Universitas Airlangga itu juga menganjurkan agar orang memakai kunyit dan temulawak sebagai obat alternatif untuk mencegah masuknya virus avian influenza. ”Soalnya, kedua tanaman itu memiliki zat penawar racun dan dapat memblok masuknya virus flu burung,” katanya.
Eni Saeni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo