MUTU management rumahsakit-rumahsakit Indonesia berada di bawah
standar. Begitulah kesimpulan yang dibuat oleh Prof. Querido
dari Universitas Leiden setelah beberapa lama berada di
Indonesia melakukan penyelidikan mengenai keadaan
rumahsakit-rumahsakit di sini. Sementara itu dua tenaga ahli
juga dari Negeri Belanda atas undangan pemerintah DKI dalam
bulan Pebruari yang lalu telah melakukn survey mengenai hal yang
sama. Survey ini juga menunjukkan bahwa kelemahan rumahsakit
terutama dalam bidang managemen.
Kilat. Siapakah yang salah? Kepala rumahsakit yang selalu
seorang dokter dan belum tentu mahir tentang managementkah?
Memang sudah lama terlontar berbagai kritik terhadap rumahsakit,
terutama dalam hal pelayanan.
"Saya kira adalah tidak adil kalau hanya menyalahkan dokter yang
memimpin sesuatu rumahsakit", ulas Dr Waehjuni Bratawidjaja MHA,
ketua Ikatan Rumah Sakit Indonesia yang awal bulan September ini
mengadakan pertemuan, sekaligus menyelenggarakan up-grading
management untuk para dokter yang menjadi anggotanya. "Sebab
mereka memang tidak dipersiapkan untuk memimpin badan itu.
Mereka hanya dipersiapkan untuk memiliki pengetahuan medis dan
tidak dipersiapkan untuk jua memiliki kemahiran dalam
management".
Tetapi 72 peserta dari kulang lebih 50 rumahsakit dari berbagai
daerah dalam pertemuan itu menurut Nyonya Wachjuni memang
mengakui kekurangfahaman mereka mengenai management. Karena
itulah mereka jadi ketagihan dan minta tambah up-grading tentang
management yang berlangsung selama 3 hari di Hotel Kartika
Chandra. Dalam kursus kilat itu antara lain memberikan pelajaran
tokoh dari IRSI sendiri plus dari Departemen Kesehatan, Lembaga
Administrasi Negara, Lembaga Management Universitas Indonesia
dan ITB Bandung .
Harus dokter. Rumahsakit Cipto Mangunkusumo belum lama ini,
karena kekurangan biaya terpaksa menurunkan mutu makanan pasien.
Agaknya ini akibat dari ketekoran-ketekoran yang dialami
rumahsakit pemerintah itu. Nampaknya hampir semua rumahsakit
umum di berbagai daerah mengalami nasib yang sama sialnya.
Menurut dr Wachjuni yang pernah bekerja beberapa tahun di RS
Cipto, hal itu bisa terjadi karena belum dilaksanakannya
cost-accounting secara baik. "Saya tidak menunjuk RS Cipto,
tetapi pada umumnya rumahsakit-rumahsakit memang belum melakukan
cost accounting. Kalau mereka memang tak punya ahli di bidang
itu saya kira mereka bisa memesan orang yang ahli dalam bidang
tersebut. Sama misalnya seperti tak semua orang bisa menjahit
pakaian, tetapi 'kan bisa minta jahit pada orang yang pandai",
katanya.
Dia mengatakan kepala rumahsakit di Indonesia ini akan selalu
seorang dokter karena hal itu memang sudah diatur oleh
undang-undang. Jadi tidak mungkin untuk mengangkat seorang yang
bukan dokter sekalipun ahli daiam management untuk mengepalai
sebuah rumahsakit. Sementara itu di berbagai negara di
mancanegara, yang memimpin rumahsakit memang tidak selamanya
harus seorang sarjana medis. Tidak mesti seorang dokter.
Meskipun dulu negara-negara itu menjalankan kebijaksanaan
seperti di sini juga pada mulanya.
Superman. Tentang Ikatan Rumah Sakit Indonesia ini sendiri
menurut nyonya Wahjuni kelahirannya memang karena berbagai
alasan. Antara lain perlunya peningkatan mutu perawatan pasien
yang memang jadi cita-cita masyarakat banyak. "Perawatan yang
baik tidak mungkin dilaksanakan jika bagian yang tidak terlihat
langsung ke dalamnya ditingkatkan. Misalnya bagian keuangan,
pemeliharaan, pembelian dan pergudangan haruslah berjalan dengan
baik. Tidak mungkin terselenggara perawatan yang baik kalau
bagian-bagian yang tidak langsng ini, tak dikerjakan dengan
baik. Sementara itu para pimpinan rumahsakit yang adalah dokter
itu tidak punya bekal pengetahuan maagement". Untuk mengisi
kekurangan inilah IRSI merencanakan program-program pendidikan
management bagi para dokter anggotanya yang memimpin
rumahsakit-rumahsakit.
Bagi pimpinan rumahsakit yang berada di Jakarta nampaknya
pekerjaan yang harus mereka tangani tidaklah sebanyak yang harus
dikerjakan oleh dokter-dokter di daerah. Mereka mengepalai
rumahsakit, menghadapi pasien, di samping menyediakan waktu buat
praktek pribadi. "Seperti superman saja", kata Wachjuni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini