Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis jantung dan pembuluh darah Detrianae mengingatkan penderita obesitas dan hipertensi yang tak terkontrol sebaiknya tidak mengikuti lomba lari maraton karena khawatir meningkatkan potensi terjadinya risiko kesehatan yang tidak diinginkan. Pada orang obesitas dengan indeks massa tubuh (BMI) di atas 30, yang dikhawatirkan munculnya masalah pada lutut atau cedera pada sistem muskuloskeletal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan berat badan yang tidak ideal, orang tersebut tidak akan mencapai manfaat kesehatan yang efektif apabila memaksakan diri ikut lari maraton. “Tidak usah ngoyo dulu. Makanya, modifikasi gaya hidup sembari berolahraga yang lain. PR lain dikerjakan seperti defisit kalori, kurangi kolesterol, dan sebagainya. Semua itu sejalan, mengikuti semua,” kata Detrianae dalam siaran sehat Kemenkes, Senin, 4 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Detrianae menyarankan orang obesitas memilih jenis olahraga yang sesuai dengan kondisi tubuh. Jika berat badan ideal sudah tercapai dan kapasitas fungsionalnya sudah ideal maka pasien boleh berolahraga dengan intensitas yang lebih tinggi. Obesitas merupakan faktor risiko yang berperan besar pada terjadinya diabetes melitus.
Detrianae juga mengingatkan calon pelari maraton harus berada dalam kondisi kadar gula darah yang terkontrol. Karena itu, penting bagi calon pelari untuk melakukan tes kesehatan atau medical check up/MCU setidaknya dua bulan sebelum lomba maraton.
Ia menyebut kadar gula darah dalam kondisi normal dengan indikator HbA1c yaitu di bawah 5,7 persen. Indikator normal lain, kadar gula darah puasa kurang dari 126 mg/dL dan kadar gula darah setelah makan kurang dari 140 mg/dL. Pelari yang mengalami hipoglikemia atau kadar gula darah di bawah 70 mg/dL serta hiperglikemia atau kadar gula lebih dari 140 mg/dL dikhawatirkan pingsan, bahkan berujung serangan jantung atau henti jantung (cardiac arrest).
“Kalau diabetes, dia sudah minum obat, sudah dapat insulin misalnya, sudah stabil, itu boleh. Jadi dia harus cek dulu. Jangan sampai tiba-tiba olahraga, minum obat, tidak makan, terus hipoglikemia, lalu pingsan, itu berbahaya sekali,” jelasnya.
Saran buat pasien hipertensi
Pada dasarnya, semua jenis olahraga dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan frekuensi pernapasan. Namun pada penderita hipertensi, Detrianae mengingatkan agar calon pelari dapat mencapai kondisi yang terkontrol terlebih dulu, yaitu tekanan darah di bawah 140/90 mmHg saat dilakukan MCU.
Ia juga mengingatkan hipertensi merupakan risiko penyakit jantung koroner. Karena itu, sama seperti orang obesitas, penderita hipertensi harus untuk melakukan MCU terlebih dulu jika berniat untuk mengikuti lomba maraton.
“Jadi turunkan dulu (tekanan darah), dapat obat. Kalau sudah terkontrol dan stabil, olahraga. Sama, nantinya dia boleh latihan dengan intensitas low to intermediate 150 menit per minggu (kalau sudah stabil),” paparnya.
Menurut Detrianae, MCU sebenarnya tidak hanya diperlukan bagi orang obesitas maupun hipertensi melainkan seluruh calon pelari maraton. Apalagi, kebanyakan orang tidak menyadari memiliki faktor risiko tertentu atau merasakan gejala tertentu. MCU untuk tujuan lari maraton juga berbeda dengan MCU biasa. Pada MCU khusus maraton ini, terdapat pemeriksaan penunjang yaitu exercise test dengan menggunakan cardiopulmonary exercise testing (CPET).
“Saran kami adalah berolahragalah dengan tepat. Kemudian yang penting aman untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita inginkan sampai dengan sudden cardiac death. Jadi, mencegah lebih baik daripada mengobati,” tegas Detrianae.
Pilihan Editor: Tips Siapkan Fisik Sebelum Ikut Lari Maraton