Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2016, stroke menempati peringkat ke-2 sebagai penyakit tidak menular penyebab kematian di seluruh dunia. Para tenaga kesehatan pun sering menghubungkan penyebab stroke dengan hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter spesialis saraf Eka Harmeiwaty menjelaskan bagaimana hipertensi menyebabkan stroke iskemik dan stroke hemoragik melalui mekanisme yang berbeda. Untuk stroke iskemik, tekanan darah yang tinggi akan merusak elastisitas pembuluh darah di otak, dinding pembuluh darah menebal, dan mempermudah terbentuknya plak. Keadaan ini akan membuat lumen pembuluh darah menyempit dan tersumbat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Akibatnya otak tidak bisa mendapat suplai oksigen dan nutrisi yang akan menyebabkan kerusakan hingga kematian sel saraf di otak,” katanya.
Sedangkan stroke hemoragik didapat dari hipertensi kronis yang akan menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah arteri yang lebih kecil, dan menyebabkan terbentuknya gelembung yang bisa pecah sewaktu-waktu.
“Darah yang keluar dari pembuluh darah akan menekan sel saraf di sekitarnya dan menyebabkan kerusakan dan pecah,” jelasnya.
Untuk mencegah stroke akibat hipertensi, memahami gejala yang muncul agar segera mendapat pertolongan pun penting. Eka mengatakan bahwa gejala yang muncul umumnya berhubungan dengan fungsi bagian otak yang terkena, namun yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan ekstremitas satu sisi, kesemutan, wajah mencong, dan pelo.
“Gejala stroke bisa pula berupa gangguan bahasa, gangguan memori, gangguan penglihatan, gangguan menelan, suara sengau, gangguan koordinasi, dan gangguan keseimbangan,” ujarnya.