Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Apa Itu Fibrosis Paru yang Dialami Penyintas COVID-19 setelah Bertahun-tahun?

Lima tahun berlalu namun sisa infeksi COVID-19 masih bisa dirasakan, salah satunya yang disebut fibrosis paru pascacovid. Apa itu?

11 Maret 2025 | 03.30 WIB

Ilustrasi fibrosis paru-paru. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi fibrosis paru-paru. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FIBROSIS PARU menjadi tantangan penyintas COVID-19. Lima tahun berlalu namun sisa infeksi COVID-19 masih bisa dirasakan, tak hanya berdampak pada kesehatan mental tapi juga gejala fisik jangka panjang. Salah satunya yang disebut fibrosis paru pascacovid yang menyebabkan luka pada paru-paru dan bisa semakin parah seiring dan perlu transplantasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dr. Scott Scheinin, direktur transplantasi paru di Mount Sinai Health System di Kota New York, Amerika Serikat, mengatakan infeksi awal menyebabkan peradangan ekstensif pada beberapa bagian tubuh yang berbeda. "Ketika infeksi sembuh, banyak orang mengalami kerusakan jaringan paru," ujarnya kepada Fox News Digital pada 8 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Scheinin termasuk dokter yang sibuk pada masa awal pandemi. "Pengalaman awal COVID-19 di New York adalah hal terburuk yang pernah saya alami dalam hidup, sungguh mengerikan," kenangnya.

Kisah Seorang Pasien

Salah satu pasien Scheinin adalah seorang pastor berusia pertengahan 50-an yang terifeksi COVID-19 pada Maret 2020. Pastor Benjamin Thomas asal East Meadow, Long Island, itu dirawat hampir 100 hari di rumah sakit, 54 hari di antaranya dengan bantuan ventilator, dan enam minggu dalam keadaan koma. Ia keluar rumah sakit pada Juli 2020 dengan alat bantu tabung oksigen.

Pada 2022, Thomas merasa kemampuannya melakukan aktivitas sehari-hari menurun drastis dan butuh oksigen saat mengerjakan hal-hal sederhana. "Saya tak bisa mandi lebih dari 30 detik tanpa bantuan oksigen," kata Thomas.

Scheinin menjelaskan Thomas tak punya masalah kesehatan sebelum tertular COVID. Namun biopsi paru menunjukkan gejala yang dialaminya fibrosis paru pascaperadangan akibat infeksi COVID. Kondisi paru-parunya semakin parah sehingga harus menjalani transplantasi dua paru. Setelah melalui daftar tunggu selama tujuh bulan, operasinya dilakukan pada 28 Februari 2023.

Apa Itu Fibrosis Paru?

Paru-paru sehat melakukan tugasnya menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Peradangan akibat respons terhadap virus corona baru menyebabkan banyak orang mengalami luka pada paru-paru. 

Pada kasus tertentu, paru-paru tak lagi berfungsi normal sebaik sebelum terinfeksi, kata Scheinin. "Pertukaran gas terhambat karena ada area di jaringan paru yang luka sehingga organ ini tak berfungsi normal," jelasnya. 

Ia melanjutkan, "Areanya mungkin kecil, tidak signifikan dan tak terlihat. Tapi semakin parah luka di jaringan paru, fungsi normal paru pun semakin rusak dan pasien jadi sulit bernapas."

Kondisi ini pun menyebabkan masalah di kemudian hari, terutama jika penderita memiliki masalah pernapasan lain. "Flu dan penyakit lain bisa semakin parah karena kerusakan bawaan pada paru. Menurut saya, kondisi ini membuat paru semakin rentan cedera," tutur Scheinin.

Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

Gejala fibrosis paru pascacovid bisa mirip penyakit paru lain. Jika seseorang pernah terkena COVID-19 dan masih mengalami susah bernapas, batuk kronis, perubahan kemampuan berolahraga, merokok, atau punya kondisi bawaan seperti emfisema, penderita harus memeriksakan diri ke dokter atau pumonolog, kata Scheinin.

Pemeriksaan kondisi ini relatif non-invasif, biasanya meliputi rontgen atau CT scan untuk memeriksa struktur kerusakan paru, juga tes darah dan fungsi paru. Tak semua penyintas COVID mengalami fibrosis paru dan keparahan serta pemulihan pada setiap orang bisa berbeda, papar Scheinin.

Dalam beberapa kasus, seseorang bisa lebih rentan mengalami fibrosis paru karena masalah kesehatan yang sudah ada dan infeksi COVID-19 bisa mempercepat perkembangan fibrosis. Bila merasakan gejala, segera periksakan ke dokter paru, terutama jika sulit bernapas.

Faktor risiko fibrosis paru pascacovid termasuk memiliki penyakit kronis bawaan, usia lanjut, menggunakan ventilator ketika terinfeksi COVID-19, menurut penelitian sebelumnya. Para peneliti masih mendalami penggunaan obat antifibrosis untuk mengatasi kondisi ini, begitu juga steroid, dan obat-obatan antiperadangan yang kini digunakan untuk penyakit paru lainnya. Selain obat-obatan, perawatan juga bisa melibatkan rehabilitasi paru, latihan fisik, dan perubahan perilaku, jelas Scheinin.


 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus