Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Gagalnya azt

Obat azt (azidothymidine) dilaporkan gagal untuk mengatasi penderita aids. kemungkinan percobaan de ngan azt akan dihentikan. selain mahal, azt juga tidak efektif.

21 Maret 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPAYA mengatasi AIDS (acquired immonodeficiency syndrome) kini kembali ke titik gelap. AZT (Azidothymidine), satu-satunya obat yang mendapat izin untuk dicobakan kepada penderita, ternyata tidak banyak menolong. Majalah kedokteran terkemuka, The New England Journal of Medicine, dua pekan lalu, menurunkan laporan yang menunjukkan kegagalan percobaan AZT untuk mengatasi AIDS. Hasil evaluasi yang dilaporkan jurnal itu melibatkan 340 penderita AIDS dari tujuh pusat kesehatan di Amerika Serikat. Semula AZT diharapkan menunda kematian penderita. Perhitungan ini ternyata meleset. Dari percobaan perbandingan terungkap bahwa pada kelompok penderita yang mendapat AZT, 23 di antaranya meninggal dunia. Sementara itu, pada penderita yang tidak mendapat pengobatan apa-apa, hanya 20 penderita yang tewas. Pemberian AZT memang membuat sebagian besar dari 23 penderita yang meninggal itu terhindar dari penyakit infeksi yang biasa menyerang penderita AIDS, misalnya radang paru-paru pneumocystis carnii, dan kanker kulit sarcoma kaposi. Ternyata, mencegah terjadinya infeksi ini tak berarti menangkal kematian mereka. Penderita meninggal karena faktor-faktor yang sampai sekarang memang masih misterius. AZT diberikan bila seseorang ketahuan kejangkitan HIV (human immunodeficiency virus), virus penyebab AIDS, dengan harapan dapat memperpanjang jangka waktu munculnya gejala menurunnya kekebalan tubuh. Namun, evaluasi menunjukkan bahwa sekali gejala AIDS muncul, AZT justru tidak mampu mencegah memburuknya keadaan. Kondisi penderita malah menjadi makin parah dan akhirnya meninggal dunia. Dr. John D. Hamilton dari Veterans Affair Medical Center, Durham, Carolina Utara, AS, menulis dalam jurnal tadi, "Hampir tidak terlihat pebedaan antara penderita yang segera diberi AZT dan yang mendapat medikasi ini sesudah beberapa saat terjangkit HIV." Kapan gejala AIDS muncul pada seseorang yang terjangkit HIV, hingga kini memang belum diketahui secara pasti. Dari awal kejangkitan sampai muncul gejala AIDS, diperkirakan para ahli antara 5-8 tahun. Ketika AZT mendapat izin dari Lembaga Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk dicobakan kepada penderita AIDS, September 1986, sudah mengundang banyak kritik. Para ahli di Inggris dan Prancis mempertanyakan keputusan FDA, karena menyangsikan daya AZT. Sebenarnya FDA mempunyai cukup banyak pilihan karena terdapat obat eksperimental lain yang cara kerjanya berbeda dengan AZT. AZT sebenarnya obat lama. Ditemukan pada tahun 1964 oleh Dr. Jerome Horowitz. Ahli kanker ini mendesain AZT sebagai obat percobaan untuk memusnahkan sel-sel kanker. Percobaan ini dinyatakan gagal. Horowitz sendiri mengakui bahwa AZT sama sekali tak bermanfaat untuk mengatasi kanker. Namun, pada awal 1985 industri farmasi Wellcome menemukan bahwa AZT efektif membasmi retrovirus. Laboratorium Wellcome dengan segera merintis percobaan AZT untuk mengatasi HIV, karena virus ini terkategori retrovirus. Percobaan di laboratorium memang berhasil. HIV dan virus dalam kelompok retrovirus dikenal berkembang biak dengan menduduki selsel jaringan tubuh. Maka, retrovirus memanfaatkan mekanisme pembelahan sel untuk berkembang biak. Virus ini pada awal 1980-an terungkap memiliki transkriptase yang bisa mengubah kode genetik di inti sel menjadi perintah pengembangbiakan virus. Ada berbagai sel yang diserang retrovirus. HIV khususnya menyerang selsel T darah putih, yang dikenal sebagai sel penting dalam sistem pertahanan tubuh. Para peneliti di laboratorium Wellcome yakin, dengan memblokir transkriptase, HIV tidak dapat berkembang biak. Logikanya, populasi HIV dalam tubuh mereka yang terjangkit dapat dikontrol dan gejala AIDS dengan sendirinya bisa dihambat. Sementara itu, Luc Montagnier, penemu HIV dari Lembaga Pasteur Paris, mengkritik sistem pengobatan yang langsung menyerang HIV itu. Menurut ahli dari Prancis ini, HIV sebenarnya menyerang satu sel saja dari 10.000 sel T darah putih. Ia menemukan menurunnya kekebalan tubuh terjadi karena sel-sel T yang terjangkit HIV melakukan kontak di antara mereka sendiri, yang mengakibatkan kerusakan protein yang dikandungnya. Karena proses bunuh diri ini, pada masa delapan tahun jumlah sel T tinggal 10%. Maka, virus bukanlah satu-satunya penyebab AIDS. Karena itu, menurut Montagnier, konsentrasi pada pemusnahan HIV dengan AZT bukan upaya yang tepat. Dr. Abraham Karpas dari Universitas Cambridge, Inggris, berpendapat bahwa AZT hanya dapat digunakan untuk jangka pendek. Ia menemukan AZT yang digunakan dalam jangka panjang mengakibatkan mutasi pada virus HIV. Akibatnya, virus ini malah menjadi kebal (resisten) pada AZT. Karpas mengkritik, khususnya penggunaan AZT untuk jangka panjang seperti yang dilaksanakan sekarang. Dua tahun lalu, tanda kegagalan AZT sebenarnya mulai nyata. Karena itu, tim RS John Hopkins di Baltimore, AS, mencoba menggabungkan AZT dengan pencangkokan sumsum tulang. Pengobatan dengan pencangkokan sumsum ini dikenal terapi untuk mengatasi kanker darah. Hasil percobaan ini tak dipublikasikan dan pada kenyataannya AZT digunakan seperti pada awal percobaan. Kini, banyak ahli berpendapat percobaan dengan AZT sebaiknya dihentikan saja. Selain tidak efektif, AZT sangat mahal. Untuk pengobatan satu tahun diperlukan biaya Rp 200 juta. Wellcome mencatat bahwa tahun lalu penjualan AZT ke seluruh dunia untuk pengobatan AIDS hampir US$ 100 juta. Semua penderita AIDS di Indonesia, sekarang ini, juga mendapat AZT. Menurut Dokter Zoebairi Djoerban, yang biasa menangani para penderita obat ini, AZT segera diberikan setelah penderita diketahui kejangkitan HIV. "Tidak seluruh biaya pengobatan dibebankan kepada penderita," katanya. Di Indonesia, pengadaan AZT bagi penderita dilakukan dengan berbagai kerjan sama dan bantuan. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus