Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Gigi Goyang, Haruskah Dicabut?

Dokter mengatakan mengatasi gigi goyang tak harus selalu dengan cabut gigi, tindakan itu adalah solusi terakhir.

31 Oktober 2023 | 10.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi periksa di dokter gigi. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gigi goyang masih bisa dipertahankan dan dirawat ketika kondisinya masih berada di derajat satu atau dua. Dokter gigi di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Ines Agustina Sumbayak, mengatakan mengatasi gigi goyang tak harus selalu dengan cabut gigi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tidak semua kasus gigi goyang harus dicabut. Cabut gigi adalah solusi paling akhir,” katanya di Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ines menyebut tiga tingkat kegoyangan gigi, yakni ringan, sedang, dan parah atau derajat satu sampai tiga. Ia menjelaskan pada derajat satu kegoyangan umumnya karena ada lubang gigi yang membuat nanah di ujung akar gigi. Kondisi tersebut bisa diperbaiki dengan perawatan saraf atau perawatan saluran akar gigi agar jaringan terinfeksi pada gigi bisa dibersihkan terlebih dulu.

“Jadi gigi tersebut bisa kembali baik, dirawat sampai tuntas sehingga kegoyangan giginya bisa berkurang. Tapi kalau kegoyangan gigi sudah mencapai sepertiga tengah akar gigi dan ada kerusakan, itu sudah masuk derajat dua,” ucap Ines.

Kegoyangan gigi derajat dua bisa diperbaiki dengan metode splinting atau mengikat gigi yang goyang dengan beberapa gigi yang terletak di samping kiri dan kanannya. Ia menjelaskan splinting untuk merekatkan gigi yang lemah dan tindakan ini mengubah gigi menjadi satu kesatuan yang stabil dan lebih kuat.

“Umumnya, tindakan ini dilakukan akibat jaringan gusi yang rusak untuk mencegah gigi copot,” katanya.

Ikat gigi
Meski sama-sama menggunakan kawat dalam prosedurnya, splinting berbeda dengan behel gigi. Splinting untuk menstabilkan gigi goyang, bersifat pasif, dan tidak ada tekanan mendorong gigi tersebut untuk digerakkan ke posisi yang berbeda. Sedangkan behel pada umumnya dipasang pada gigi-gigi yang terjadi malposisi atau gigi yang tidak benar posisinya dengan sifat aktif behel akan mendorong gigi ke bagian yang benar.

“Jadi itu dua hal yang berbeda antara splinting dengan behel. Splinting itu hanya mengikat biar tidak semakin goyang tanpa menggerakkan, sementara behel merapikan, ada tarikan dan dorongan,” paparnya.

Ia menjelaskan splinting gigi bisa dilakukan secara temporer di bawah enam bulan, semipermanen selama enam bulan, dan permanen di atas enam bulan atau tahunan, tergantung kondisi kerusakan gigi. Ketika gigi goyang masih bisa diperbaiki, ia menyebut splinting menjadi solusi yang lebih baik dibanding cabut gigi.

Ia menjelaskan cabut gigi berpotensi menimbulkan efek samping atau komplikasi, antara lain pembengkakan gusi, pendarahan, kerusakan saraf gigi, dan infeksi area gigi yang dicabut.

“Jadi cabut gigi adalah solusi terakhir ketika gigi memang sudah rusak parah dan tidak bisa diperbaiki lagi,” tegasnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus