Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Goyangan untuk Obat Sakti

Ilmuwan Amerika Serikat menemukan bahwa aspirin dapat meningkatkan risiko kanker pankreas. Ini bertentangan dengan hasil riset sebelumnya.

2 November 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah pertemuan para ahli. Sebuah pemaparan tentang hasil penelitian yang berseberangan dengan apa yang luas diketahui dan diyakini sebelumnya. Jadilah ada kejutan, juga—tentu saja—keraguan. Begitulah keadaannya ketika Dr. Eva Schernhammer dari Harvard University Medical School mengungkapkan adanya keterkaitan antara perempuan yang mengkonsumsi aspirin dan risiko terkena kanker pankreas, dalam pertemuan American Association for Cancer Research (AACR) di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, pekan lalu. Padahal perempuan yang menelan aspirin di AS berjumlah jutaan orang tiap harinya.

Schernhammer melakukan penelitian terhadap 88 ribu lebih perawat yang menelan aspirin dalam kurun waktu 20 tahun atau lebih. Hasilnya, mereka yang menelan lebih dari 14 tablet seminggu berisiko 86 persen lebih besar terkena kanker pankreas ketimbang yang bukan pemakai. Yang menenggak 6-13 tablet per minggu berisiko 41 persen. Pengguna dalam kadar 1-3 butir seminggu menghadapi tingkat risiko 11 persen.

Kendati begitu, Schernhammer tak lantas menganjurkan supaya berhenti minum aspirin. Menurut dia, perlu riset yang lebih mendalam atas temuannya sebelum sampai pada kesimpulan tersebut. Selain itu, "Masih banyak kegunaan yang bisa diraih dari aspirin sebagai obat," tuturnya.

Selama ini, aspirin terkenal sebagai obat "segala penyakit". Mengandung senyawa kimia asam asetil-salisilat (ASA) sebagai bahan aktif, aspirin adalah temuan Dr. Felix Hoffmann pada 1897. Ahli kimia Bayer lainnya—tempat Hoffmann bekerja—menguji formula temuannya itu dua tahun kemudian, sekaligus memberi nama aspirin, yang terkenal sampai sekarang.

Tadinya aspirin, yang juga menjadi unsur dalam sejumlah obat bebas, dikenal sebagai obat sakit kepala serta keluhan ringan lain seperti demam ataupun badan pegal. Barulah pada 1977 ilmuwan Inggris bernama Dr. John Vane mengungkap cara kerja pil ini dalam tubuh manusia. Temuan Vane makin menggiring penggunaan aspirin lebih luas lagi.

Kegunaannya yang beraneka macam menjadikan aspirin sebagai obat yang paling sering direkomendasikan. Bayangkan saja, aspirin bisa bersifat analgesik, juga anti-inflamasi sekaligus antipiretik. Saking lakunya, dalam setahun di AS saja diproduksi tak kurang dari 40 juta pon aspirin. Angka ini setara dengan 300 butir aspirin untuk tiap penduduk AS, dari mulai anak kecil hingga manula.

Revolusi ketiga bagi aspirin terjadi pada 1988. Ketika itu Profesor G. Kune dari Pusat Studi Kanker Usus Besar Melbourne, Australia, membuktikan peran ASA—senyawa aktif aspirin—sebagai obat buat pencegahan kanker usus besar. Maka, jadilah dalam satu dekade terakhir ini kegunaan aspirin lebih luas lagi. Ini tak lain adalah kemampuan senyawa aktifnya menghentikan produksi prostaglandin dalam tubuh. Efeknya: ia bisa mencegah serangan jantung. Untuk alasan inilah, banyak orang yang kini menelan aspirin. Hasil riset mutakhir juga menyebut bahwa ASA bisa digunakan untuk pencegahan katarak, beberapa jenis kanker, serta pencegah naiknya tekanan darah selama masa kehamilan yang dikenal dengan nama pre-eclampsia.

Namun, sebagaimana obat-obatan lain, aspirin tak luput dari efek samping. Beberapa yang sudah diberitakan di antaranya adalah gangguan pencernaan akibat senyawa asam yang dikandungnya, terutama pada penggunaan dosis tinggi. Aspirin juga tidak digunakan untuk mengobati demam pada anak akibat infeksi virus seperti cacar air atau flu. Sebuah riset menemukan bahwa penggunaan aspirin bersama obat antivirus berpotensi mematikan—disebut dengan sindrom Reye.

Temuan Schernhammer bisa jadi menambah panjang daftar efek samping aspirin. Tapi Asmara Pusparani, Manajer Komunikasi Perusahaan PT Bayer Indonesia, mengatakan apa yang diungkap oleh Schernhammer perlu dicermati lebih jauh. Soalnya, berdasarkan data-data yang dimilikinya, penggunaan aspirin malahan mengurangi risiko kanker.

Salah satunya, Asmara menunjuk Journal of the National Cancer Institute yang dipublikasi pada Agustus 2002. Disebutkan, ada bukti kuat bahwa penggunaan aspirin dapat membantu mencegah kanker pankreas. Riset ini menyebut bahwa, pada perempuan yang menelan 2-5 butir aspirin tiap minggu, risiko terkena kanker pankreas berkurang 43 persen.

Kendati begitu, terkait dengan temuan Schernhammer dan penggunaan aspirin untuk pencegah serangan jantung, Asmara menyarankan supaya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengambil keputusan. "Yang pasti, semua informasi ini harus disampaikan," ujar Asmara.

Agus Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus