Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Harapan Baru bagi Pasangan Tak Subur

Dengan medium kultur buatan, transfer embrio blastosis bisa mencapai keberhasilan yang jauh lebih tinggi dari teknik bayi tabung konvensional. Indonesia sudah bisa melakukannya.

29 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERKEMBANGAN teknologi bayi tabung membuat masa depan cerah bagi pasangan tak subur. Dunia kedokteran berhasil mengembangkan teknik rekayasa kehamilan yang lebih menjanjikan: transfer blastosis. Cara ini meningkatkan angka keberhasilan kehamilan dan memperkecil kemungkinan kelahiran bayi ganda. Tiga studi menyangkut alih blastosis itu dipublikasikan di jurnal Fertility and Sterility, Agustus lalu. Selama ini, dengan teknik bayi tabung standar, embrio yang dipindahkan ke dalam rahim adalah yang berusia 2-3 hari sesudah pembuahan. Dengan teknik baru itu, embrio baru dipindahkan ke dalam rahim ketika sudah mencapai stadium blastosis, atau sudah berumur lima hari sesudah pembuahan. Lalu, apa akibatnya? Salah satu studi yang dikerjakan Dr. Jose R. Cruz dan koleganya di George Washington University Medical Center membandingkan angka kehamilan pada 22 wanita yang menjalani teknik bayi tabung IVF (in-vitro fertilization) standar dan 15 pasien yang menjalani transfer blastosis. Para wanita itu sebelumnya telah menempuh sedikitnya tiga kali prosedur IVF standar, tapi gagal hamil. Ternyata, pada wanita yang menempuh transfer blastosis, 40 persen di antaranya berhasil hamil. Sedangkan wanita yang menjalani IVF standar hanya 9 persen yang bisa hamil. Selain itu, para peneliti melaporkan, dibandingkan dengan teknik standar, ''Hanya sedikit blastosis yang dibutuhkan untuk ditanam di rahim. Karena itu, kehamilan ganda bisa dikurangi," tulis Reuters Health. Menurut Dr. Muchsin Jaffar, Kepala Laboratorium Unit Infertilitas Melati Rumah Sakit Anak dan Ibu Harapan Kita, Jakarta, kultur dan transfer blastosis memang merupakan salah satu kemajuan dalam program IVF untuk meningkatkan keberhasilan kehamilan. Namun, sesungguhnya teknik itu bukan konsep yang sama sekali baru. Bayi tabung pertama hasil transfer blastosis telah dilahirkan sejak sepuluh tahun lalu. Yang terbaru dalam teknik itu, menurut Muchsin, adalah telah ditemukannya perbaikan formulasi dari medium kultur untuk memperoleh embrio yang lebih baik kualitasnya. Medium biakan yang digunakan untuk menumbuhkan embrio di laboratorium memang merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan program bayi tabung. Dalam kehamilan alamiah, suatu sel telur yang terbuahi akan menjadi embrio yang selanjutnya akan mengalami satu seri proses pembelahan sel menjadi embrio dua sel, empat sel, delapan sel, morula, dan akhirnya menjadi blastosis pada hari ke lima setelah pembuahan. Pada tahap morula dan blastosis inilah embrio bergerak dari saluran telur ke dalam rongga rahim. Pada stadium blastosis, embrio telah memiliki dua tipe sel dengan rongga di tengahnya. Sel terluar berkembang menjadi plasenta, sedangkan sel-sel bagian dalam akan berkembang menjadi fetus. Pada hari keenam, blastosis akan keluar dari lapisan pelindung terluarnya dan kemudian menanamkan diri ke dinding rahim si calon ibu. Pada program bayi tabung konvensional, embrio dipindahkan ke dalam rahim ketika baru memasuki stadium empat sel. ''Ini terlalu cepat. Lebih baik bila dipindahkan pada stadium blastosis," ujar Muchsin. Jadi, kenapa embrio dipindahkan ketika masih pada tahapan begitu dini? Ternyata, medium kultur yang selama bertahun-tahun ini digunakan hanya bisa mendukung pertumbuhan embrio hingga tahap empat sel saja. Memang, ada juga embrio yang bisa terus tumbuh menjadi blastosis. Namun, tingkat keberhasilan dengan medium ini hanya 30-40 persen. Embrio yang masih dalam tahap empat sel sebenarnya belum siap dipindahkan ke dalam rahim. Pemindahan itu akan membuat embrio stres karena kondisi rahim terlalu asam baginya. Dengan begitu, risiko kegagalan kehamilan pada teknik bayi tabung standar menjadi lebih tinggi. Itu pula sebabnya, untuk mengantisipasi kegagalan, jumlah embrio yang ditanam bisa sampai empat. Celakanya, kalau semua berkembang, akan terjadi kehamilan ganda yang sebetulnya tidak menguntungkan baik bagi janin maupun ibunya. Ini berbeda dengan teknik transfer blastosis, yang karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi, yang dipindahkan ke rahim cukup dua saja. Sekitar tahun 1992, Rumah Sakit Harapan Kita sebenarnya telah mencoba teknik transfer blastosis. Hanya saja, waktu itu tim dokter mempergunakan medium ko-kultur, bukan dengan medium buatan terbaru yang disebut medium G12, G22, atau P1. Sistim ko-kultur pada prinsipnya mengembangkan embrio di atas suatu lapisan tunggal sel-sel pada suatu medium kultur. Sel-sel itu harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan mengultur sel-sel tertentu, misalnya sel rahim, yang diambil melalui operasi. Ketika itu, RS Harapan Kita menggunakan sel saluran telur. Meski berhasil, teknik itu akhirnya tak diterapkan lagi karena mengundang kontroversi—apakah benar teknik ini meningkatkan keberhasilan. Selain itu, teknik ko-kultur juga cukup rumit sehingga kini mulai ditinggalkan. Para dokter lebih menyukai medium buatan yang formulasinya telah dibuat sedemikan rupa sehingga seperti lingkungan rahim. Apalagi medium baru ini ternyata mampu mengembangkan 70 persen embrio menjadi blastosis. Kabar baik ini, sayangnya, hanya bisa dinikmati para calon ibu yang memiliki embrio banyak, sekitar 8-10 sel selur. Sayangnya lagi, RS Harapan Kita—satu-satunya rumah sakit di Indonesia yang diizinkan melakukan prosedur bayi tabung—hingga saat ini belum menggunakan medium baru itu. ''Mengubah sistem tidak mudah. Angka keberhasilan yang dilaporkan di luar negeri memang cukup tinggi, tapi harus diuji lagi di sini. RS Harapan Kita sedang memikirkan upaya ke arah sana," ujar Muchsin. Meski begitu, bagi pasangan yang punya embrio banyak, RS Harapan Kita bisa menawarkan pilihan, apakah mau mengembangkan sebagian embrionya hingga tahap blastosis atau tidak. Jadi, sebagian embrio ditransfer ketika berusia dua hari, dan sebagian lainnya—yang sudah sampai taraf blastosis—menyusul kemudian. Teknik yang dinamakan sequence transfer itu ternyata meningkatkan angka keberhasilan hingga 50 persen dibandingkan dengan metode konvensional.
TAHAP PEMBELAHAN SEL MULAI DARI PEMBUAHAN SAMPAI STADIUM BLASTOSIS
A & BPronukleus sel sperma & sel telur bertemu
CMembentuk zigot
DMitosis dimulai
ESel membelah lagi
FSel-sel menjadi lebih kecil
GMenghasilkan pembentukan blastosit dimana sel-sel terkumpul dalam sebuah massa sel dalam dan sebuah lapisan luar yang disebut trofoblas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus