PERTENGAHAN April ini apotik di Jakarta akan memasang daftar
harga eceran tertinggi dari obat-obatan yang mereka jual. Daftar
harga itu dipasang sedemikian rupa sehingga langganan dengan
mudah dapat memeriksa apakah mereka telah membeli sesuatu obat
dengan harga yang lebih mahal dari yang ditentukan oleh Dinas
Kesehatan Jakarta Raya.
Apotik bukannya dipaksa untuk merugi dengan ketentuan ini.
Tujuannya, seperti dikatakan dr Herman Susilo, kepala dinas
kesehatan DKI, "supaya apotik jangan mengambil keuntungan
semaunya". Perusanaan-perusahaan yang bergerak di bidang
penjualan obat-obatan itu tetap diperkenankan mengambil
keuntungan, "asal jangan sampai lewat 50% dari harga pabrik",
sambungnya pula.
Tingginya harga jual apotik memang sudah sejak lama jadi
keluhan. Terutama kalau dibandingkan dengan harga jual toko-toko
obat di Glodok. Toko-toko itu memang tidak diperkenankan
melayani pembelian dengan resep dokter. Nyatanya, orang-orang
yang ingin memperoleh keringanan harga, sering muncul di sana
dan ternyata memang bisa mendapatkan obat yang tertulis dalam
resep. Meskipun kadang-kadang engko pemilik toko terpaksa
dibantu untuk membaca resep yang ditulis dengan gaya cepat oleh
dokter.
Menurut dr Herman Susilo daftar itu akan meliputi 300 jenis obat
berikut tanda-tanda dagangnya. "Daftar itu sudah akan terpasang
pada pertengahan April ini", katanya. Di seluruh Jakarta Raya
terdapat 281 buah apotik. "Apotik yang melanggar akan dapat
peringatan pertama sampai ketiga. Tapi kalau pelanggaran itu
nyata-nyata disengaja, pada peringatan kedua saja, apotik yang
bersangkutan akan saya segel", ancamnya.
Ular Mematuk
Agaknya daftar harga eceran tertinggi ini hanya akan menolong
mereka yang sadar betul akan "pembelian yang terlalu tinggi".
Juga mereka yang tahu betul selukbeluk obat-obatan. Dengan
tulisan dokter yang bagaikan ular mau mematuk, dengan jumlah
merek dagang yang bisa mencapai 20 untuk satu jenis obat saja,
mungkin orang ogah untuk repot mengadu atau berdebat dengan
pemilik apotik. "Saya kira orang tak mau repot untuk memeriksa
daftar itu", ujar Zurmatias, pimpinan bagian pembelian dari
Apotik Raden Saleh. Dia menganggap peraturan tersebut akan
menambah pekerjaan bagi apotik. "Sebab saya kira daftar harga
itu akan diisi oleh pemilik apotik sendiri. Dan blanko daftar
yang dikirimkan dinas kesehatan tadi harus kita bayar lagi",
sambungnya pula, mengeluh.
Tingginya harga jual apotik dan bervariasinya harga dari apotik
yang satu dengan lainnya umumnya dianggap orang karena
berbedanya mutu pelayanan. Tambah baik pelayanan tambah mahal
harganya. Wartawan TEMPO Martin Aleida yang mengamati harga jual
apotik tersebut dengan membawa resep yang ditulis seorang
dokter, menurunkan laporan sebagai berikut:
Apotik Retna berdiri bagaikan sebuah bar, tak jauh dari
Rumahsakit latmawati Cilandak. Ada disko di situ. Bacaan
disediakan. Air jeruk dingin yang disimpan dalam tabung kaca
bermerek Oasis diletakkan pada sebuah pojok. Langganan boleh
minum gratis di situ. Kendaraan boleh parkir cuma-cuma di
halaman yang luasnya kira-kira 900 meter persegi dengan lampu
lampu neon yang benderang.
Apotik uli baru dua bulan dipugar. Di sini obat TBC Rifampicin
dengan merek dagang Remactane dijual seharga Rp 450 per kapsul.
Sedangkan harga pabrik obat ini Rp 230. Jadi harga tinggi obat
tersebut adalah Rp 345. Sementara di apotik Tanjakan, di Jalan
Bukit Duri Tanjakan 68, obat itu dijual Rp 410. Keadaan fisik
apotik ini memang memberikan alasan mengapa obat tadi hanya
sampai seharga itu. Sekalipun masih tetap melewati harga yang
ditentukan dinas kesehatan DKI. Di pekarangannya seenaknya saja
parkir beca. Malahan ada yang menjungkirbalikkan kendaraan itu
untuk memperbaiki sesuatu kerusakan. Sampah bertaburan di
pelataran parkir yang berlumut. Tukang bakso dan asinan
memangkal tak jauh dari pintu apotik. Langganan yang kurang,
membuat para asisten apoteker (atau anak pemilik apotik?) jajan
di situ. Penerangan di dalam ruangan apotik kurang dengan
plafond eternit yang di sana-sini sudah cendawanan.
Di toko-obat "Sehat", di Jalan Pancoran, Jakarta Kota, yang
bersebelahan dengan pedagang buah, obat TBC itu dijual Rp 300.
Limapuluh rupiah lebih murah dari harga eceran tertinggi.
Yang benar-benar menjual di bawah harga eceran tertinggi,
hanyalah toko-toko obat di daerah Glodok dan Pancoran. Obat anti
tekanan darah tinggi Hygroton di sini bisa dibeli di bawah harga
ketentuan yang Rp 570. Apotik Kimia Farma, Gambir, Tanjakan dan
Retna semuanya menjual di atas harga eceran tertinggi. Termasuk
apotik milik Rumahsakit Cipto Mangunkusumo. Boleh dikatakan tak
satu pun obat yang dijual apotik berada di bawah keuntungan 50%
dari harga pabrik. Jika peraturan yang dikeluarkan Herman Susilo
itu dijalankan, agaknya dia akan kewalahan sendiri meladeni
pengaduan-pengaduan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini