Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Harga Jangan Lewat Batas

Apotik yang ada di Jakarta diharuskan memasang daftar harga eceran tertinggi obat-obat yang mereka jual. Apotik tak dibenarkan menarik keuntungan di atas 50% dari harga pabrik.

16 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTENGAHAN April ini apotik di Jakarta akan memasang daftar harga eceran tertinggi dari obat-obatan yang mereka jual. Daftar harga itu dipasang sedemikian rupa sehingga langganan dengan mudah dapat memeriksa apakah mereka telah membeli sesuatu obat dengan harga yang lebih mahal dari yang ditentukan oleh Dinas Kesehatan Jakarta Raya. Apotik bukannya dipaksa untuk merugi dengan ketentuan ini. Tujuannya, seperti dikatakan dr Herman Susilo, kepala dinas kesehatan DKI, "supaya apotik jangan mengambil keuntungan semaunya". Perusanaan-perusahaan yang bergerak di bidang penjualan obat-obatan itu tetap diperkenankan mengambil keuntungan, "asal jangan sampai lewat 50% dari harga pabrik", sambungnya pula. Tingginya harga jual apotik memang sudah sejak lama jadi keluhan. Terutama kalau dibandingkan dengan harga jual toko-toko obat di Glodok. Toko-toko itu memang tidak diperkenankan melayani pembelian dengan resep dokter. Nyatanya, orang-orang yang ingin memperoleh keringanan harga, sering muncul di sana dan ternyata memang bisa mendapatkan obat yang tertulis dalam resep. Meskipun kadang-kadang engko pemilik toko terpaksa dibantu untuk membaca resep yang ditulis dengan gaya cepat oleh dokter. Menurut dr Herman Susilo daftar itu akan meliputi 300 jenis obat berikut tanda-tanda dagangnya. "Daftar itu sudah akan terpasang pada pertengahan April ini", katanya. Di seluruh Jakarta Raya terdapat 281 buah apotik. "Apotik yang melanggar akan dapat peringatan pertama sampai ketiga. Tapi kalau pelanggaran itu nyata-nyata disengaja, pada peringatan kedua saja, apotik yang bersangkutan akan saya segel", ancamnya. Ular Mematuk Agaknya daftar harga eceran tertinggi ini hanya akan menolong mereka yang sadar betul akan "pembelian yang terlalu tinggi". Juga mereka yang tahu betul selukbeluk obat-obatan. Dengan tulisan dokter yang bagaikan ular mau mematuk, dengan jumlah merek dagang yang bisa mencapai 20 untuk satu jenis obat saja, mungkin orang ogah untuk repot mengadu atau berdebat dengan pemilik apotik. "Saya kira orang tak mau repot untuk memeriksa daftar itu", ujar Zurmatias, pimpinan bagian pembelian dari Apotik Raden Saleh. Dia menganggap peraturan tersebut akan menambah pekerjaan bagi apotik. "Sebab saya kira daftar harga itu akan diisi oleh pemilik apotik sendiri. Dan blanko daftar yang dikirimkan dinas kesehatan tadi harus kita bayar lagi", sambungnya pula, mengeluh. Tingginya harga jual apotik dan bervariasinya harga dari apotik yang satu dengan lainnya umumnya dianggap orang karena berbedanya mutu pelayanan. Tambah baik pelayanan tambah mahal harganya. Wartawan TEMPO Martin Aleida yang mengamati harga jual apotik tersebut dengan membawa resep yang ditulis seorang dokter, menurunkan laporan sebagai berikut: Apotik Retna berdiri bagaikan sebuah bar, tak jauh dari Rumahsakit latmawati Cilandak. Ada disko di situ. Bacaan disediakan. Air jeruk dingin yang disimpan dalam tabung kaca bermerek Oasis diletakkan pada sebuah pojok. Langganan boleh minum gratis di situ. Kendaraan boleh parkir cuma-cuma di halaman yang luasnya kira-kira 900 meter persegi dengan lampu lampu neon yang benderang. Apotik uli baru dua bulan dipugar. Di sini obat TBC Rifampicin dengan merek dagang Remactane dijual seharga Rp 450 per kapsul. Sedangkan harga pabrik obat ini Rp 230. Jadi harga tinggi obat tersebut adalah Rp 345. Sementara di apotik Tanjakan, di Jalan Bukit Duri Tanjakan 68, obat itu dijual Rp 410. Keadaan fisik apotik ini memang memberikan alasan mengapa obat tadi hanya sampai seharga itu. Sekalipun masih tetap melewati harga yang ditentukan dinas kesehatan DKI. Di pekarangannya seenaknya saja parkir beca. Malahan ada yang menjungkirbalikkan kendaraan itu untuk memperbaiki sesuatu kerusakan. Sampah bertaburan di pelataran parkir yang berlumut. Tukang bakso dan asinan memangkal tak jauh dari pintu apotik. Langganan yang kurang, membuat para asisten apoteker (atau anak pemilik apotik?) jajan di situ. Penerangan di dalam ruangan apotik kurang dengan plafond eternit yang di sana-sini sudah cendawanan. Di toko-obat "Sehat", di Jalan Pancoran, Jakarta Kota, yang bersebelahan dengan pedagang buah, obat TBC itu dijual Rp 300. Limapuluh rupiah lebih murah dari harga eceran tertinggi. Yang benar-benar menjual di bawah harga eceran tertinggi, hanyalah toko-toko obat di daerah Glodok dan Pancoran. Obat anti tekanan darah tinggi Hygroton di sini bisa dibeli di bawah harga ketentuan yang Rp 570. Apotik Kimia Farma, Gambir, Tanjakan dan Retna semuanya menjual di atas harga eceran tertinggi. Termasuk apotik milik Rumahsakit Cipto Mangunkusumo. Boleh dikatakan tak satu pun obat yang dijual apotik berada di bawah keuntungan 50% dari harga pabrik. Jika peraturan yang dikeluarkan Herman Susilo itu dijalankan, agaknya dia akan kewalahan sendiri meladeni pengaduan-pengaduan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus