Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Gedung Baru, Tanpa Sandal

RRI Jakarta sudah menempati gedung baru. Terletak di Jalan Merdeka Barat, gedung itu cukup mewah. Lantai 1-4 untuk tugas operasionil, 5-8 dipakai untuk kegiatan administrasi.

16 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGAPULUH lima tahun mungkin cukup lama bagi RRI Studio Jakarta, untuk bersesak-sesak dalam satu bangunan tua. Gedung baru memang pantas untuknya. Dan Sabtu dua pekan lalu Menteri Penerangan Mashuri meresmikan gedung itu, yang seperti gedung yang lama terletak di jalan Merdeka Barat. Luas gedung baru itu 6 ribu meter persegi, terdiri atas 8 lantai. Lantai satu sampai empat digunakan untuk tugas operasionil. Sedang lantai 5 sampai 8 untuk administrasi siaran. Menggunakan AC sentral, gedung megah itu pada bagian. dalamnya dilapisi plywood. Ada juga kaca yang dipasang antara ruang kerja dengan lorong-lewat. Mungkin karena masih baru, suasana masih agak berantakan. Kursi-kursi belum teratur rapi, dan mereka masih menggunakan meja-meja lama. Hanya kursi tamu warna putih yang kelihatan baru, dan itu terletak diruang kepala studio. "Ini juga masih pinjaman", kata Anwar Siregar, sang kepala yang baru sepuluh bulan pindah ke sini. Namun menurut Anwar, walaupun meja kursi lama, tapi dengan gedung baru itu "karyawan-karyawan merasa bangga", begitu. Semangat kerja juga bertambah -- lebih-lebih karena April ini mereka mulai menikmati kenaikan gaji. Sekarang, pada penilaian Anwar, karyawan datang lebih pagi, dan selalu rapi. "Tak ada yang pakai sandal jepit lagi", katanya. Dan kalau ada acara penataran, semuanya mau ikut. "Terpaksa kami harus membatasi, dan mengaturnya secara bergilir", sambung pejabat radio yang pernah berpos di Medan, Pakanbaru dan Aceh itu. Ketika masih menggunakan gedung lama, warisan NIROM (Nederland Indische Radio Omroep Maatschappij), karyawan memang seenaknya. Ada yang pakai sepatu tapi tak kurang yang bersandal jepit. Semangat kerja sangat minim. Belum lagi ruang siaran yang sumpek. "Mau mengganti peralatan, tata ruangan tak memenuhi syarat", kata Bennyasyim, seorang karyawan senior yang memegang bagian perencanaan acara. Waktu itu peralatan RRI buatan Jerman, yang disesuaikan dengan suasana ruangan lama. Ketika peralatan baru dari Perancis datang, ruangan lama tak dapat menampungnya. Kini ruangan baru dan lapang itu sudah terasa Idop dengan instrumen tersebut. Seniman Iklan Tapi peralatan bukan hanya soal mendapatkannya. Tapi, lebih penting kemampuan merawat. Artinya biaya. "Gedung baru berarti biaya baru", sela Anwar. Padahal biaya keseluruhan yang diterima dari kas negara belum juga berobah. Sebulan, RRI Pusat terima Rp 5 juta. Yang Rp 3 juta untuk ongkos operasionil dan selebihnya untuk administrasi dan lain-lain. Memang ada rencana biaya itu akan naik, tapi cuma 5%. Ini jauh dari cukup", sebutnya. Bagaimana dengan iklan? Tak bisa menutupi? "Tidak". Anwar menjelaskan, bahwa dari iklan sebulan mereka hanya mendapat sekitar Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu. Bilangan itu sebagian disetor ke kas negara, dan sebagian lagi buat seniman iklan. Tapi yang penting, "dalam soal iklan kami mendapat saingan berat dari radio-radio amatir", sahutnya. Ada juga sumber lain. Misalnya menyewakan studio 5, yang populer itu, untuk pertemuan-pertemuan umum, pertunjukan dan pergelaran. Tapi toh hasil dari sini hanya pas untuk menutup perawatan biaya ruangan itu saja. Biar berada di gedung yang bernilai Rp 1 milyar lebih, acara-acara tak akan berobah. Ada 6 programa: nasional, khusus, ibukota, musik sepanjang hari. stereo, dan luar negeri. Dari yang 6 itu 5 ditangani langsung oleh RRI. Pengelolaan programa luarnegeri mendapat bantuan Departemen Luar Negeri. Kepercayaan Belum Ada Kendati acara tetap, peningkatan mutu bukan tak dituntut khalayak. Dan Anwar tak mengabaikan hal itu. "Acara apa yang digemari dan jam-jam berapa, itu yang sedang kami cari", sambungnya. Ini artinya riset telah dicanangkan. Sekarang ini RRI Pusat mempunyai 3 studio rekaman. Yang pertama untuk rekaman gending (gamelan) yang sudah stereo. Lalu studio musik dan studio drama. Dua yang terakhir ini masih mono. Tapi ketiga studio tersebut merupakan induk rekaman. Hanya karena masih menyangkut biaya, studio-studio tersebut masih behlm sempurna. "Kami masih belum mempunyai alat untuk mencek stereo", ucap Anwar. Dalam rangka peningkatan mutulah Anwar kemudian mengeluh soal fasilitas tenaga listrik. Baru ada 300 ribu wat. "Kami rasa ini amat kurang", katanya, "mengingat negara kita yang luas dan terdiri dari kepulauan". Ia mengharapkan bisa mendapat 1 juta wat, paling meleset 500 ribulah. Perkara tenaga kerja juga jadi problim RRI yang di ibukota ini, walaupun ini sudah dirasakan sejak di gedung lama. Siaran-siaran yang menyentuh pendengar setiap hari dikelola oleh 400 orang, termasuk tenaga honorer. Sebagai radio milik negara, RRI Jakarta, seperti juga yang di daerah, tak terbuka untuk kepentingan kelompok. Dalam masa kampanye pemilu, RRI hanya menyiarkan pidato kampanye. Tidak jelas apakah juga ada berita kampanye dari ketiga kontestan. Dan di samping itu masih ada acara-acara kuliah agama dari Islam, Katolik, Protestan dan Hindu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus