TIGAPULUH lima tahun mungkin cukup lama bagi RRI Studio Jakarta,
untuk bersesak-sesak dalam satu bangunan tua. Gedung baru memang
pantas untuknya. Dan Sabtu dua pekan lalu Menteri Penerangan
Mashuri meresmikan gedung itu, yang seperti gedung yang lama
terletak di jalan Merdeka Barat.
Luas gedung baru itu 6 ribu meter persegi, terdiri atas 8
lantai. Lantai satu sampai empat digunakan untuk tugas
operasionil. Sedang lantai 5 sampai 8 untuk administrasi siaran.
Menggunakan AC sentral, gedung megah itu pada bagian. dalamnya
dilapisi plywood. Ada juga kaca yang dipasang antara ruang kerja
dengan lorong-lewat. Mungkin karena masih baru, suasana masih
agak berantakan. Kursi-kursi belum teratur rapi, dan mereka
masih menggunakan meja-meja lama. Hanya kursi tamu warna putih
yang kelihatan baru, dan itu terletak diruang kepala studio.
"Ini juga masih pinjaman", kata Anwar Siregar, sang kepala yang
baru sepuluh bulan pindah ke sini.
Namun menurut Anwar, walaupun meja kursi lama, tapi dengan
gedung baru itu "karyawan-karyawan merasa bangga", begitu.
Semangat kerja juga bertambah -- lebih-lebih karena April ini
mereka mulai menikmati kenaikan gaji. Sekarang, pada penilaian
Anwar, karyawan datang lebih pagi, dan selalu rapi. "Tak ada
yang pakai sandal jepit lagi", katanya. Dan kalau ada acara
penataran, semuanya mau ikut. "Terpaksa kami harus membatasi,
dan mengaturnya secara bergilir", sambung pejabat radio yang
pernah berpos di Medan, Pakanbaru dan Aceh itu.
Ketika masih menggunakan gedung lama, warisan NIROM (Nederland
Indische Radio Omroep Maatschappij), karyawan memang seenaknya.
Ada yang pakai sepatu tapi tak kurang yang bersandal jepit.
Semangat kerja sangat minim. Belum lagi ruang siaran yang
sumpek. "Mau mengganti peralatan, tata ruangan tak memenuhi
syarat", kata Bennyasyim, seorang karyawan senior yang memegang
bagian perencanaan acara. Waktu itu peralatan RRI buatan Jerman,
yang disesuaikan dengan suasana ruangan lama. Ketika peralatan
baru dari Perancis datang, ruangan lama tak dapat menampungnya.
Kini ruangan baru dan lapang itu sudah terasa Idop dengan
instrumen tersebut.
Seniman Iklan
Tapi peralatan bukan hanya soal mendapatkannya. Tapi, lebih
penting kemampuan merawat. Artinya biaya. "Gedung baru berarti
biaya baru", sela Anwar. Padahal biaya keseluruhan yang diterima
dari kas negara belum juga berobah. Sebulan, RRI Pusat terima Rp
5 juta. Yang Rp 3 juta untuk ongkos operasionil dan selebihnya
untuk administrasi dan lain-lain. Memang ada rencana biaya itu
akan naik, tapi cuma 5%. Ini jauh dari cukup", sebutnya.
Bagaimana dengan iklan? Tak bisa menutupi? "Tidak". Anwar
menjelaskan, bahwa dari iklan sebulan mereka hanya mendapat
sekitar Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu. Bilangan itu sebagian
disetor ke kas negara, dan sebagian lagi buat seniman iklan.
Tapi yang penting, "dalam soal iklan kami mendapat saingan berat
dari radio-radio amatir", sahutnya.
Ada juga sumber lain. Misalnya menyewakan studio 5, yang
populer itu, untuk pertemuan-pertemuan umum, pertunjukan dan
pergelaran. Tapi toh hasil dari sini hanya pas untuk menutup
perawatan biaya ruangan itu saja.
Biar berada di gedung yang bernilai Rp 1 milyar lebih,
acara-acara tak akan berobah. Ada 6 programa: nasional, khusus,
ibukota, musik sepanjang hari. stereo, dan luar negeri. Dari
yang 6 itu 5 ditangani langsung oleh RRI. Pengelolaan programa
luarnegeri mendapat bantuan Departemen Luar Negeri.
Kepercayaan Belum Ada
Kendati acara tetap, peningkatan mutu bukan tak dituntut
khalayak. Dan Anwar tak mengabaikan hal itu. "Acara apa yang
digemari dan jam-jam berapa, itu yang sedang kami cari",
sambungnya. Ini artinya riset telah dicanangkan. Sekarang ini
RRI Pusat mempunyai 3 studio rekaman. Yang pertama untuk
rekaman gending (gamelan) yang sudah stereo. Lalu studio musik
dan studio drama. Dua yang terakhir ini masih mono. Tapi ketiga
studio tersebut merupakan induk rekaman. Hanya karena masih
menyangkut biaya, studio-studio tersebut masih behlm sempurna.
"Kami masih belum mempunyai alat untuk mencek stereo", ucap
Anwar.
Dalam rangka peningkatan mutulah Anwar kemudian mengeluh soal
fasilitas tenaga listrik. Baru ada 300 ribu wat. "Kami rasa ini
amat kurang", katanya, "mengingat negara kita yang luas dan
terdiri dari kepulauan". Ia mengharapkan bisa mendapat 1 juta
wat, paling meleset 500 ribulah.
Perkara tenaga kerja juga jadi problim RRI yang di ibukota ini,
walaupun ini sudah dirasakan sejak di gedung lama. Siaran-siaran
yang menyentuh pendengar setiap hari dikelola oleh 400 orang,
termasuk tenaga honorer.
Sebagai radio milik negara, RRI Jakarta, seperti juga yang di
daerah, tak terbuka untuk kepentingan kelompok. Dalam masa
kampanye pemilu, RRI hanya menyiarkan pidato kampanye. Tidak
jelas apakah juga ada berita kampanye dari ketiga kontestan. Dan
di samping itu masih ada acara-acara kuliah agama dari Islam,
Katolik, Protestan dan Hindu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini