Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya, Festival Sarung Indonesia (FSI) diselenggarakan. Inisiatif tersebut muncul untuk menyambut Hari Sarung Nasional pada 3 Maret. Bertempat di Gelora Bung Karno, Jakarta, FSI tak hanya mendorong perekonomian rakyat tapi juga mengajak anak muda untuk melestarikan sarung.
Baca: Pakai Sarung Bergaya Modis? Intip di Festival Sarung Indonesia
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan, sarung memiliki nilai jual yang tinggi atau setara dengan batik. “Nilai budaya sarung dan batik itu sama. Karena itu, sarung seharusnya memiliki peminat yang banyak juga,” katanya dalam peresmian FSI, pada 1 Maret 2019.
Karena nilai budaya yang tinggi, anak muda yang melestarikan sarung berarti juga melestarikan budaya Indonesia. Hilmar menyebut bahwa generasi muda saat ini lebih mengadopsi budaya modern seperti penggunaan celana, bahan jeans dan sebagainya.
“Di abad 20-an, masyarakat sangat menjunjung tinggi budaya Indonesia. Mereka menggunakan sarung dan kain batik. Semoga dengan FSI, jangan hanya kita yang bisa dipengaruhi dunia luar. Tapi kita yang juga mempengaruhi mereka,” katanya.
Dalam festival yang diselenggarakan Pokja Toleransi bersama dengan Dewan Kerajinan Nasional dan Smesco Indonesia ini, akan ada seribu jenis sarung yang akan dipasarkan. Selain itu, acara tersebut juga dimeriahkan dengan talk show, karnaval hingga fashion show.
“Mungkin kemarin kurang pemasaran sehingga minat pembeli pun kurang. Sekarang kami mencoba untuk mempromosikannya kembali. Harapannya, semoga ini juga dapat mendongkrak penghasilan pengrajin sarung,” kata Samuel Wattimena, desainer yang jadi kurator FSI 2019.
Baca: Pakai Tenun Ikat, 10 Ribu Orang Akan Ramaikan Festival Sarung NTT
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini