Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Hidung Mancung tanpa Silikon

Operasi menata ulang bentuk hidung sekarang bisa lebih aman dengan menggunakan tulang rawan sendiri. Hasilnya juga lebih permanen.

18 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Titik, 34 tahun, kini bisa tersenyum lega. Hidungnya yang pernah dioperasi untuk pemasangan silikon sempat memerah beberapa waktu lalu. Tak mau berakibat berabe, ia pun menerima saran dokter bedah plastik untuk menjalani bedah plastik perbaikan bentuk hidung menggunakan tulang rawan sendiri. Akhir April lalu, ia masuk meja operasi, dan ternyata hasilnya bagus. "Hidung tidak memerah lagi," kata perempuan yang enggan menyebut nama lengkapnya ini, pekan lalu, di Surabaya.

Ibu dua anak itu menggunakan silikon cair sejak 2005, yang lalu diganti silikon padat pada 2013. Celakanya, semua proses itu tidak dilakukan dokter, tapi pegawai sebuah salon. Seusai perlakuan pada 2013 itu, semuanya baik-baik saja sampai hidung Titik mulai memerah dua tahun kemudian. Saat itulah dia merasa ada yang tak beres.

Titik memilih cara yang tepat mengatasi keluhan itu, yakni dengan operasi yang disebut atauautologus rhinoplasty. Ini adalah operasi mengoreksi hidung dengan menggunakan tulang rawan sendiri. Jika yang diambil tulang dari hidung disebut open rhinoplasty. Sedangkan pada kasus Titik, yang diambil adalah tulang rawan di bagian iga. Menurut dokter bedah plastik Rumah Sakit Port Health Center, Surabaya, Dr dr Iswinarno Doso Saputro, di Surabaya tren itu meningkat hampir tiga kali lipat setahun terakhir. "Biasanya pengguna beralih ke tulang rawan karena bermasalah dengan silikon," ujarnya. Ini memang persis dengan yang dialami Titik.

Mereka memutuskan meninggalkan silikon, kata Iswinarno, karena kerap terjadi infeksi. Lalu "pemandangan" pun jadi tak menarik: hidung memerah, bengkong, hingga kulit jebol karena tak kuat menahan tekanan silikon. "Kalau pakai silikon lagi, bisa terulang infeksinya."

Pria kelahiran Kudus itu menjelaskan, proses operasiautologus rhinoplasty diawali dengan membuka tulang rawan yang menjadi pembatas antara lubang hidung kanan dan kiri. Ukurannya 3 x 5 sentimeter dengan ketebalan 2 milimeter. Selanjutnya, tulang rawan dipotong, diukur, dan dibuatkan maal dengan tinggi serta kenaikan sudut hidung yang sudah ditentukan. "Lalu ditumpuk dan dijahit dengan benang yangabsorbable. Setelah itu diserut."

Setelah disesuaikan, serutan tumpukan tulang rawan diselipkan di atas tulang keras hidung (os nasalis). "Ibaratnya diganjal supaya naik," ucap Iswinarno.

Menurut dokter Budiman, spesialis bedah plastik-rekonstruksi estetik, operasi model ini biasanya berfokus di bagian septum (dinding yang memisahkan rongga hidung kiri dan kanan), tulang tengah hidung, serta ujung yang dekat dengan mata. Lalu ada tautan dari tulang rawan yang dijahit menyatu dengan tulang rawan untuk tambahan septum. Tautan itu fleksibel sehingga bisa diarahkan sesuai dengan sudut yang diinginkan. "Bila sudah mendapat posisi yang tepat , baru tautan itu dikunci dengan pembedahan," katanya.

Ada satu syarat yang mesti dipenuhi pasien sebelum memilih operasi ini, yakni tidak berhidung pesek. "Apalagi bila yang dipakai untuk operasi diambil dari septum, jumlahnya sangat sedikit untuk menjadi tambalan," ujar Budiman di Jakarta.

Pelopor operasi metode ini adalah Korea Selatan, yang menerapkannya sejak 2010. Jauh sebelumnya, tulang rawan digunakan dalam operasi bedah plastik hanya untuk rekonstruksi korban perang pada Perang Dunia I.

Autologus rhinoplastymemiliki keunggulan dibanding silikon. Iswinarno mengatakan tingkat risiko infeksinya jauh lebih rendah ketimbang silikon. Bila muncul jerawat, hasil bedah septum mampu menahan beban lebih kuat. Selain itu, tidak menimbulkan reaksi terhadap kulit.

Menurut Budiman, keunggulan lain yang penting adalah pasien tidak merasa ada benda asing dalam tubuhnya. Jadi, "Bila di-roentgen pun tidak akan kentara ada koreksi di hidungnya."

Memang sudah menjadi pengetahuan khalayak ihwal rawannya penggunaan silikon. Bahan ini, kata Iswinarno, kalau tidak cocok, tak mampu menahan beban lebih berat, seperti jerawat. Perawatannya pun mesti lebih hati-hati.

Bahaya lain adalah jika pemasangan silikon tidak dalam posisi yang tepat. Menurut Budiman, hal ini biasanya bisa dilihat dari empat hal: ujung hidung berwarna pucat, jika diraba keras, berwarna kemerahan, dan acap diawali jerawat yang susah sembuh. Pada akhirnya, posisi silikon goyang dan menonjol (protusi). Tak lama kemudian, benda asing ini menekan kulit di atasnya sehingga jadi tipis, akhirnya jebol (ekstrusi). "Kalau sudah ekstrusi, itu merupakan malapetaka," ujar Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia ini.

Keunggulan silikon sepertinya hanya satu, "Operasinya berlangsung lebih cepat, yakni hanya 30 menit," kata Iswinarno. Silikon juga praktis dan mudah diserut sesuai dengan keinginan. "Juga bisa diganti kalau tidak cocok," ucap alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu.

Sedangkan operasi septum berlangsung lebih lama—mungkin bisa tiga jam—juga lebih rumit. Tapi, yang jelas, hasilnya bakal permanen, meski dengan biaya dua kali lipat. "Namun kemungkinan jebolnya kecil karena tulang rawan relatif tidak ditolak oleh kulit," kata Iswinarno.

Meski mahal, Iswinarno mengatakan biaya operasi yang berlaku di negeri ini lebih murah dibanding di negara lain. Dia menyebutkan tarif di Korea Selatan yang mencapai Rp 30 juta. Tentu saja pasien masih harus menebus tiket pesawat dan akomodasi di Negeri Ginseng itu. "Sedangkan kalau saya menangani di Surabaya, biayanya enggak sampai segitu," ujarnya.

Berapa pun tarifnya, Budiman mewanti-wanti bahwa prinsip operasi hidung adalah menyesuaikan dengan ras alias jika seseorang ingin memancungkan hidung, ya, jangan kebangetan. "Akan aneh jika ras Asia hidungnya seperti ras Kaukasia," katanya. Toh, dia mengakui memang selalu susah menyesuaikan keinginan pasien dengan dokter.

Pada Titik, tampaknya tak ada masalah. Buktinya kini dia happy terhadap hasil operasi tersebut.

Dianing Sari, Artika Rachmi Farmita (Surabaya)


Autologus Rhinoplasty

1. Operasiautologus rhinoplasty diawali dengan membuka tulang rawan yang menjadi pembatas antara lubang hidung kanan dan kiri. Ukurannya 3 x 5 sentimeter dengan ketebalan 2 milimeter.

2. Selanjutnya, tulang rawan dipotong, diukur, dan dibuatkan maal dengan tinggi serta kenaikan sudut hidung yang sudah ditentukan.

3. Serutan tumpukan tulang rawan diselipkan di atas tulang keras hidung (os nasalis). Operasi model ini biasanya berfokus di bagian septum (dinding yang memisahkan rongga hidung kiri dan kanan), tulang tengah hidung, serta ujung yang dekat dengan mata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus