Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tekad Presiden Joko Widodo mengoperasikan jalan tol Trans Jawa pada 2018 bisa kandas. Saat ini, masih ada sekitar 615 kilometer jalan tol yang belum selesai dibangun. Beberapa dari sembilan pemegang konsesi penyelenggaraan jalan tol malah sudah lempar handuk.
Lebaran nanti, ruas jalan tol Cikampek-Palimanan sepanjang 117 kilometer akan dioperasikan. Tapi banyak ruas lain dari proyek raksasa itu belum selesai, bahkan sebagian sama sekali belum dibangun karena terbentur urusan lahan. Pembebasan lahan untuk ruas Pemalang-Batang dan Batang-Semarang, misalnya, hingga kini baru mencapai tiga persen.
Selama bertahun-tahun, pembebasan lahan menjadi momok penyelesaian pembangunan jalan tol Trans Jawa. Sebagai contoh, pembebasan lahan ruas Cikampek-Palimanan memakan waktu sampai empat tahun. Pembebasan lahan memakan waktu lama karena pemerintah mesti berunding dengan setiap pemilik tanah.
Pemerintah sebetulnya sudah memiliki "senjata" untuk pembebasan lahan, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Namun, kenyataannya, "senjata" itu kurang ampuh. Buktinya, meskipun dana pembebasan lahan sudah tersedia, akuisisi lahan itu tak bisa dilakukan karena berbagai hambatan. Salah satunya kepemilikan ganda.
Pembebasan lahan memang menjadi kewajiban pemerintah. Dalam perjanjian penyelenggaraan jalan tol, jelas disebutkan bahwa pemerintah wajib membebaskan seluruh lahan. Pemerintah pun tersandera oleh perjanjian itu meskipun ada pengusaha yang melalaikan kewajibannya. Pengusaha sering berdalih tak bisa mendapatkan pinjaman bank sebelum lahan proyek dibebaskan. Tapi pemerintah juga tak bisa mencabut konsesi yang dimiliki pengusaha.
Itulah yang membuat pembangunan sebagian ruas jalan tol lintas Jawa terkatung-katung selama hampir sepuluh tahun. Padahal masyarakat, terutama para pengusaha, sangat membutuhkan jalan tol ini mengingat jalan nasional tak mampu lagi menyangga kepadatan arus kendaraan. Salah satu yang paling parah adalah ruas jalan pantai utara Jawa. Jalan nasional itu sering rusak dan perbaikannya menghabiskan Rp 1 triliun per tahun. Kerusakan jalan juga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pengguna jalan.
Dengan waktu yang tinggal tiga tahun, pemerintah harus bergegas menyelesaikan pembebasan lahan. Kecepatan pembebasan ini merupakan kunci percepatan penyelesaian pembangunan jalan tol. Selain memberikan alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang besar, pemerintah sebaiknya menggandeng pemerintah daerah untuk mempercepat pembebasan lahan. Tanpa upaya mati-matian di bagian ini, target Presiden Jokowi bisa dipastikan gagal.
Presiden Jokowi juga perlu mengevaluasi lelang proyek jalan tol untuk ruas-ruas lain. Lahan untuk proyek tersebut harus sudah bebas seratus persen sebelum lelang dilakukan. Dengan cara ini, pemerintah bisa menyeleksi peserta tender yang benar-benar memiliki reputasi serta kemampuan keuangan dan teknis yang bagus.
Cara itu juga bisa menghindarkan pemerintah dari para pemburu rente alias penjual kertas konsesi. Praktek ini dimungkinkan karena jaminan yang harus dibayar pemegang konsesi jalan tol ke pemerintah sangat kecil, yakni hanya satu persen dari nilai investasi. Mereka akan mendapat rente jauh lebih besar dengan hanya menjual konsesi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo