APA hubungannya sembelit dan jerawat? Nanny mungkin tak tahu persis jawabnya, tetapi ia punya pengalaman menarik tentang hal itu. Gadis 25 tahun ini pernah merasa tak percaya diri karena taburan benjolan jerawat di pipinya. Beragam kosmetik sudah dia coba tapi sang jerawat tetap tak mau beranjak dari tempatnya. Suatu ketika, Nanny menjajal produk suplemen probiotik untuk mengatasi gangguan sembelit perutnya. Setelah dua pekan minum suplemen probiotik, "Sembelit hilang, jerawat lenyap, dan saya tampil lebih oke," kata karyawati perusahaan swasta di Jakarta ini.
Jerawat di pipi Nanny agaknya muncul akibat flora?terdiri dari bakteri dan jamur yang merupakan golongan tumbuhan?dalam ususnya tidak seimbang. Kondisi flora dalam ususnya itu jugalah yang membuat pencernaannya terganggu hingga menyebabkan sembelit. Begitu keseimbangan flora dalam ususnya dibereskan oleh pasukan probiotik, beres pula kondisi wajahnya.
Tablet probiotik yang dimakan Nanny tak lain merupakan kumpulan dari jutaan bakteri baik, misalnya Streptococcus faecalis, Lactobacillus acidophilus, dan Bifidobacterium bifidum, yang berada dalam kondisi beristirahat (dormant). Saat memasuki tubuh manusia, pasukan bakteri yang sedang tidur itu terbangun kembali karena menemukan lingkungan yang pas untuk beraktivitas. Aktivitas para bakteri itulah yang berjasa membereskan kondisi pencernaan Nanny. Sembelit hilang dan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. "Manfaat ikutannya, kulit jadi lebih sehat dan jerawat hilang," kata Dewi Rahardjo, Manajer Produk PT Takeda Indonesia, produsen penghasil salah satu obat bebas probiotik. Dewi menyampaikan hal ini di sela sebuah diskusi mengenai probiotik, dua pekan lalu, di Jakarta
Bagaimana semua itu bisa terjadi? Dalam diskusi itu, Elvina Karyadi, ahli gizi dari Pusat Kajian Gizi Regional Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa bakteri baik yang secara alami terdapat dalam usus memang punya kemampuan melawan bakteri jahat seperti Staphylococcus, Enterococcus, dan Clostridium. Bakteri baik ini juga memproduksi enzim pencernaan dan memfermentasi makanan yang tidak tecerna. Hasilnya, terbentuklah feses yang lunak dan mudah dibuang.
Karena beberapa sebab, pasukan bakteri baik itu kerap tergusur dari tempatnya. Penyebabnya bisa karena pola makan miskin serat, yang mengakibatkan "iklim" dalam usus tak kondusif bagi kehidupan bakteri. Konsumsi antibiotik yang intensif, obat pencahar, dan berulang kali cuci usus (colon hydrotherapy) juga berisiko menguras populasi bakteri. Semua itu mengakibatkan keseimbangan bakteri dan jamur dalam usus terganggu.
Gejala gangguan flora usus beragam: bisa berupa kembung, sembelit, atau malah diare. "Sariawan yang tak kunjung putus juga pertanda gangguan flora usus," kata Aris Wibudi, spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Sebab, lendir mulut yang sehat ditunjang oleh protein yang dihasilkan bakteri usus. Masuk akal bila jumlah bakteri baik berkurang, sariawan pun muncul.
Berkurangnya bakteri baik juga membuat jamur jahat seperti Candida sp. leluasa berbiak di permukaan kulit, usus, rongga mulut, sampai vagina. "Jamur ini bisa memicu infeksi di sekujur tubuh," kata Aris. Alhasil, pengobatan yang sepotong-sepotong tanpa membenahi akar persoalan, yakni mengembalikan keseimbangan flora usus, hanya membuat infeksi Candida terus-menerus berulang.
Nah, mengonsumsi probiotik adalah suatu upaya untuk mengembalikan keseimbangan flora usus. Langkah ini, menurut Profesor Daldiyono, gastroenterolog dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, terinspirasi dari kebiasaan penduduk kawasan Skandinavia, Eropa, yang rajin menyantap yogurt atau susu asam yang kaya bakteri baik. "Umumnya penyantap yogurt ini sehat dan berumur sampai seabad, hingga disebut kaum centurian," kata Daldiyono. Fenomena inilah yang belakangan memacu maraknya beragam suplemen pro-biotik yang harganya sampai ratusan ribu rupiah per paket.
Jadi, perlukah menelan kapsul probiotik setiap hari? Tidak juga. Baik Elvina, Aris, maupun Daldiyono sepakat bahwa probiotik hanya perlu dikonsumsi bila terjadi gangguan pencernaan atau usai mengonsumsi antibiotik dalam waktu panjang. Bila kondisi tubuh normal, cukup dibarengi dengan kebiasaan menyantap makanan, yang sering disebut prebiotik, yang kaya serat inulin dan frukto-oligosakarida. Makanan prebiotik itu?misalnya bawang bombai, bawang putih, asparagus, tomat, gandum, dan pisang?membuat populasi bakteri baik berkembang biak.
Lagipula, riset terbaru yang digelar Robin Temmerman, mahasiswa Universitas Ghent, Belgia, menunjukkan perlunya mewaspadai suplemen probiotik. Temmerman menganalisis kandungan bakteri pada 55 merek suplemen probiotik. Ternyata, hanya 11 merek yang positif mengandung bakteri sesuai dengan label, sedangkan 9 merek lainnya mengandung bakteri di luar jenis yang tercantum dalam label. "Bahkan ada 11 merek tablet suplemen yang tidak diperkaya bakteri sama sekali," kata Temmerman kepada Reuters Health, pekan lalu. Suplemen yang cuma tepung gula itu tentu saja tak bisa menambah pasukan bakteri usus baik yang dibutuhkan tubuh.
Mardiyah Chamim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini