Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AJENG Septy Aditya berjalan sambil menggendong ransel besar berisi parasut cadangan di punggungnya. Helm putih melindungi kepalanya yang berkerudung. Kakinya memakai sepatu kets. Tubuhnya yang dibalut pakaian olahraga terhubung ke tali temali parasut utama dari pergelangan tangan sampai kaki yang dihamparkan seorang rekannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesaat kemudian, Ajeng bersiap terbang dengan parasut atau yang populer disebut paralayang dari puncak Bukit Santiong, Subang, Jawa Barat. Berlari sekuat tenaga ke arah lereng, dia harus melawan embusan angin dan tarikan tali dari parasut yang sontak mengembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah berhasil lepas landas, dalam hitungan detik tubuhnya melayang di atas hamparan perkebunan teh yang konturnya bergelombang. Sabtu, 27 Juli 2024, angin lebih sering berembus dari arah timur.
Siang itu, Ajeng sedang berlatih ketepatan mendarat paralayang bersama anggota klub Elang Mas. Ajeng tidak bisa berlama-lama mengangkasa. Sekitar dua menit terbang, dia harus menurunkan ketinggian untuk mendarat di sebidang tanah lapang.
Namun pendaratannya agak meleset karena angin membawanya ke pepohonan teh di sisi area target. “Kalau mendarat di kebun teh itu di sini istilahnya teh celup,” kata Ajeng.
Ajeng Septy Aditya di Bukit Santiong, Subang, Jawa Barat, 27 Juli 2024/Tempo/ANWAR SISWADI
Sebelumnya, saat berlatih di tempat lain, Ajeng juga pernah terperosok ketika hendak terbang. Ia terjerembap ke pepohonan setelah kakinya berusaha mengerem lajunya saat akan jatuh ke lereng. “Saya sudah enggak percaya diri, akhirnya memaksakan diri melompat dan ambles,” ujarnya.
Meski begitu, Duta Pariwisata Smiling West Java itu tidak kapok. Semangatnya terus menyala untuk terbang dengan paralayang di sejumlah lokasi di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, seperti Subang, Majalengka, Sukabumi, serta Cililin, Kabupaten Bandung Barat, yang dekat dengan rumahnya.
Selain mempromosikan destinasi wisata lewat paralayang, Ajeng ingin menginspirasi para perempuan muda. “Banyak yang seangkatan saya setelah menikah berhenti main paralayang,” ujar perempuan muda ini.
Tiap Sabtu dan Ahad, Ajeng rutin berlatih ketepatan mendarat di Bukit Santiong bersama klub Elang Mas. Pada Selasa atau Rabu, dia ikut terbang di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, bersama kelompok Layang Mas.
Ajeng menekuni paralayang dengan bersekolah di klub Elang Mas sejak Desember 2022. Selama sebulan di kamp latihan, dia belajar berdisiplin, seperti tidur pada pukul 8 malam dan bangun saat subuh. “Kalau kurang tidur, dilarang terbang,” tuturnya.
Ia ditempa latihan fisik, praktik terbang, serta ujian tentang paralayang, peralatan, dan pertolongan pertama pada kecelakaan. Ia juga berlatih cara mendarat darurat di atas atap atau pohon.
Semasa belajar itu, Ajeng pertama kali menjajal terbang solo. Sebelumnya, sejak 2017, dia hanya belajar terbang tandem, seperti di Bali dan Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Setelah punya pengalaman terbang dari 40 lokasi paralayang, dimulai dari bukit yang ketinggiannya rendah, ia memperoleh pilot license 1. Sekarang sudah dua tahun dia bisa terbang solo dengan lisensi pilot tingkat awal itu.
Ajeng menuturkan, sebelum tertarik pada paralayang, dia gemar bertualang dengan sepeda motor yang ia mulai tunggangi pada kelas VI sekolah dasar. Kini dia telah berkeliling Indonesia, juga Asia dan Eropa, bersama dua komunitas sepeda motor.
Dia juga senang menyelam. Sampai sekarang Ajeng masih menjalani beberapa hobinya itu, terutama bersepeda motor dan terbang paralayang. “Ke mana pun saya singgah pakai motor sekalian bawa parasut,” katanya.
Pengalamannya yang paling seru adalah saat terbang paralayang di atas Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat, pada Oktober 2023. Saat itu Ajeng bersama tujuh penerbang tandem lain bisa menyaksikan perlombaan MotoGP langsung seperti burung.
Kondisi angin dan cuaca mendukung hingga Ajeng bisa bertahan selama sekitar 47 menit di udara. Keasyikan melayang sambil merekam video untuk konten media sosial membuatnya lengah. Ia melenceng jauh dari lapangan Bukit Prabu tempatnya seharusnya mendarat sesuai dengan arahan instruktur. Kepanikan muncul ketika dia berpikir untuk menghindari pohon tinggi.
“Musuhnya pohon kelapa. Kalau tersangkut, saya enggak mau evakuasinya merepotkan orang,” ucapnya. Pelatih yang berkomunikasi lewat walkie-talkie memintanya tidak mendarat di permukaan keras untuk mencegah risiko cedera.
Ajeng memutuskan mendarat di pantai. Saat itu kondisi pantai sedang ramai orang. Dia pun berusaha tidak jatuh di perairan agar parasutnya tak rusak oleh air laut yang bergaram. Kemunculannya dari langit sontak menjadi tontonan dan pusat perhatian ratusan wisatawan.
Tali parasutnya mengenai pengunjung pantai, tapi dia mendapat tepuk tangan dari orang sekitar karena bisa mendarat dengan selamat di pasir. “Kejadian itu karena kesalahan saya sendiri yang terkesima oleh pemandangan,” tuturnya.
Paralayang menjadi cara Ajeng menikmati keindahan alam dengan lebih seru dari angkasa. Terbang juga menyadarkannya akan manusia yang sebenarnya kecil di dunia.
Selain itu, paralayang membuatnya banyak belajar menahan emosi. Misalnya ketika dia hendak terbang di daerah Sulawesi tapi gagal lantaran angin bertiup kencang.
Sempat ingin memaksakan diri, Ajeng akhirnya tunduk pada hukum alam. “Kami ada slogan: lebih baik tidak terbang sekarang daripada enggak terbang selamanya,” ujarnya.
Sejauh ini dia mengaku jam terbang paralayangnya masih belum banyak karena kurang dari seratus kali terbang. Selain itu, Ajeng masih memimpikan pengalaman melompat dari pintu pesawat untuk melakukan terjun bebas atau sky diving.
Dia mengaku tidak gentar menjalani hobinya yang tergolong ekstrem. “Selama melakukan prosedur dengan baik, risiko kecelakaan atau hal lain aman,” katanya.
Menurut Ajeng, faktor yang paling menentukan dalam paralayang adalah kondisi alam serta diri sendiri yang harus punya fisik dan mental kuat. Hal yang harus diperhatikan antara lain tidak boleh terbang ketika hati dan pikiran sedang galau karena bisa ikut membahayakan orang lain.
Penggemar paralayang juga harus memperhatikan peralatan yang dipakai dari segi kelayakan dan kesesuaian dengan berat badan. Alat pengaman atau harness harus dipastikan terkunci. Parasut cadangan pun harus diperiksa dan fokus mesti terus terjaga ketika berada di angkasa.
Anggota klub paralayang berlatih ketepatan mendarat di Bukit Santiong, Subang, Jawa Barat, 27 Juli 2024/Tempo/ANWAR SISWADI
Perlengkapan paralayang yang Ajeng siapkan untuk dipakai adalah parasut dan cadangannya. Dia mengungkapkan, harga parasut berkisar Rp 40-60 juta, tergantung merek dan kualitas. Adapun harga harness Rp 7-10 juta.
Ihwal sepatu, Ajeng memilih yang tingginya melewati mata kaki untuk melindungi persendian. Perlengkapan lain adalah helm dan penutup telinga agar terlindung dari angin.
Ajeng memilih pakaian tertutup agar kulitnya tak terpanggang sinar matahari. Dia juga mengenakan celana panjang dan jaket jenis windbreaker. Perangkat wajib lain adalah walkie-talkie untuk berkomunikasi dengan pemandu saat lepas landas dan mendarat.
•••
ANAK muda lain yang kepincut paralayang adalah Imam, 21 tahun. Mahasiswa Program Studi Desain Produk Telkom University, Bandung, itu mengenal paralayang dan lisensi terbang olahraga tersebut dari seniornya di kelompok mahasiswa pencinta alam.
Pada Mei 2023, dia datang bersama teman sekelompok ke Bukit Santiong. “Awalnya main dulu buat berkenalan sambil lihat terbang paralayang seperti apa,” kata Imam, Sabtu, 17 Agustus 2024.
Imam dan teman-temannya juga mendatangi lokasi paralayang di Cililin. Setelah itu, Imam cs mulai berlatih, dimulai dari ground handling, yaitu mengendalikan parasut. “Tapi masih di darat, seperti main layangan,” tuturnya.
Setelah beberapa kali berlatih, Imam menguatkan nyali menjajal terbang solo sambil dibimbing dengan instruksi lewat walkie-talkie. “Awalnya takut waktu lepas landas pertama kali. Ini yang bikin deg-degan, bisa berhasil atau enggak,” katanya. Selain itu, menurut dia, tahap pendaratan adalah titik kritis.
Ketika berlatih dan bersekolah paralayang untuk mendapatkan lisensi pilot license 1 atau PL-1 di klub Elang Mas, Imam diajari cara memupuk kepercayaan diri dan selamat ketika terbang. Dia berencana melanjutkan sekolah untuk mendapatkan PL-2 dan PL-3 agar bisa bebas terbang ke mana pun.
Dia mencontohkan, pemegang PL-1 belum boleh terbang di atas permukiman seperti penerbang dengan PL-2 dan 3 yang sudah lulus tes keselamatan. “Serunya, saya bisa terbang memanfaatkan angin di sekitar untuk melayang,” ucap Imam.
Lain lagi cerita Afifah Jansit. Mahasiswa S-2 Institut Pertanian Bogor itu ingin menjajal paralayang karena terinspirasi potongan adegan sebuah film. Afifah mencari referensi olahraga petualangan itu melalui media sosial. Dia pun menemukan lokasi bermain paralayang terdekat dari tempat tinggalnya, yaitu di Puncak, Bogor.
Pada Juli 2023, Afifah yang penasaran lantas mengajak sepupunya menjajal paralayang. Dengan merogoh kocek Rp 550 ribu per orang, dia sudah bisa terbang sekitar tujuh menit. "Rasanya seperti burung. Seru, deh, enggak bisa mengungkapkan dengan kata-kata," tutur perempuan 25 tahun itu.
Meski baru pertama kali mencoba terbang, Afifah mengaku tak gugup. Selain tak punya fobia ketinggian, ia mengungkapkan bahwa rasa takutnya justru hilang ketika bisa menikmati pemandangan dari atas. Selama terbang, ia bisa melihat matahari terbenam, hamparan hijau kebun teh, hingga barisan pohon pinus.
Ia pun berencana mencoba terbang dengan paralayang di tempat lain yang punya pemandangan berbeda. “Penginnya di atas laut. Kalau enggak salah ada di Bali," ujarnya.
Paralayang adalah salah satu olahraga dirgantara yang memanfaatkan ketinggian dan angin. Olahraga yang memacu adrenalin ini belakangan makin diminati, termasuk oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.
Afifah Jansit menikmati wahana tandem paralayang di Puncak, Bogor, Juli 2024/Dok pribadi
Sandiaga menjajal wahana paralayang di Dewa Wisata Edukasi Cisaat, Subang. Didampingi seorang penerbang tandem, dia terbang di atas ketinggian 150 meter. "Asyik banget terbangnya," ucap Sandiaga dalam video yang ia unggah di Instagram pada Kamis, 25 Juli 2024.
Aktivitas luncur layang ini mulai marak di Indonesia pada awal 1990-an. Ketua Paralayang Indonesia Asgaf Umar mengatakan paralayang mulai berkembang pada 2000-an, terutama seusai Pekan Olahraga Nasional 2008 di Kalimantan Timur. “Paralayang solo ataupun tandem mulai populer,” ujar Asgaf.
Awalnya, Asgaf menambahkan, paralayang berkembang dan populer di tiga tempat, yaitu Puncak, Bogor; Bali; dan Batu, Jawa Timur. Sejak 2012, makin banyak tempat di Indonesia yang memiliki wisata tandem paralayang. Misalnya Sumatera Barat, Jawa Tengah, serta Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Peminatnya pun bukan hanya wisatawan domestik, tapi juga turis mancanegara. Di Bali, kata Asgaf, hampir 90 persen yang menjajal paralayang adalah wisatawan asing. Peminatnya paling banyak berusia 30-40 tahun.
Menurut Asgaf, paralayang kian diminati karena orang bisa merasakan sensasi terbang dan melihat lanskap alam dari ketinggian. Apalagi tidak semua orang bisa melakukannya. "Karena butuh keberanian sehingga banyak orang tertarik dan tertantang melakukannya," tutur pria 50 tahun itu.
Walau paralayang sudah berkembang pesat, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi penggemar olahraga ini. Di antaranya akses ke tempat lepas landas yang belum maksimal dan kurangnya jumlah pilot atau master tandem. Padahal kehadiran mereka penting dalam mengembangkan wisata tandem paralayang.
Saat ini, Asgaf mengungkapkan, hanya ada 120-130 master tandem di seluruh Indonesia. Lamanya proses mendapatkan lisensi menjadi salah satu penyebabnya. “Untuk jadi master tandem sampai dapat sertifikat butuh dua-tiga tahun,” ujarnya.
•••
KESERUAN paralayang juga bisa dinikmati di Gunung Banyak, Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Siang itu, seorang pilot tandem berjalan menuju landasan dengan parasut bersiap terbang bersama penumpang. Setelah payung parasut paralayang mengembang sempurna, keduanya berlari kecil meninggalkan landasan.
Dari ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut, penumpang terbang tandem paralayang bisa menikmati pemandangan Kota Batu dari langit. Sensasi terbang dan lanskap kota berhawa sejuk di Jawa Timur tersebut pun bisa dinikmati.
“Tujuan awal mengenalkan olahraga dirgantara, paralayang. Bisa menikmati terbang meski tak belajar olahraga dirgantara,” kata Ismoyo, Ketua Asosiasi Pilot Tandem Paralayang Indonesia Chapter Batu.
Aktivitas paralayang di Gunung Banyak bermula pada 1999. Gunung Banyak dipilih berdasarkan survei dan pengamatan yang cukup lama. Lokasinya memiliki embusan angin yang cukup untuk paralayang.
Wisatawan bersiap terbang tandem paralayang di Gunung Banyak, Bumiaji, Malang, Jawa Timur. 2 Agustus 2023/Tempo/Eko Widianto
Kawasan yang dikelola Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau Perhutani ini juga menjadi salah satu area cabang olahraga paralayang saat Pekan Olahraga Nasional 2000 berlangsung di Jawa Timur. Ismoyo adalah atlet paralayang yang secara khusus bersekolah paralayang dan memiliki lisensi terbang.
Sejumlah atlet paralayang berlatih di sini. Mereka kemudian mendapat tawaran terbang tandem dengan parasut paralayang bersama pilot profesional. “Terbang tandem aman, dengan pilot profesional berlisensi. Juga disediakan asuransi bagi setiap pengunjung,” tuturnya.
Pada 2005, Federasi Aero Sport Indonesia mengeluarkan izin paralayang tandem. Saat itu tak banyak yang tertarik terbang dengan paralayang.
Perkembangan media sosial lantas memungkinkan setiap pilot paralayang menampilkan foto dan video aksi mereka terbang di udara. Unggahan foto dan video tersebut turut mempromosikan paralayang ke khalayak lebih luas.
Awalnya sepekan hanya satu-dua orang yang datang. Berkembang dari mulut ke mulut dan media sosial, paralayang kemudian makin luas dikenal. Akhirnya banyak yang tertarik terbang tandem paralayang di Gunung Banyak.
Setiap penumpang tandem membayar Rp 400 ribu sekali terbang. Mereka akan mendapat fasilitas berupa minuman selamat datang dan transportasi dari lokasi pendaratan ke Gunung Banyak.
Operator tur yang bekerja sama dengan Ismoyo menawarkan sejumlah paket dengan fasilitas dan harga beragam. “Dipinjami helm dan radio komunikasi. Jika tidak memakai sepatu, bisa pinjam di sini,” ujar Ismoyo.
Untuk dokumentasi, wisatawan bisa menggunakan gawai yang telah dilengkapi kamera memadai. Penyedia layanan tandem paralayang menyediakan tongkat swafoto atau tongsis.
Menurut Ismoyo, peluang terbang tandem sangat bergantung pada kondisi cuaca. Mereka hanya terbang ketika cuaca dan angin mendukung untuk mengembangkan parasut.
Para pilot tandem juga berkoordinasi dengan Pangkalan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur. Mereka dilarang terbang selama ada pesawat yang melintas.
Mereka akan terbang selama tujuh menit sejauh 2 kilometer. “Kami menggunakan prosedur operasi standar internasional dan peralatan yang berlisensi. Semua aman,” katanya.
Ada sebanyak 25 pilot berlisensi yang bergabung dengan Asosiasi Pilot Tandem Paralayang Indonesia Chapter Batu. Namun biasanya hanya 10-11 pilot yang melayani permintaan terbang tandem setiap hari. Sebab, anggota asosiasi itu memiliki latar belakang yang beragam, termasuk anggota TNI.
“Sebanyak 20-30 persen anggota mengandalkan paralayang sebagai pekerjaan utama. Selebihnya pekerjaan sampingan,” ucap Ismoyo.
Setiap hari mereka bisa melayani 30-40 penumpang, sebagian besar wisatawan dalam negeri. Turis mancanegara sebanyak 20 persen.
Pengunjung paling banyak, Ismoyo menambahkan, biasanya tercatat pada masa libur panjang dan tahun baru. Adapun jumlah penumpang paralayang mencapai 25-40 per hari. “Kami beri potongan hingga 20 persen untuk warga Malang,” ujarnya.
Penumpang terbang tandem harus memenuhi syarat berat badan maksimal 90 kilogram, meski parasut mampu mengangkut penumpang berbobot 100-105 kilogram. “Tergantung kondisi angin, cukup untuk mengembangkan parasut,” tutur Ismoyo.
Wisatawan bersiap terbang tandem paralayang di Gunung Banyak, Bumiaji, Malang, Jawa Timur, 2 Agustus 2023/Tempo/Eko Widianto
Penumpang juga harus dipastikan sehat. Olahraga ini tidak direkomendasikan bagi yang memiliki riwayat penyakit jantung. “Penumpang enggak ngapa-ngapain, kayak naik becak. Semua diatur pilot,” katanya.
Destinasi wisata paralayang di Gunung Banyak dibuka selama pukul 08.00-17.00 WIB, kecuali setiap Jumat pada pukul 13.00-17.00 WIB. Ismoyo mengatakan asosiasi bertujuan membuat aturan untuk melayani wisatawan dan mengurus berbagai perizinan.
Tak semua wisatawan yang datang ke Gunung Banyak menjajal terbang tandem paralayang yang tergolong wisata minat khusus. Mereka juga bisa menikmati pemandangan alam di sana. Tersedia pula berbagai wahana wisata, seperti Taman Langit dan rumah pohon.
“Anjungan City View dibuka pada 2012,” kata Kepala Wahana Wisata Paralayang Gunung Banyak, Bambang Harianto. Angka kunjungan pada hari kerja di sana sebanyak 300-400, sementara pada akhir pekan mencapai 900.
Untuk memasuki lokasi wisata paralayang Gunung Banyak, pengunjung cukup membayar tiket Rp 20 ribu. Adapun harga tiket untuk menikmati Taman Langit sebesar Rp 10 ribu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Anwar Siswadi dari Bandung dan Eko Widianto dari Malang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sensasi Terbang dengan Paralayang"