Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Mengapa Kejaksaan Agung Menarik Jaksa KPK

KPK mengembalikan sepuluh jaksa ke Kejaksaan Agung tanpa alasan jelas. Sebagian pernah menangani kasus korupsi kakap.

25 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERSAMA Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya H. Harefa dan Kepala Biro Sumber Daya Manusia Zuraida Retno Pamungkas, sepuluh jaksa mendatangi kompleks Kejaksaan Agung di Jakarta Selatan, Jumat, 9 Agustus 2024. Mereka menuju kantor Biro Kepegawaian. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar yang melihat rombongan itu langsung mendekat. Mereka sempat berbincang sesaat. “Saya lalu mengantar mereka ke sana,” kata Harli pada Rabu, 21 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rupanya, para jaksa KPK itu hendak melapor ke Kepala Biro Kepegawaian karena tak akan lagi berdinas di KPK. Mereka akan kembali bertugas di Kejaksaan Agung. Sebelumnya, pada Senin, 29 Juli 2024, Kejaksaan Agung melayangkan surat penarikan sepuluh jaksa yang tengah berdinas di KPK. Surat itu, Harli menerangkan, disebut surat penghadapan kembali. Isi surat menerangkan bahwa sepuluh jaksa senior KPK itu harus kembali ke instansi asal mereka mulai 2 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemulangan sepuluh jaksa itu sempat memantik kontroversi. Namun Harli Siregar menjelaskan, penarikan personel Korps Adhyaksa itu adalah bagian dari penyegaran. Sebab, mereka dianggap sudah lama bertugas di komisi antirasuah, yakni lebih dari sepuluh tahun. Pengembalian diperlukan agar karier mereka di Kejaksaan Agung tak mandek. Mayoritas mereka yang dikembalikan adalah jaksa penuntut yang pernah menangani perkara besar.

Salah seorang di antaranya Ariawan Agustiartono. Ia memimpin tim jaksa KPK yang menangani perkara hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh. Saat ini perkara Gazalba masih berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Gazalba didakwa menerima gratifikasi untuk mengurus perkara kasasi di Mahkamah Agung selama 2020-2022 senilai Rp 62,8 miliar.

Terdakwa Hakim MA nonaktif, Gazalba Saleh, mengikuti sidang lanjutan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 22 Agustus 2024/Tempo/Imam Sukamto

Mulanya majelis hakim menerima eksepsi Gazalba dan langsung membebaskannya pada 27 Mei 2024. Dalam nota pembelaannya itu, Gazalba menyatakan jaksa dari KPK tak berwenang menuntut tanpa mengantongi pendelegasian penuntutan dari Jaksa Agung. Gazalba merujuk pada salah satu pasal di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan yang menyebut Kejaksaan Agung sebagai penuntut tunggal sesuai dengan single prosecution system. Namun KPK mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Majelis hakim banding akhirnya memutuskan dakwaan Gazalba sah sehingga kasusnya kembali disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Putusan bebas Gazalba sempat membuat uring-uringan pimpinan komisi antirasuah. Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, mengatakan penanganan perkara bakal kacau apabila semua hakim menerima eksepsi terdakwa yang menggunakan argumen single prosecution system. “Semuanya tidak dilampiri pendelegasian dari lembaga lain,” ucapnya.

Ariawan Agustiartono juga pernah menjadi jaksa penuntut dalam kasus Sekretaris Mahkamah Agung nonaktif, Hasbi Hasan, dan dugaan gratifikasi mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Selain itu, dia pernah tergabung dalam tim jaksa penuntut dari KPK yang menangani kasus megakorupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP yang menyeret mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto. Tapi, meski pemulangannya terhitung mendadak, Ariawan menganggap hal itu wajar. “Seperti anak pulang ke rumah orang tua,” katanya.

Jaksa lain yang pulang kandang adalah Arif Suhermanto. Kepala Satuan Tugas Penuntutan KPK ini sedang menangani kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang menyeret mantan Bupati Probolinggo, Jawa Timur, Puput Tantriana Sari. Kasusnya sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Puput bersama suaminya yang juga eks anggota DPR dari Partai NasDem, Hasan Aminuddin, didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp 100 miliar.

Kejaksaan Agung dan KPK kompak menyatakan alasan penarikan para jaksa adalah masa tugas mereka yang sudah sepuluh tahun di Gedung Merah Putih. Masalahnya, dua dari sepuluh jaksa yang ditarik baru bertugas di KPK selama delapan tahun. Mereka adalah Putra Iskandar yang bertugas sebagai jaksa penuntut dan Andhi Kurniawan yang menjabat Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK.

Putra juga tengah menangani dua kasus kakap. Pertama, perkara korupsi proyek Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan yang menjerat sejumlah pejabat dan pihak swasta. Nama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan orang yang diklaim dekat dengan Presiden Joko Widodo turut muncul di persidangan para terdakwa. Nama lain yang muncul adalah Muhammad Suryo, orang dekat mantan Deputi Penindakan KPK yang kini menjabat Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Inspektur Jenderal Karyoto.

Kasus proyek rel kereta kembali mencuat lantaran KPK baru-baru ini memanggil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto. Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan penyidik sedang menelusuri hubungan Hasto dengan mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi, yang sudah divonis lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta. “Pak Hasto dimintai keterangan mengenai pertemuan dengan Saudara Harno dan penugasan proyek kereta api,” tutur Tessa.

Putra Iskandar juga menangani korupsi bantuan sosial Kementerian Sosial dengan terpidana Ivo Wongkaren. Pada Juni 2024, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman delapan tahun enam bulan penjara dan denda Rp 1 miliar. Kasus pengusaha itu masih bergulir di tingkat kasasi. Belakangan, Ivo kembali terseret kasus korupsi bansos beras Presiden Joko Widodo yang ditangani KPK.

Ariawan Agustiartono/Facebook.com

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menyebutkan jaksa yang dipinjamkan di instansi mana pun bisa saja ditarik sebelum lima tahun menjalankan tugasnya. Yang pasti, dia memaparkan, Kejaksaan Agung telah mengevaluasi kinerja sepuluh jaksa KPK yang sudah ditarik. “Mereka bisa memperkuat Kejaksaan Agung,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengklaim penarikan jaksa KPK sudah dibicarakan dengan Kejaksaan Agung kira-kira enam bulan lalu. Saat itu Kejaksaan Agung memberi daftar 30 jaksa yang sudah bekerja di KPK lebih dari sepuluh tahun. Rencananya pengembalian jaksa akan dilakukan secara bertahap.

Alexander juga pernah menyampaikan kepada Jaksa Agung sebelumnya, Muhammad Prasetyo, bahwa tak jadi soal jika Kejaksaan Agung mau menarik jaksa yang belum lama bekerja di KPK. Hal itu dilakukan agar tak menghambat promosi jabatan para jaksa berprestasi. “Penarikan ini dipastikan tidak mengganggu kerja KPK,” tuturnya.

•••

KABAR penarikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi berembus di kalangan internal sejak Rabu pagi, 31 Juli 2024. Seorang pegawai KPK mengatakan para jaksa hanya bisa menduga-duga siapa yang bakal ditendang dari komisi antirasuah. Saat itu informasi soal sepuluh nama yang akan kembali ke Kejaksaan Agung masih simpang siur. Mereka baru mendapat kepastian setelah bertanya langsung ke Biro Sumber Daya Manusia KPK pada hari itu. Tapi ada juga jaksa KPK yang sudah dihubungi Sekretariat Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi.

Akhirnya nama-nama itu keluar. Mereka terdiri atas jaksa penuntut umum, jaksa eksekutor, dan pejabat struktural di Gedung Merah Putih. Pejabat yang dimaksud adalah Kepala Biro Hukum Ahmad Burhanudin, Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri, serta Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum Andhi Kurniawan. Ada juga Andry Prihandono yang tengah mengikuti proses pencalonan anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Jaksa lain adalah Arif Suhermanto, Putra Iskandar, Ariawan Agustiartono, Titik Utami, Atty Novianty, dan Arin Karniasari yang bertugas sebagai jaksa penuntut di KPK.

Sumber lain yang mengetahui proses penarikan para jaksa itu mengatakan total jaksa yang ditarik sebenarnya mencapai sebelas orang. Saat Kejaksaan Agung menyebutkan sepuluh nama, KPK disebut meminta satu jaksa lain turut dikembalikan. Ia adalah Zainal Abidin, jaksa penuntut umum dalam kasus suap pengadaan barang/jasa mantan Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin. Terbit Rencana divonis sembilan tahun penjara plus denda Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan pada Oktober 2022.

Ali Fikri, saat memberikan keterangan kepada awak media di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 13 Mei 2022/Tempo/Imam Sukamto

Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, tak menjawab banyak soal permintaan instansinya untuk memulangkan Zainal Abidin dan sepuluh jaksa lain. Dia menjelaskan, penarikan jaksa KPK adalah wewenang Kejaksaan Agung. Pimpinan KPK tak mengetahui proses penarikan tersebut. “Silakan ditanyakan ke sana,” katanya.

Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membantah kabar bahwa pihaknya menawarkan pengembalian Zainal ke Kejaksaan Agung. Dia menerangkan, jumlah jaksa KPK yang ditarik tetap sepuluh orang. Namun Tessa membenarkan info bahwa Zainal tak bertugas di KPK sejak 22 Agustus 2024. Alasannya lagi-lagi Zainal masuk daftar jaksa senior yang sudah sepuluh tahun berdinas di KPK. “Kembalinya jaksa atau polisi ke instansi asal merupakan hal wajar,” ucapnya.

Seorang jaksa mengatakan penarikan Zainal Abidin sebenarnya juga mendadak. Nasib yang sama dialami mantan Kepala Pemberitaan KPK, Ali Fikri. Tak ada pejabat KPK yang secara lisan memberitahukan pengembalian Ali ke Kejaksaan Agung. Ia hanya mendapat kabar itu dari koleganya sesama jaksa di KPK. Ali baru menerima penjelasan resmi dari Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa dan Kepala Biro Sumber Daya Manusia KPK Zuraida Retno Pamungkas pada Kamis, 8 Agustus 2024. Ali Fikri mengklaim sempat mempertanyakan alasan penarikan tersebut kepada pimpinan KPK. Tapi, “Belum ada jawaban.”

Mereka yang ditarik seharusnya menghadap Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung pada Kamis, 1 Agustus 2014, atau persis sehari setelah menerima kabar penarikan. Agenda itu ditunda ke Jumat, 9 Agustus 2024, karena informasi penarikan yang dianggap terlalu mendadak. Saat menemui Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung, kesepuluh jaksa ini hanya mendengarkan penjelasan lisan seputar selesainya tugas mereka di KPK dan sosialisasi administrasi kepegawaian. Sementara itu, surat resmi penarikan dari Kejaksaan Agung tak pernah mereka lihat. 

Penarikan para jaksa itu lantas dikaitkan dengan sejumlah masalah tumpang-tindih penanganan kasus antara Kejaksaan Agung dan KPK. Contohnya kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kasus ini mencuat ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani melapor ke Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin ihwal dugaan empat debitor LPEI melakukan kecurangan atau fraud senilai Rp 2,5 triliun pada 18 Maret 2024.

Sehari kemudian, KPK langsung menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan atau sprindik untuk kasus tersebut. Lembaga antirasuah itu rupanya telah menerima laporan perkara LPEI pada 10 Mei 2023. Pengusutan kasus itu dianggap mandek hingga Sri Mulyani beralih mengadu ke Kejaksaan Agung.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebutkan pengusutan kasus LPEI berjalan lama karena penyelidik belum mendapat alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka. Tapi penyelidik pada waktu itu telah mengendus adanya pelanggaran hukum dan potensi kerugian negara. “Saat Menteri Keuangan ke Kejaksaan, penyelidik KPK komplain,” ujar Alexander.

Kasus lain adalah dugaan korupsi di PT Sigma Cipta Caraka atau Telkomsigma. Anak usaha PT Telkom itu diduga telah menyalurkan pendanaan untuk proyek fiktif dalam rentang waktu 2017-2022. KPK memulai penyidikan kasus yang disinyalir merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah ini pada 1 Februari 2024. Namun akhirnya Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus melimpahkan kasus ini ke KPK pada Juni 2024. Dua bulan kemudian, Kejaksaan Agung turut menyerahkan penyidikan kasus LPEI ke KPK.

Anggota penyidik dan pegawai KPK mempersiapkan barang bukti untuk rekonstruksi korupsi kasus suap di gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 1 Februari 2021/Tempo/Imam Sukamto

Loyalitas pegawai juga menjadi salah satu isu utama di KPK. Alexander Marwata pernah menyampaikan keraguannya soal loyalitas penyelidik dan penyidik kepada KPK dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, yang antara lain menangani bidang hukum, pada 1 Juli 2024. Loyalitas ganda pegawai dinilai bakal menghambat pengusutan kasus, apalagi yang beririsan dengan kepolisian atau kejaksaan, instansi asal mereka. Alexander mencontohkan operasi tangkap tangan dua jaksa di Bondowoso, Jawa Timur, pada November 2023. “Jaksa di KPK meminta kasus ini dilimpahkan ke kejaksaan untuk menjaga hubungan baik,” tuturnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan sebelas jaksa KPK yang ditarik akan ditempatkan di posisi tertentu, tergantung kebutuhan. Masalahnya, hingga kini KPK belum memohon pengganti sebelas jaksa tersebut ke Kejaksaan Agung. “Kalau cepat permintaannya, kami akan cepat menindaklanjuti,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Mohammad Khory Alfarizi, Riky Ferdianto, dan Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pulang Kandang Jaksa KPK"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus