Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Hormon untuk anak kontet

Genetech, berhasil membuat hormon pertumbuhan tiruan, caranya dengan memasukkan bagian dari deoxyribonucleic acid (dua-unsur utama pertumbuhan sel) ke dalam dua dari sebuah bakteri e coli. (ksh)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG tersenyum memelas melihat dia. Mereka memegang kepalanya, mencubit pipinya dan berkata: "Dia seperti boneka hidup." Kawan-kawan sebayanya sering memeluk pinggangnya mengangkat dan membawanya berlari-lari berkeliling, sampai akhimya melepaskan dia kembali, apabila Karsih yang berusia 8 tahun itu menggeliat dan marah karena merasa dipermalukan. Ia pun sering diperolok-olok kawannya dengan pedas: "He, kate." Kejam dan kedengarannya pedih. Tetapi gadis cilik dari Desa Rancagede, Serang, Jawa Barat itu memang kerdil. Dalam usia 8 tahun tinggi badannya cuma 51 cm dengan bobot 4,2 kg. Padahal anak sebaya dia paling tidak 1 meter, berat 20 kg. Dia menderita begitu karena kelenjar pituitary yang menghasilkan hormon pertumbuhan tidak bekerja normal. Tidak jelas berapa besar jumlah anak Indonesia menderita penyakit beginian. Cuma yang terang bukan monopoli anak-anak desa yang miskin. Di Amerika Serikat sekitar 15.000 anak menderita seperti Karsih. Para ahli mencoba menolong pertumbuhan mereka dengan menyisipkan bulir-bulir berisi hormon pertumbuhan di bawah kulit. Namun sampai sekarang belum terdengar hasil yang menggairahkan. Ahli endokrinologi di AS menolong anak-anak kerdil itu dengan menyuntikkan bahanahan kimia yang diambil dari kelenjar pituitary mayat. Tetapi cara ini dipandang terlalu mahal. Seorang anak paling tidak memerlukan satu mayat dalam seminggu. Sedangkan pengobatan berlangsung 10 tahun. Seluruh biaya bisa mencapai USS100.000 (Rp 65 juta). Pengobatan yang mahal ini mengakibatkan anak-anak yang kekurangan hormon pertumbuhan dalam jumlah tidak besar terpaksa ditolak. Sering sekali pengobatan sudah dihentikan sebelum si anak mendekati pertumbuhan normal. Sekarang ini pengobatan yang lebih murah sudah ditemukan. Ahli biokimia yang bekerja pada perusahaan pengobatan gene, Genetech, di California berhasil membuat hormon pertumbuhan tiruan. Caranya dengan memasukkan bagian dari Deoxyribonucleic acid (DNA unsur utama pertumbuhan sel) ke dalam DNA dari sebuah bakteri E. coli Teknik ini menghasilkan hormon pertumbuhan. Untuk membuktikan apakah hormon tiruan itu bisa menolong anak-anak kontet, Genetech mensponsori percobaan klinis di sebelas universitas di seluruh AS. Menurut majalah ilmiah populer Discover (Maret 1982) salah seorang anak yang terlibat dalam percobaan itu adalah Brian. Usianya 10 tahun. Tapi dari tinggi badannya dia kelihatan tak lebih dari 6 tahun. Ada Risikonya Dia mendapat suntikan hormon tiruan itu untuk pertama kali di bulan Oktober tahun lalu. Benar saja, tingginya bertambah tigaperempat inci. "Saya berlari di jalanan pada suatu hari," katanya bercerita. "Tiba-tiba saya merasa lebih tinggi. Rasanya saya tambah tinggi, tambah tinggi saja." Banyak dokter yang menyambut penemuan itu dengan antusias. Orangtua juga banyak yang tergoda membeli hormon pertumbuhan itu, supaya anak mereka lebih jangkung. "Semua orang 'kan berpendapat bahwa anaknya haruslah tinggi, hitam manis dan cakep," kata Felix Conte seorang peneliti dari Universitas California di San Fransisco yang ikut dalam proyek pengubahan gene untuk menemukan hormon pertumbuhan tadi. Tapi ada juga yang menyambutnya dengan sikap dingin saja. "Orang mereparasi hidung dan mengencangkan kulit muka padahal ada risikonya. Saya sendiri tak tahu pasti apakah mereka yang membikin jangkung anaknya dengan hormon ini akan menerima malu di kemudian hari," ucap teman sejawat Conte, Virginia Weldon. Mengapa malu? Karena menurut sarjana dari Universitas Washington itu penggunaan hormon pertumbuhan yang berlebihan akan mengakibatkan penyakit kencing manis, sakit jantung. Hidung, telinga dan bibir juga bisa peot tak keruan. Sedangkan pihak yang tidak puas, kecewa karena pengobatan dengan hormon pertumbuhan itu masih tetap memakan waktu lama. Karena harus diinjeksikan tiga kali seminggu. Antara 5 sampai 10 tahun. "Berapa oranglah yang mau disuntik selama itu," kata mereka. Para orang tua yang mempunyai anak cacat pertumbuhan barangkali mau saja menunggu selama itu. Asal sip. Tanpa risiko yang lebih memprihatinkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus