Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ilusi Cantik dari Cuci Usus

Penggelontoran racun dari usus mulai banyak diminati. Tapi, sejumlah ahli menilai prosedur ini tak bisa dipertanggungjawabkan secara medis.

1 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUPANYA bukan hanya kosmetik yang diperlukan untuk memoles diri agar kelihatan menarik dan awet muda. Untuk membuat kulit lentur dan kencang, rupanya juga bukan hanya lulur atau krim-krim pengoles kulit yang dicari orang. Isi perut pun, bagi sebagian orang, perlu diobok-obok demi mendapatkan penampilan yang menawan. Caranya? Dengan cuci usus. Hal itu dijanjikan oleh sebuah klinik di Jakarta, Natural Healing Centre (NHC), yang meski sudah didirikan setahun lalu, baru sebulan terakhir terang-terangan mempromosikan cuci usus (colon cleansing) di media cetak ataupun elektronik. Metode cuci usus ini memang bukan standar baku dalam dunia kedokteran, meski beberapa dokter pun diam-diam melakukannya. Dan baru NHC-lah agaknya yang pertama kali secara terang-terangan melakukan promosi cuci usus. Promosi NHC tampaknya tak sulit untuk menjaring peminat. Beberapa dokter yang dihubungi TEMPO mengaku menerima banyak pertanyaan dari pasiennya tentang manfaat dan keamanan metode yang tampaknya masih asing bagi telinga khalayak itu. Beberapa orang lainnya malah tanpa ba-bi-bu langsung percaya begitu saja dan menjalani cuci usus. Salah satu yang terpikat adalah Hendro, 38 tahun, yang mengaku mengidap alergi rinitis. Selama bertahun-tahun, setiap bangun tidur di pagi hari, Hendro selalu bersin-bersin. Keadaan makin parah bila flu sedang menyerang. Awal tahun lalu, ayah dua anak ini mencoba cuci usus di Klinik NHC. Dengan bersemangat, Hendro pun memboyong istri dan mertuanya untuk menjalani terapi cuci usus. Padahal, terapi semacam ini tidak bisa dibilang murah. Menurut beberapa ?pasien? yang pernah menjalaninya, satu kali terapi cuci usus tarifnya berkisar Rp 3 juta-Rp 3,5 juta. Namun, bagi Hendro, uang tampaknya tak jadi masalah. Apalagi ia mengaku penyakit yang diidapnya selama bertahun-tahun kini tak lagi mengganggu, dan badannya pun terasa lebih sehat. Begitu pula sang istri, yang kini bertubuh lebih langsing. Sebaliknya, sosok gering mertua Hendro yang sakit jantung dan paru-paru itu mulai terlihat berisi. ?Dia tampak lebih bugar,? kata Hendro. Menurut Sukarliono, konsultan medis Klinik NHC, kebugaran tubuh bisa diperoleh karena segala kotoran yang menempel di usus besar (colon) telah terkuras dengan metode cuci usus. Intinya, ?Bersih dari luar saja tidak cukup. Tubuh kita juga perlu pembersihan dari dalam,? kata dokter umum yang berguru pada Jeannie Chew, praktisi penyembuhan alami dari Malaysia itu. Usai berguru pada Chew, awal tahun 2000, Sukarliono mendirikan Klinik NHC yang berizin pengobatan alternatif dari Departemen Kesehatan. Setiap bulan, ada 10-20 orang yang mendatangi NHC untuk mencuci usus. Sebetulnya, cuci usus juga dikenal dalam dunia medis, yakni klisma atau pengeluaran isi usus sebelum pasien menjalani operasi. Bedanya, menurut Sukarliono, klisma hanya dilakukan sekali, sedangkan cuci usus dilakukan dengan intensif selama sepekan. Langkah ini untuk memaksa agar kerak berlendir (mucoid plaque), yang menempel bertahun-tahun pada dinding usus, rontok berguguran. Kerak tadi, menurut Sukarliono, tercipta oleh sisa-sisa makanan yang tidak tercerna. Sisa makanan ini mengalami pembusukan yang menghasilkan racun. Sebagian sisa makanan ini tidak bisa terbuang dan lengket pada dinding usus yang berlendir, sehingga lama-kelamaan menjadi kerak. Adalah tugas hati (liver) untuk menyaring racun yang ditebarkan sisa makanan itu. Nah, bila tugas hati terlalu berat akibat racun yang beredar terlalu banyak, proses cuci usus akan sangat membantu membuat darah menjadi lebih bersih, dan proses peremajaan sel lebih lancar. Alhasil, kulit tampak halus, bercahaya, serta bebas dari keriput atau jerawat. Tiga sampai enam bulan setelah usus dicuci, fungsi organ membaik dan otomatis tubuh jadi lebih sehat. Metode cuci usus sendiri sebetulnya cukup sederhana. Pasien diminta menjalani diet khusus yang kaya serat plus cairan, semisal jus buah, sayur, dan susu kedelai. Kemudian, selama 20 menit, pasien berbaring di atas papan yang menyambungkan kursi dan kloset. Secara perlahan, segalon air steril yang dicampur ramuan tumbuh-tumbuhan dialirkan menuju usus besar melalui selang kecil yang dipasang pada anus pasien. Aliran air inilah yang mendesak keluar segala kotoran di dalam usus. Prosedur penggelontoran dilakukan dua kali sehari?dengan jeda minimum enam jam?selama tujuh hari berturut-turut. Setelah itu, guna mendapat hasil maksimal, pasien diharuskan makan dengan menu buah dan sayur yang kaya serat. Sukarliono yakin, cuci usus?juga disebut colon irrigation dan colon hydrotherapy?model Klinik NHC lebih aman ketimbang cara lain yang mengandalkan pencahar atau laxative. Alasannya, obat pencahar tidaklah mengusir racun, tetapi mempercepat gerakan peristaltis?mengerut dan meregang?usus sehingga merangsang buang air besar. Pencahar juga sering bekerja berlebihan sampai cairan plus mineral penting ikut terkuras. Namun, Profesor Daldiyono Hardjodisastro, pakar gastroenterologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), berpendapat lain. Semua jenis cuci usus pasti berdampak samping. Alasannya, colon cleansing adalah campur tangan terhadap otonomi usus yang berisiko merusak rumah tangga internal usus. Koloni bakteri pembusuk makanan, misalnya, ikut tergelontor sehingga irama pencernaan terganggu. Dan campur tangan yang berlarut-larut akan membuat pencernaan bergantung pada obat atau mesin cuci usus. Sebetulnya, Daldiyono menegaskan, alam sudah menyediakan sistem pencernaan yang memadai. Masalah memang muncul bila menu makanan semata-mata didominasi daging plus lemak, seperti yang terjadi pada masyarakat Barat. Tapi, hambatan ini tidak serta-merta diatasi dengan pencahar atau cuci usus. Perbaikan pencernaan harus dengan menjaga otonomi usus. Caranya, olahraga teratur dan memperbanyak makan sayur dan buah segar. ?Jangan ketinggalan oncom, tempe, dan tempe gembus. Ini makanan kaya serat yang bagus untuk pencernaan,? katanya. Di Barat, tempat pola makan masyarakatnya didominasi daging, lemak, dan miskin serat alami, terapi cuci usus termasuk terapi yang cukup penting. Sebagian besar penduduk Amerika Serikat, sekitar 95 persen, memang mengalami kasus penyumbatan usus besar. Pentingnya pembersihan colon ini terlihat dari banyaknya program kursus singkat tentang cuci usus, yang antara lain ditawarkan di Long Island School of Colon Hydrotherapy, di New York, dan Dotolo Colon Hydrotherapy System di Florida. Tak hanya itu, di internet pun bisa ditemui penawaran berbagai ramuan herbal yang berfungsi sebagai pencahar dan penggelontor racun. Memang, Daldiyono mengakui bahwa cuci usus ala Klinik NHC juga dikenal di dunia kedokteran. Tapi, layak dicatat, penerapan metode ini sangat selektif bagi pasien yang memiliki kelainan pencernaan yang sangat parah. Jadi, ?Tidak bisa semua orang, apalagi untuk tujuan membersihkan jerawat lalu berbondong-bondong mencuci usus,? katanya. Purwantyastuti, ahli gizi yang juga farmakolog dari FK-UI, juga sepakat dengan Daldiyono. Cuci usus mutlak harus berdasarkan alasan medis yang kuat. Kedua pakar ini juga menegaskan, kerak berlendir yang beracun sama sekali tak dikenal dalam dunia kedokteran. Lagi pula, tubuh sudah memiliki mekanisme pembuangan?misalnya melalui mencret atau diare?untuk mengusir racun-racun yang tertinggal di usus. Dengan demikian, Purwantyastuti menyimpulkan, ?Kerak berlendir itu cuma ilusi yang diciptakan untuk mendukung promosi cuci usus.? Jalur alternatif menghilangkan racun dari usus memang cukup marak belakangan ini. Penggelontor utama bisa berupa air putih yang diminum dalam volume besar?misalnya 1,5 liter sekaligus?setiap pagi hari. Ada lagi cara yang menerapkan jus buah dan sayur sebagai menu utama. Salah satu metode bahkan meresepkan konsumsi jus wortel tiga hari berturut-turut tanpa diimbangi pasokan nutrisi yang lain. Pasokan cairan, air putih, atau jus inilah yang memaksa tubuh secara ekstra memproduksi urine dan keringat, yang diharapkan juga mengusung racun keluar. Namun, Profesor Daldiyono menilai metode semacam ini tak bisa dipertanggungjawabkan secara medis. ?Anda bisa mengalami keracunan air karena mineral penting lenyap bersama keringat dan air seni,? katanya. Lalu, mengapa pasien bisa lebih sehat setelah menjalani terapi air, jus, atau cuci usus ala NHC? Menurut Purwantyastuti, dampak positif ini semata-mata adalah efek plasebo yang berangkat dari keyakinan positif si pasien. Purwantyastuti tetap yakin bahwa berbagai cara cuci usus ini tidak mendatangkan manfaat seperti yang ramai digembar-gemborkan. Faktor yang berperan besar mendatangkan kebugaran adalah pola makan yang berubah menjadi lebih sehat. Jadi, ketimbang susah payah mencuci usus, lebih baik berpaling pada oncom, tempe, dan tempe gembus. Mardiyah Chamim dan Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus