Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
”Saya mencoba mencicipi lagi rokok, tapi rasanya tidak nikmat.” Kalimat itu mengalir enteng dari bibir Sri Sitinurhaeni dan Gede Ery Patra, keduanya perokok yang berhasil menghentikan adiksi terhadap rokok. Kunci kesembuhan mereka adalah motivasi kuat dan terapi dengan varenicline, obat yang bekerja pada otak dengan cara menghambat efek menyenangkan rokok (lihat ”Hilangnya Kenikmatan”).
Sejak 2009, obat ini sebenarnya digunakan di Klinik Berhenti Merokok Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, pusat rujukan nasional kesehatan paru. Namun peminatnya masih sangat minim. Untuk itu, pada peringatan Hari tanpa Tembakau Sedunia pada akhir Mei lalu, para penggiat antirokok kembali mengangkat keberadaan obat beresep dokter tersebut.
Menurut Agus Tri Susanto, dokter spesialis paru, yang juga menjabat Wakil Ketua Tim Berhenti Merokok RS Persahabatan, Gede adalah salah satu lulusan dari 18 perokok yang terpilih menjalani program perdana varenicline, yang kala itu masih gratis.
Niat kuat membuat pria 28 tahun yang merokok sejak sekolah menengah pertama ini tak perlu menyelesaikan program pengobatan hingga 12 pekan, seperti ditargetkan perusahaan farmasi yang mengeluarkan obat ini. Gede mulai mengikuti program stop merokok pada Agustus 2009. Lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang bekerja di Kantor Pajak Jatinegara ini masih menyimpan sisa varenicline karena dinyatakan telah sembuh sebelum obat habis.
Proses Sri menjatuhkan talak tiga dengan rokok lebih kilat lagi. Perempuan 32 tahun yang kini bekerja di lembaga dakwah Daarut Tauhid Jakarta ini cuma menjalani program sebulan dan tak butuh lagi varenicline. Padahal Sri bergaul dengan rokok sejak kelas III sekolah menengah pertama. Menjalani terapi sebulan dan hidup tanpa rokok memang menyiksa, tapi ia tabah.
”Saat itu saya sempat tidak bisa buang air besar karena tidak merokok. Sebelumnya biasa merokok saat begituan,” katanya sembari tertawa. Selama menjalani program di RS Persahabatan pada Desember tahun lalu, Sri mengaku hanya mengeluarkan duit sekitar sejuta rupiah, termasuk untuk menebus varenicline sekitar Rp 700 ribu.
Pengalaman Sri dan Gede hanya secuil kisah perokok yang ingin mengakhiri kecanduan mereka, dan berhasil. Menurut sejumlah survei, termasuk dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), sejatinya 70-80 persen perokok ingin berhenti merokok karena tahu benar risikonya terhadap kesehatan, tapi gagal karena tingkat kecanduannya sudah sangat tinggi.
Karena adiksi yang kronis, ketergantungan terhadap rokok harus dipatahkan dengan ”senjata” yang kuat, yaitu dengan obat seperti varenicline. Selain itu, WHO merekomendasikan bupropion dan nicotine replacement therapy, yakni nicotine patch (bentuknya seperti koyo), nicotine gum, nicotine spray, serta inhaler. Namun, dari semua itu, menurut Agus, yang legal masuk ke Indonesia baru varenicline. ”Saya tidak tahu kenapa yang lain belum masuk secara resmi ke sini,” katanya. ”Padahal, menurut bukti-bukti dalam berbagai jurnal internasional, kategori ketiganya A, sama-sama efektif.”
Adapun rokok elektronik, yang sudah banyak dikenal perokok di Indonesia, tidak termasuk yang direkomendasikan WHO sebagai terapi pengganti nikotin. ”Badan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyatakan rokok elektronik mengandung zat karsinogenik (penyebab kanker),” kata Feni Fitriani, spesialis paru, kolega Agus di RS Persahabatan.
Selain obat dan terapi pengganti nikotin, akan segera datang senjata ampuh pembasmi kecanduan rokok, yaitu vaksin antinikotin keluaran Nabi Biopharmaceuticals, Amerika Serikat. Kini vaksin suntik itu tengah menjalani babak akhir uji klinis tahap ketiga sebelum dilempar ke pasar.
Vaksin itu bekerja dengan cara merangsang sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi yang akan berikatan dengan nikotin di dalam darah. Lantaran perikatan antibodi-nikotin ini ukurannya besar, molekul tersebut tak bisa menembus selaput otak. Walhasil, nikotin akan gagal mencapai reseptornya sehingga dopamin, yang menumbuhkan rasa nyaman saat merokok, tidak tercipta.
Jika semua berjalan lancar, FDA akan menyetujui kelayakan vaksin ini pada akhir 2011. Dengan begitu, tahun depan sudah tersedia senjata yang lebih digdaya menghentikan adiksi terhadap rokok.
Dwi Wiyana
Hilangnya Kenikmatan
Niat kuat berhenti merokok ditambah obat antirokok dijamin hasilnya lebih cespleng. Itulah pengakuan para perokok yang berhasil keluar dari golongan ”ahli isap” setelah menjalani terapi dengan varenicline.
TANPA OBAT
- Bongkahan nikotin jatuh ke bagian reseptor.
- Nikotin menempel pada reseptor.
- Nikotin menempel pada reseptor.
- Melepaskan banyak hormon dopamin, yang memunculkan rasa nyaman.
--> Perokok menjadi ketagihan.
Permukaan otak dengan reseptor Alpha 4 Beta 2
Cara kerja 1: Parsial agonis
Varenicline berikatan dengan reseptor, terjadi pelepasan dopamin parsial. --> Efek: mengurangi kecanduan (craving) dan putus nikotin (withdrawal).
DENGAN OBAT
- Bongkahan nikotin jatuh ke bagian reseptor.
- Tapi bagian atas reseptor sudah diduduki varenicline.
- Nikotin mental ke atas.
- Varenicline masih melepaskan dopamin, tapi jumlahnya sedikit.
--> Perokok tidak lagi merasakan nikmatnya rokok.Cara kerja 2: Antagonis
- Varenicline berikatan dengan reseptor sehingga nikotin tidak bisa menempel. --> Efek: mengurangi rasa nikmat yang diperoleh dari rokok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo