MINGGU pagi, sekitar pukul 05.30, di halaman depan rumah Mendagri Soepardjo Rustam, 12 pejabat berkumpul. Berbaris tiga-tiga. Mereka, di antaranya, Menpen Harmoko dan Nyonya, Menperhub Roesmin Noerjadin dan Nyonya, istri Menteri Agama Munawir Sjadzali, mula-mula berdiri tegak. Seorang yang bertindak sebagai pelatih tampak berdiri paling depan. Mulut mereka terkatup, seperti menahan sesuatu. Dan mata memandang ke depan, seperti tengah memusatkan perhatian. Beberapa detik kemudian, telapak kaki mereka terbuka membentang dengan tumit rapat membentuk busur sekitar 180 derajat. Kemudian, kedua tangan mereka serempak naik ke seputar perut dengan telapak tangan kiri menghadap ke atas di atas telapak tangan kanan. Lalu, dalam posisi seperti sedang memeluk sesuatu itu, pelan-pelan, rombongan tadi mengangkat kedua belah tangan. Suara "heng" serempak terdengar disertai tarikan napas. Baru kemudian kedua tangan mereka yang seperti sedang menahan sesuatu dari atas itu turun ke depan perut. Suara "ha" pun terdengar disertai lepasan napas. Itulah gerak awal waitankun, seni olah raga asal Cina, yang pagi itu rupanya tengah dimainkan rombongan keluarga menteri di halaman rumah Soepardjo. Kendati tampak bergerak lamban, keluarga itu kelihatannya serius mengayunkan tangan, kaki, dan tubuh mengikuti petunjuk sang pelatih selama sekitar satu jam, sampai tubuh mereka bersimbah keringat. "Sudah sekitar tiga minggu kegiatan ini kami mulai," kata Menteri Soepardjo pada Musthafa Helmy dari TEMPO, seusai latihan. Kendati olah raga itu masih begitu baru, animo para menteri lain untuk mencobanya kelihatannya besar. Hingga kini tercatat sedikitnya 13 menteri, Ketua Mahkamah Agung Ali Said, Jaksa Agung Hari Suharto, serta Gubernur BI Arifin Siregar, yang sudah ikut memainkan waitankung. Meski, baru dikenal sejak 10 bulan lalu di sini, olah raga ini sebenarnya sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu di RRC. Prinsip olah raga ini adalah penyaluran getaran yang dibangkitkan agar hawa murni (inner power) di dalam tubuh timbul. Secara harafiah: wai, artinya memanfaatkan oksigen dari luar. Tan berarti sesuatu dalam perut, atau di bawah pusar. Dan kung adalah ilmu. Dengan konsenterasi dan ketekunan setiap manusia bisa menyalurkan tenaga dalamnya untuk menembus pelbagai kemacetan, misalnya, di dalam peredaran mereka dengan melakukan getaran-getaran yang diperoleh lewat pelbagai gerak waitangkung. Karena kesederhanaan gerakannya, senam olah raga ini berhasil memikat para pengusaha dan eksekutif, juga orang biasa di sini. Di antaranya, yang paling gencar mengampanyekan watankung ini, Presiden Komisaris PT Pembangunan Jaya, Ciputra. "Karena saya sudah merasakan manfaat dan nikmatnya olah raga itu," kata Ciputra. Dia terang-terangan mengatakan punya sejumlah penyakit khas para pengusaha: stres karena memikirkan bisnis yang berakibat hampir setiap pagi mencret, dan juga ambeien, yang semuanya sembuh setelah dia latihan waitankung, sejak tiga bulan lalu. Itulah sebabnya dia kini "yakin", senam baru ini. "Dan, jika yakin pada sesuatu, kami tak akan segan untuk menyebarluaskannya pada orang lain," kata pengusaha asal Gorontalo itu. Di perusahaannya saja, waitankung diperkenalkannya pada para staf dan karyawannya. Ciputra sendiri mengenal latihan olah raga baru itu dari seorang temannya yang pernah jadi murid Supardi, bekas Irjen P dan K. Bekas pejabat ini, Agustus 1985, diajak Nyonya Sophia Joseph, ibu beranak 5 yang pernah lama mukim di Singapura dan merupakan orang pertama yang belajar ilmu senam diri itu di Taiwan. Waitankung sendiri berasal dari Cina Utara. Adalah Haji Ali Chan Che Tung, kini 68, yang mendapatkan ilmu itu. Haji adalah seorang Cina Muslim yang pada 1948 lalu pindah ke Taiwan. Di negeri ini ia menderita penyakit, antara lain, rematik, sulit tidur, dan malaria. Sudah berulang ia berobat ke pelbagai tabib, penyakit itu tak sembuh juga. Sampai akhirnya ia diobati pamannya yang juga tinggal di Taiwan. Dari pamannya itulah, H. Ali menerima ajaran gerak senam. Dan setelah melakukannya, ternyata, semua penyakitnya sembuh. H. Ali kemudian berniat menyebarluaskan ilmunya itu. Dan itulah yang dibaca Nyonya Sophia, enam tahun lalu, ketika sedang sakit pinggang dan pundak yang berat, di koran The Straits Times, Singapura, Nyonya Sophia lalu terbang ke Taiwan dan belajar senam, yang pada prinsipnya: melancarkan peredaran darah lewat gerak dan getaran. Dan nyonya ini akhirnya sembuh. Setelah itu, di bertekad menyebarluaskan ilmu barunya itu ke mana-mana. Di Indonesia, ia mula-mula bertemu dengan Supardi. Dan keduanya untuk berapa lama bekerja sama. Tapi entah mengapa, belakangan ini mereka berpisah dan masing-masing mencari pengikut sendiri-sendiri. Toh, waitankung ternyata mendapat sambutan. Kini sedikitnya terdapat puluhan tempat latihan senam ini di Jakarta, Bogor, Bandung, dan Tangerang, dengan jumlah peserta sekitar 6.000 orang. Di Jakarta ada sekitar 20 tempat latihan, yang terserak di rumah dan kantor para menteri dan pejabat lain serta di tempat orang biasa jalan pagi, seperti daerah Silang Monas. Ke tempat inilah semua orang yang mau belajar dan berlatih senam baru ini datang. Hampir tak ada pembatasan. "Mungkin ini juga yang menyebabkan waitankung sebentar lagi jadi wabah yang digemari orang," kata Ciputra. Secara keseluruhan main waitankung ini memang mudah. Hanya ada 52 gerakan, dan semua rata-rata gerakan yang sederhana. Relatif lebih mudah dimainkan dibandingkan dengan gerak senam atau seni bela di lainnya. Dengan modal itu, dan tak perlu biaya mempelajari latihannya, tak heran jika banyak orang bakal cepat tertarik pada senam ini. Apalagi sudah mulai tampak pula banyak orang mendapat khasiat setelah berlatih waitankung. "Saya menerimanya sebagai suatu sport yang murah, karena saya tidak main golf," kata Menpen Harmoko. Dan dia mengakui suka senam ini karena sudah melihat manfaatnya. Sedangkan Soepardjo, yang pernah kena serangan darah tinggi (stroke) dan sempat dirawat beberapa bulan di rumah sakit, belum bisa memastikan waitankung ini adalah obat yang bisa mengatasi penyakitnya. "Saya pahami waitankung sebagai sport saja, karena belakangan ini saya mulai jarang main tenis," kata bekas Gubernur Jawa Tengah itu, sambil tertawa. Dan memang waitankung, agaknya, bisa dijadikan alternatif baru buat mereka yang mau latihan fisik tanpa perlu mengeluarkan uang. Dengan pelbagai cara, ikhtiar serupa juga telah lama dilakukan para penggemar olah raga yang ingin tubuh mereka tetap segar. Setelah waitankung, sebelumnya ada juga Tai Chi Chuan, juga senam asal Cina. Dalam banyak hal waitankung tak begitu berbeda dengan Tai Chi. Cuma, senam yang terakhir ini ada meditasi, dan geraknya juga sedikit lebih rumit. "Tai Chi mempersatukan badan, pikiran, dan napas lewat gerak yang ritmis: turun naik, maju mundur, ke kiri dan ke kanan sambil mengatur napas," kata Aryodarmoko, salah seorang perintis lahirnya Tai Chi di Indonesia. "Konon, olah raga ini sudah dikenal di Semarang sejak 1933," tambahnya. Mempunyai gerakan mirip Kung Fu-Shao Lin, senam ini banyak digemari karena juga bermanfaat menyembuhkan sejumlah penyakit. "Sebelum bermain Tai Chi, tahun lalu, saya pernah kena liver dan ginjal. Tapi, setelah ikut latihan senam pernapasan ini, kini sudah sembuh," kata Karim Lukman, 44. Bekas pemain basket yang tinggal di Medan itu kini jadi ketua harian Yayasan Senam Pernapasan Tai Chi Indonesia. Ayah empat anak ini termasuk paling aktif mengembangkan senam yang, antara lain, disukai beberapa pejabat di Binagraha dan beberapa anggota DPR, termasuk Wakil Ketua Bidang Politik FKP di DPR, yang juga Ketua Umum SOKSI Pusat, Suhardiman. Banyak kalangan yang sudah ikut merasakan manfaat Tai Chi itu, seperti juga waitankung. Tak heran kalau nanti, bisa diduga, kedua senam kesegaran jasmani asal Cina ini bakal bersaing ketat mencari pengikut. Asal untuk kebaikan, apalagi keduanya tak komersial seperti senam di fitness center, mereka sah saja berkompetisi. Mana yang nanti paling banyak diminati, itu terpulang pada selera para penggemar senam jasmani. Selain kedua jenis olah raga itu, sebenarnya, di sini sudah ada olah raga yang tidak datang dari luar. Di daerah Bali, Jawa, dan Kalimantan, misalnya, salah satu yang juga sudah lama terkenal ialah Orhiba (olah raga hidup baru). Olah raga ini ditemukan pada 8 Agustus 1941 oleh seorang petani di Banyuwangi, Jawa Timur. Seperti juga Tai Chi, ia merupakan gerakan yang banyak mengandalkan pengaturan pernapasan. Memiliki 24 dasar gerakan yang mudah dilakukan di sembarang tempat. Misalnya, yang paling inti, gerakan membusungkan dada dalam posisi berdiri tegak. Lalu, kedua tangan lurus ke bawah dan diputar-putarkan satu lingkaran ke arah belakang. "Meskipun hasilnya banyak menyembuhkan penyakit (sesak napas, liver, komplikasi jantung), Orhiba bukan olah raga penyembuhan," kata R. Said Soekanto, 69, Ketua Umum Orhiba. Dia membenarkan, kendati sebenarnya berkembang subur -- di antara sejumlah pejabat seperti Pak Harto dan Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah, aktif menjalankan Orhiba -- olah raga ini seperti jarang terdengar. "Karena kami tak suka teriak-teriak. Malah kami tak peduli berapa anggota kami sekarang, karena kami sudah menganggap mereka yang menjalankan Orhiba adalah warga," tuturnya lagi. Banyak memang cara orang mengusahakan agar tubuh mereka sehat dan segar. Di Medan, belakangan ini, malah ada yang unik. Sejumlah orang tua berusia 50 tahun, sebagian besar WNI, punya kebiasaan untuk jogging ramai-ramai setiap Minggu di Brastagi, salah satu kota wisata yang dingin di daerah Tanah Karo, Sumatera Utara. Mcreka mula-mula naik bis, dan turun di sebuah jalan sekitar 11 km dari kota yang banyak menghasilkan buah dan bunga itu. Dari batas itu mereka melakukan lari-lari kecil. "Hasilnya, kami bisa merasa fit. Malah tak ada lagi yang sejak latihan pernah diserang flu, kata Abun, 56, pemilik toko foto terkenal di Medan, pada Monaris Simangunsong dari TEMPO. Melakukan jogging ramai-ramai dengan rileks disertai senda gurau, ternyata, menurut Abun, mendatangkan semangat hidup dan juga kekuatan baru buat mereka. Dan ini juga berarti mereka memperoleh kesegaran jasmani. Marah Sakti Laporan biro-biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini