Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ketika Stroke Memilih Mata

Stroke mata mengakibatkan buta mendadak. Bila tak segera ditangani, mata bisa buta permanen.

14 Mei 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Membaca buku sambil berbaring sudah menjadi kebiasaan Syafrizal Siregar sejak kecil. Penerangan yang cuma seadanya pun kadang tak dia pedulikan. ”Malam-malam sebelum tidur baca buku dulu,” kata lelaki 58 tahun itu. Sekarang gaya membaca seperti itu sudah dia tinggalkan karena kondisi matanya tak lagi prima. Sudah sebulan ini mata kanannya tidak bisa melihat dengan jelas. Warga Kampung Ambon, Jakarta Timur, ini harus lebih hati-hati menjaga indra penglihatannya.

Oleh dokter, Syafrizal divonis terkena stroke mata. Disebut stroke mata karena penyebabnya mirip dengan stroke yang biasa menyerang otak, yakni penyumbatan pembuluh darah. Bedanya, stroke mata tidak menyebabkan kelumpuhan pada sebagian tubuh, tapi bisa membuat salah satu atau kedua mata buta. Pada stroke mata, penyumbatan terjadi pada pembuluh darah arteri atau vena di retina.

Menurut dokter Iwan Soebijantoro, spesialis mata dari Jakarta Eye Center, penyumbatan pada pembuluh darah itu membuat retina kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi. Ada penelitian, penyumbatan yang berlangsung selama 100 menit saja sudah akan mengakibatkan sel-sel saraf retina rusak atau mati. Akibatnya, retina gagal menerjemahkan penglihatan di otak alias terjadi kebutaan.

Stroke mata umumnya terjadi pada salah satu mata. Namun, kondisi itu tak bisa diabaikan begitu saja. Penderitanya butuh penanganan secepat mungkin. ”Terlambat ditangani, mata bisa buta selamanya,” kata Iwan.

Makanya, Iwan mewanti-wanti agar setiap orang segera memeriksakan diri ke dokter spesialis mata jika ada sesuatu yang tak beres dengan matanya. Terutama mereka yang pernah mengalami fase amourosis fugax, atau mata tiba-tiba gelap dalam beberapa detik, tapi kemudian normal kembali. Sayangnya, masyarakat masih sering mengabaikan kondisi ini.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, akhir April lalu, Jakarta Eye Center memasyarakatkan masalah stroke mata lewat seminar. Ini penting karena, menurut Iwan, jumlah penderita stroke mata dari tahun ke tahun terus meningkat. Di Jakarta Eye Center dan RSCM, misalnya, hampir setiap hari ada saja pasien yang terkena stroke mata. ”Kebanyakan mereka baru ke dokter setelah penglihatan mereka menurun drastis,” katanya. Maklumlah, stroke mata lebih sering muncul tanpa keluhan nyeri atau perubahan warna pada mata. Serangannya pun mendadak.

Seperti yang dialami Syafrizal, misalnya. Sekitar sebulan lalu, pada awalnya mata kanannya terasa sedikit pegal dan agak kering. ”Seperti ada yang mengganjal,” katanya. Penglihatannya pun jadi kurang jelas. Dia lantas rajin memberi obat tetes mata seperti anjuran dokter mata yang didatanginya. Bukannya membaik, selang satu minggu kemudian penglihatannya malah makin kabur.

Takut makin parah, Syafrizal pun mendatangi dokter mata lain untuk mencari pembanding (second opinion). Setelah diperiksa lebih teliti, baru ketahuan kalau biang keladi memudarnya penglihatan Syafrizal adalah sumbatan di pembuluh darah arteri retinanya. Diduga kondisi ini terkait dengan diabetes yang diderita Syafrizal sejak 20 tahun lalu.

Dokter Elvioza, ahli spesialis mata dari Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, menjelaskan, orang yang menderita diabetes memang lebih berisiko terkena stroke mata. Demikian juga mereka yang memiliki kadar kolesterol tinggi, hipertensi, dan penderita gangguan pembuluh darah. ”Walaupun umumnya menyerang orang yang sudah lanjut usia, bukan berarti kelompok usia muda luput dari ancaman stroke mata,” kata Elvioza.

Gangguan kekentalan darah, perokok, wanita hamil dan yang menggunakan kontrasepsi hormonal seperti pil dan suntik KB, bisa meningkatkan risiko kaum muda terserang stroke mata. ”Pada wanita hamil, gangguan hormonal bisa mempertinggi risiko terkena stroke mata,” kata dokter yang juga bertugas di Jakarta Eye Center itu. Karena sumber permasalahannya terletak pada kondisi darah, tak mengherankan bila pengobatan stroke mata juga melibatkan para dokter ahli penyakit dalam, terutama ahli darah.

Syafrizal, misalnya, sekarang harus rutin menenggak obat-obatan, mulai obat pengencer darah, hipertensi, maupun pengendali gula darah. ”Obatnya banyak, sampai tujuh macam,” katanya sambil terkekeh. Dia pun rutin menyambangi dokter ahli darah.

Menurut Elvioza, selain obat-obatan, dalam kondisi tertentu, penderita stroke mata harus dioperasi. Tujuannya adalah untuk membatasi perluasan kerusakan pada retina dan mencegah komplikasi, seperti glaukoma neovaskuler atau tekanan berlebihan pada bola mata. ”Ini komplikasi terparah, karena tekanan pada bola mata sangat tinggi, bola mata jadi menonjol keluar. Rasanya sakit sekali,” katanya.

Namun, yang terpenting adalah mengendalikan faktor-faktor risiko. Ini juga termasuk usaha pencegahan. Caranya, seperti biasa, yaitu dengan menerapkan gaya hidup sehat, rajin mengkonsumsi sayur dan buah kaya serat, istirahat cukup, dan rajin olah raga. Buat mereka yang berusia di atas 40 tahun, sebaiknya mulai rutin memeriksakan kondisi mata. ”Lebih baik mencegah sedini mungkin,” kata Elvioza. Soalnya, jika sudah terkena stroke mata, penglihatan sulit kembali terang benderang seperti semula.

Nunuy Nurhayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus