Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JELAS bukan perusahaan sembarangan yang mampu menguasai puluhan hektare lahan di Jakarta ini. Itulah yang terpatri di kepala ketika PT Porta Nigra oleh Mahkamah Agung dinyatakan sebagai pemilik tanah 44 hektare di kawasan Meruya Selatan, Jakarta Barat.
Kendati memenangi kasus sengketa tanah, Porta Nigra seperti menyembunyikan diri. Di mana kantornya tak jelas. Siapa pemiliknya juga "remang-remang". Yang muncul ke permukaan hanya pengacaranya. Inilah yang makin membuat sewot warga Meruya Selatan.
Menurut surat eksekusi yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada April lalu, Porta berkantor di Kompleks Duta Merlin Blok E Nomor 10, Jalan Gajah Mada 3-5, Jakarta Pusat. Tapi, saat ditelusuri, tak ada perusahaan bernama Porta Nigra. Kompleks itu terdiri atas blok A sampai F. Tiap blok diisi 20-30 rumah toko berlantai dua. "Saya baru mendengar nama itu," kata seorang petugas keamanan kompleks.
Di alamat yang disebutkan itu memang berkantor sebuah perusahaan, tapi bukan Porta, melainkan PT Adi Bumi Jaya. Adi Bumi sudah tujuh tahun berdiam di sana. "Entah sudah berapa puluh orang menanyakan hal yang sama," kata seorang resepsionis saat ditanyai apakah itu kantor Porta.
Warga Meruya selama ini rupanya juga mencari-cari kantor Porta. Kawasan Duta Merlin pun sudah mereka obok-obok. Selain ke Duta Merlin, warga mencari alamat Porta yang disebutkan di Jalan Hayam Wuruk 47, Jakarta Pusat. Keterangan alamat ini terdapat dalam putusan Mahkamah Agung pada 20 Juni 2001. "Kami sudah ke sana, tapi tak ada," kata Fransisca Romana, kuasa hukum Forum Masyarakat Meruya Selatan.
Dua alamat lain yang disebutkan dalam putusan Mahkamah adalah Jalan Tanah Abang 2 Nomor 7, Jakarta Pusat, dan Jalan S. Parman RT 1 RW 3, Slipi, Jakarta Pusat. Tapi di situ pun Porta tak ada. Fransisca menyesalkan pengadilan yang ternyata tak mencari tahu kebenaran alamat Porta Nigra. "Mereka hanya menerima, tanpa mengecek."
Warga menduga perusahaan itu menggunakan alamat palsu. Karena itu, Jumat pekan lalu, warga melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Dalam laporannya, Kaharudin, Ketua Forum Masyarakat Meruya Selatan, menyebutkan Direktur PT Porta Nigra Purwanto Rachmat melakukan penipuan.
Kuasa hukum Porta Nigra, Yan Juanda Saputra, juga tak bersedia menyebutkan alamat kliennya. Yan menyatakan pihaknya tak gentar atas laporan masyarakat itu. "Yang penting, proses hukum sudah selesai. Soal pindah alamat kantor, selama hukum tak melarang, kan, boleh saja," katanya.
Menurut Yan, Porta adalah perusahaan yang membebaskan tanah di Sunter untuk PT Astra International. "Pemiliknya Benny Purwanto Rachmat," katanya. Menurut Yan, Porta juga pernah membebaskan tanah untuk kompleks Sun Rise Garden di Jakarta Barat, kompleks Patra Kuningan, Jakarta Selatan, dan Bumi Angkasa, Cilandak, Jakarta Selatan. "Lahan di Meruya Selatan sebenarnya akan digunakan PT Multi Fresh Company untuk real estate," ujar Zerry Syafrizal, pengacara Porta lainnya.
Dari dokumen yang didapat Tempo, Porta Nigra didirikan di Jakarta pada 1970 oleh Purwanto Rachmat dan Permadi Rachmat. Perusahaan yang bermodal awal Rp 20 juta ini bergerak di bidang properti. Yan menjamin Porta pengembang besar. Tapi kenapa harus ngumpet? "Lha, kalau mereka mengancam akan membakar atau merusak kantor Porta Nigra, boleh dong klien kami tidak menampakkan diri," kata Yan Juanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo