Urusan ginjal menggiurkan pialang. Masih diperlukan upaya luas menggugah para donor. SIAPA perlu ginjal, silakan mampir di Hong Kong. Ternyata, di koloni Inggris yang tak lama lagi diserahkan kepada RRC itu ada pialang ginjal. Menurut koran Singapura The Straits Times, 5 Juni lalu, sang pialang bernama Tsui Fung. Pedagang asal Hong Kong ini mengirim selebaran kepada para dokter di sana, menawarkan jasa operasi cangkok dan penyediaan donor ginjal. "Harganya melawan," tulis Tsui Fung dalam selebarannya itu. Lewat dia, pasien yang perlu transplantasi ginjal dikenai biaya 12.800 dolar AS atau sekitar Rp 25 juta. Tsui Fung membuka keagenan ginjal lengkap. Dia mengurus operasinya yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Militer Nanjing, di Daratan RRC. Donor, dia juga yang mencarikan. Jadi, ongkos sebesar itu selain meliputi biaya operasi dan penyediaan donor, juga untuk tiket pesawat terbang si calon penerima ginjal dari Hong Kong ke Nanjing. Menariknya, Tsui Fung mengatakan bahwa ginjal yang akan dicangkok itu berasal dari donor hidup. Agaknya, ia tahu betul menghadapi isu tentang donor ginjal asal Cina yang diambil dari mayat narapidana yang dihukum mati. Tapi Deacon Chiu, 64 tahun, warga Hong Kong penerima ginjal di Guangzhou, Cina, menuturkan bahwa ginja] yang diperolehnya itu berasal dari orang hukuman. "Sedikit yang berasal dari orang yang hidup," kata Dr. M.K. Chan. Spesialis ginjal di Hong Kong ini banyak tahu tentang pencangkokan di Cina Daratan. Tawaran cangkok ginjal di sana sebetulnya bukan hal baru. Ternyata peminatnya juga ada yang dari Indonesia. Selain ke Cina, biasanya mereka ke India atau Filipina. Menurut Prof. Dr. R.P. Sidabutar, Ketua Perhimpunan Transplantasi Organ Tubuh Indonesia, pasien ginjal asal yang mencari donor di luar negeri itu, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Cikini, Jakarta, ada 30-an yang melakukan pencangkokan dengan donor orang lain (tak punya hubungan darah). Selain lebih murah, penerima ginjal cangkok tak perlu menunggu donor yang cocok sampai bertahun-tahun. Dengan melakukan pencangkokan di Cina, dalam waktu sebulan, pasien sudah bisa diselamatkan. "Sebagai dokter, saya tidak menganjurkan pasien mencari donor ke luar negeri. Tapi kalau mereka mau melakukannya, saya tidak melarang," kata Sidabutar, yang juga Kepala Sub-Bagian Ginjal dan Hipertensi FK Universitas Indonesia. Di Bombay menurut majalah Time edisi 17 Juni, pasien hanya perlu mengeluarkan Rp 3 juta untuk membeli ginjal donor. Sedangkan di Amerika pasien diharuskan membayar sampai 300 juta. Di India atau Pakistan, sudah bukan barang baru jika ada iklan yang isinya menawarkan organ tubuh, tak hanya ginjal. Di India, untuk kornea mata diberi harga Rp 8 juta, dan sepotong kecil kulit harganya Rp 100 ribu. Sedangkan Mohammad Aqeel, misalnya, seorang tukang jahit yang miskin di Karachi, Pakistan, menawarkan ginjalnya Rp 5 juta. "Aku perlu uang untuk biaya pernikahan kedua anakku," kata Aqeel. Berita adanya agen bisnis ginjal juga pernah terdengar di Amerika Serikat beberapa tahun lalu. Seorang warga Virginia, dr. H. Barry Jacobs, berniat mendirikan perusahaan pialang dengan nama Kidney Exchange Ltd. Di negaranya, diperkirakan 20.000 orang membutuhkan pencangkokan tiap tahun, sedangkan yang terlaksana sekitar 5.000 cangkokan. Di atas kertas hitungan itu menggiurkan, namun niatnya itu menimbulkan reaksi. Dan nasib calon saudagar ginjal itu tidak terdengar lagi. Ginjal yang didapat dari donor yang tidak punya hubungan darah sebetulnya hanya mempunyai daya tahan berfungsi rendah, yakni sekitar 60%. Sedangkan yang paling ideal adalah donor dari saudara kandung (90%). Jika donornya didapat dari ayah, ibu, dan anak kandung kemungkinannya 80%. Sedangkan di Indonesia, semua pencangkokan umumnya didapat dari donor yang mempunyai hubungan keluarga. Biayanya hanya 4 sampai 5 juta rupiah saja. Hambatan biasanya terjadi karena memang sulit mencari donor yang cocok. Menurut Prof. Sidabutar, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Cikini, tempat prakteknya, sering datang tawaran lewat telepon dari orang yang ingin menjadi donor ginjal. Sayangnya, mereka menuntut imbalan. "Ini jelas kami tolak. Sebab, menurut peraturan pemerintah dan kode etik kita, dilarang memperjualbelikan organ tubuh," ujarnya. Gagasan tentang narapidana yang mau mendonorkan ginjalnya akan mendapatkan remisi pernah dilontarkan di Indonesia. Gagasan itu urung dilaksanakan berhubung ada protes dari berbagai kalangan, termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI). "Dengan pertimbangan seberapa pun relanya si terpidana, ia toh sedang dalam keadaan tidak bebas," kata dr. Kartono Mohamad, Wakil Ketua IDI. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 jelas-jelas melarang jual beli organ tubuh. Untuk menggugah kesadaran orang agar menjadi donor ginjal, memang diperlukan upaya kampanye yang luas. Di Bandung, misalnya, Radio Parahyangan mengadakan diskusi tentang ginjal dalam acara Permasalahan Kita, tiga pekan lalu. Pendengarnya spontan langsung mengontak lewat telepon. Hari itu sedikitnya ada 16 pendengar yang menyatakan bersedia menjadi donor ginjal. Namun, menurut Indra Biguanto, pengasuh acara diskusi udara itu, ada yang menuntut imbalan. "Tapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak menuntut imbalan apa pun," kata Indra kepada Riza Sofyat dari TEMPO. Yang membingungkan Indra, dia tidak bisa menjawab ke mana para donor tadi harus mengajukan niat mulianya itu. Rustam F. Mandayun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini