PASANGAN suami-istri Madun, 35 tahun, dan Salamah, 30 tahun,
tampak berseri-seri. Pada hari-hari terakhir ini mereka lebih
banyak duduk-duduk saja di rumah mereka. Tamu mereka banyak,
termasuk juga wartawan.
Sampai-sampai "selama 2 minggu ini saya tidak bisa mantap
membuka toko di kamar belakang dan jahitan-jahitan juga numpuk",
kata Salamah. Kios kain suaminya di Pasar Prambon, sementara
juga tutup. Suami istri ini penduduk Desa Kedung Wonokerto,
Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Mereka baru saja pulang dari Jakarta. Rabu 23 Januari lalu di
Bali Room Hotel Indonesia Sheraton, pasangan ini terpilih
sebagai penerima pil KB yang ke 200 juta. Pil itu diterimanya
langsung dari tangan Menteri Kesehatan Suwardjono Suryaningrat.
"Saya ya bangga, ya lelah. Tidak menyangka akan mendapat
penghormatan dari orang besar," ucap Salamah.
Selain selembar piagam, mereka juga menerima beberapa hadiah.
Tabanas Rp 50.000 dari Nyonya Nelly Adam Malik, sementara Dubes
AS Edward E. Masters menghadiahkan satu mesin jahit Singer. Dari
Kimia Farma suami istri itu menerima alat-alat kosmetik dan
obat-obatan dari Menteri Perdagangan dan Koperasi sebuah alat
perekam (tape recorder) merk JVC.
Selesai Isya
Kini pasangan Madun-Salamah boleh dibilang merupakan model
keluarga yang menerima NKKBS alias Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera. Menikah 1966, baru 2 tahun kemudian lahir anak
pertama, Edi Purwanto, yang kini duduk di kelas V SD. Tiga tahun
kemudian menyusul anak kedua, Ninik Purwanti kini kelas III SD.
Ketika itu program KB baru saja dilancarkan di desanya. Bahkan,
"kita sendiri malah belum tahu apa itu KB," kata Madun, suami
yang pendiam itu.
Waktu mengandung anak kedua, Salamah selalu memeriksakan
perutnya ke BKIA Prambon. "Di situ saya selalu mendapat
penerangan tentang KB dari Bidan Nyonya Tarpianie " kata
Salamah, "dan setelah Ninik lahir, saya terangkan kepada Mas
Madun soal KB, persis seperti cerita Bu Tarpianie," tambahnya.
Dan Madun pun cepat memahami.
Lepas menyusui Ninik, awal 1974 Salamah mendaftarkan diri
sebagai peserta KB di BKIA. Dan sejak awal sampai sekarang
selalu menelan pil KB. "Pernah saya tawarkan spiral, tapi
Salamah menolak," cerita Nyonya Tarpianie, satu-satunya bidan di
Kecamatan Prambon. "Setiap selesai sembahyang isya saya tidak
lupa menelan pil KB," tutur Salamah. Dan sampai sekarang Salamah
memang tidak lagi mengandung. Cuma memang ada yang diharap
Madun: "Saya ingin agar kedua anak itu bisa belajar sampai
perguruan tinggi."
Desa tempat tinggal Madun dan Salamah terletak di tepi barat
daya Kabupaten Sidoarjo, di kawasan delta Sungai Brantas.
Kabupaten yang membawahi 18 kecamatan dan 353 desa itu
sesungguhnya belum terlalu sukses dalam program KB. Sebelum KB
digencarkan angka kelahiran masih 2,7%. "Dan setelah
digencarkan, terutama 1978/1979, angka kelahiran tinggal 1,13%
saja," kata Sutopo, juru bicara Kabupaten Sidoarjo. Bagi Jawa
Timur, angka itu sesungguhnya tidak istimewa. Sebab angka
kelahiran di Mojokerto misalnya, mencapai 0,9% saja.
Peserta KB Lestari (tanpa kehamilan lagi) di seluruh Kabupaten
Sidoarjo sejak November 1974 tercatat 12.566 pasang. Dari 18
kecamatan, Prambon paling menonjol dengan 1.432 pasang. Dan di
antara 20 desa di kecamatan ini, Desa Kedung Wonokerto paling
menyolok dengan 108 pasang.
Di Desa Kedung Wonokerto sendiri, sampai Desember 1979, tercatat
438 pasangan subur. "Dari jumlah itu yang aktif ikut KB ada 408
pasang," kata Bidan Tarpianie. Sisanya belum ikut KB karena
masih hamil atau masih pengantin baru. Seperti umumnya di
Kecamatan Prambon, dari jumlah peserta KB itu 75% menggunakan
pil, 20% IUD dan 5% mengenakan kondom.
Jumlah penduduk Desa Kedung Wonokerto 3.214 jiwa, terdiri dari
687 kk. Jadi setiap kk rata-rata beranggotakan 4,67 jiwa. Dengan
angka rata-rata ini dipandang sudah memenuhi anjuran pemerintah
untuk membina keluarga "panca warga."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini