TERSEBAR desas desus cinta di kayangan. Di kalangan para
bidadari seorang dewa yang teramat tampan menjadi buah bibir
tiada hentinya. Namanya Narcissus. Dia jadi inceran bidadari
segala golongan, golongan gedongan tidak terkecuali. Teknik
bidadari memikat merayu aneka ragam dan bidadari gedongan jelas
lihai sekali. Dan mereka memiliki sarana yang lebih lengkap.
Tersebutlah Echo, bidadari berparas cemerlang tiada taranya,
bintang segala bintang, jatuh hati pada sang rupawan. Namun hati
Narcissus tidak tergubris, sedikit pun tidak tergetar. Menjadi
pucat pasi sebab cinta ditampik, Echo mengucilkan diri dalam gua
yang sunyi sepi tubuhnya mengerdil dimakan hati yang remuk
redam.
Seorang bidadari lain yang patah hati membalas dendam kesumat.
Dipanjatkannya doa: "Semoga dia yang tak mencintai orang lain,
jatuh cinta pada dirinya sendiri." Nah, dewi Nemesis, demi
pertimbangannya sendiri, kali ini mengabulkan doa.
Narcissus yang belum mencintai salah satu bidadari, menjadi
keranjingan terhadap diri sendiri. Ketika dia melepaskan dahaga
dan membungkukkan badan ke kolam, aduh, dia terpaku. Dia mabuk
kepayang, tertegun, jatuh cinta terhadap wajahnya sendiri. Tak
mungkin ia mencintai orang lain.
Dari luar negeri ke metropolitan, dari metropolitan ke kota-kota
besar kecil dan pelosok kini sebuah pemerataan merayap ke
mana-mana, pemerataan kecantikan. Semacam wabah. Tidak cuma
swasta yang menggalakkan pemerataan kecantikan ini, tapi juga
pemerintah melalui media masa yang semakin populer.
Ahli-ahli internasional sudah menggariskan tiap sudut tubuh
patut dimodernisasikan. Menggunakan penataran formal dan
informal, ahli-ahli itu bermurah hati membimbing ahli-ahli
nasional. Demikian pula ahli-ahli nasional menatar ahli-ahli
regional dan pada gilirannya mereka yang regional menatar untuk
tingkat sub-regional. Dalam proses ini ibu-ibu pemimpin menjadi
percontohan yang mengagumkan, didukung oleh
organisasi-organisasi wanita secara efisien.
Tubuh manusia Indonesia tambah harmonis, dari segi ukuran
internasional. Parasnya tambah hari tambah elok. Potongan tubuh
dan pakaian tambah meyakinkan. Tubuh tambah wangi dan ini
penting sekali. "Pengalaman yang mempesona. Merasakan kesegaran
asli sepanjang hari, sejuk segar menyentuh kulit yang lembut."
Kalau cleansing cream melembabkan daun kering, ia pun melindungi
kulit muka orang Indonesia. Atau wajah dilindungi Sunscreen
Special dari sengatan matahari tropis. Malam hari wajah dirawat
skin Food yang mengandung Ginseng.
Ketombe? Ketombe, yang disebabkan perubahan musim dicegah
sebelum terlambat. Dikikis dengan campuran ilmiah Selenium
Sulfide. Ramuannya membawa kesegaran baru menghilangkan
gatal-gatal di kulit kepala dan ampuh mencegah kerontokan.
Manusia Indonesia yang berakal dan tidak mudah puas tidak
berhenti pada pemecahan masalah ketombe. Dia tidak lupa hair
conditioner, membikin rambut mudah disisir. Adonan itu membikin
rambut subur dan lembut, berkat provitamin DL-panthenol dan
hidrolisat protein yang menyusup ke akar-akar rambut. Dia juga
paham akan shampoo tumbuh-tumbuhan yang menyajikan vitalitas
baru bagi rambut yang tak subur yang mudah putus. Berkat protein
penyubur rambut keriput jadi kemilau. Kemasannya berwibawa,
aluminium foil yang indah dan praktis. Dan tidak lupa hair
spray, yang mengandung Veron, yang begitu setia menata rambut.
Kuku-kuku Indonesia tambah halus, tambah warna-warni bila perlu,
dipanjangkan dan diovalkan. Alis-alis Indonesia ditertibkan,
disesuaikan dengan alam kemajuan tidak ketinggalan dengan alis
internasional. Kelopak mata diatur, karena bukankah modernisasi
menuntut bingkai tambahan pada mata? Bingkai bukan sembarang
bingkai, diselaraskan dengan warna kulit dan raut muka.
Bibir Indonesia memerlukan bahasa anggun. Pena mahkota dalam
saku, mungil, dalam sebelas warna, bertutup keemasan. Memberikan
penampilan anggun bagi bibir, menyingkapkan keindahan.
Dan kini dengan bangga ditampilkan kosmetik tahan air, sekaligus
didemonstrasikan dengan terjun ke dalam kolam. Ada seperangkat
alat yang wajib dikuasai supaya tubuh tidak salah urus. Nah,
bagi putra-putri Indonesia yang ingin maju dibuka kesempatan
mengikuti Refreshing Course supaya teknologi ini sungguh-sungguh
dimanfaatkan dan disebarluaskan. Dan supaya tidak dikecoh obat
ketombe yang merontokkan rambut dan merusak kulit kepala.
Kesempatan yang tiada bandingnya untuk meratakan kecantikan.
Pertemuan ibu-ibu (kampung) itu menjelang usai. Tapi terpaksa
diperpanjang sebab tiba-tiba seorang ibu membuka pembicaraan
perihal pengeluaran rumah tangga yang membengkak.
-- Keuangan menjadi berat sekali. Entah apa sebabnya, anak-anak
SD sekarang tidak pakai batu tulis dan anak batu tulis lagi. Itu
lebih tahan dan lebih murah. Sekarang anak-anak ingusan meminta
kertas dan spidol. Boros amat. Mengapa guru-guru dan pemerintah
mengizinkan? Supaya modern ?
Dia pun berkomentar terhadap pengeluaran untuk anak yang lebih
besar.
-- Anak-anak meminta uang untuk beli alat kecantikan dan pergi
ke salon segala. Untuk orang kaya dan istri pejabat tidak
menjadi soal, tapi kita ini? Pengeluaran untuk tetek bengek ini
tidak tertahankan. Laki-laki sudah kejangkitan pula. Anak
laki-laki juga pakai alat kecantikan. Aduh mak, manusia menjadi
wangi, menjadi mahal, tapi hatinya .... Salon-salon sudah
mencapai ibukota kecamatan, menggoda kantuug rumah tangga yang
pas-pasan atau kekurangan.
Suasana menjadi segar lagi, contoh-contoh bermunculan. Dan
ibu-ibu yang lugu itu merasa senasib, jadi korban pemerataan
kecantikan.
Para "narcissist" tak berminat terhadap masa depan karena,
antara lain, minatnya pun begitu tipis terhadap masa silam.
Demikian Christopher Lash, dalam bukunya The Culture of
Narcissim (1979).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini