Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pemerataan kecantikan

Di indonesia pemerataan kecantikan sudah sampai ke pelosok desa, baik yang dikelola swasta maupun pemerintah. salon sudah sampai ke desa-desa, banyak ibu-ibu lugu yang uangnya pas-pasan jadi korban kecantikan.

9 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERSEBAR desas desus cinta di kayangan. Di kalangan para bidadari seorang dewa yang teramat tampan menjadi buah bibir tiada hentinya. Namanya Narcissus. Dia jadi inceran bidadari segala golongan, golongan gedongan tidak terkecuali. Teknik bidadari memikat merayu aneka ragam dan bidadari gedongan jelas lihai sekali. Dan mereka memiliki sarana yang lebih lengkap. Tersebutlah Echo, bidadari berparas cemerlang tiada taranya, bintang segala bintang, jatuh hati pada sang rupawan. Namun hati Narcissus tidak tergubris, sedikit pun tidak tergetar. Menjadi pucat pasi sebab cinta ditampik, Echo mengucilkan diri dalam gua yang sunyi sepi tubuhnya mengerdil dimakan hati yang remuk redam. Seorang bidadari lain yang patah hati membalas dendam kesumat. Dipanjatkannya doa: "Semoga dia yang tak mencintai orang lain, jatuh cinta pada dirinya sendiri." Nah, dewi Nemesis, demi pertimbangannya sendiri, kali ini mengabulkan doa. Narcissus yang belum mencintai salah satu bidadari, menjadi keranjingan terhadap diri sendiri. Ketika dia melepaskan dahaga dan membungkukkan badan ke kolam, aduh, dia terpaku. Dia mabuk kepayang, tertegun, jatuh cinta terhadap wajahnya sendiri. Tak mungkin ia mencintai orang lain. Dari luar negeri ke metropolitan, dari metropolitan ke kota-kota besar kecil dan pelosok kini sebuah pemerataan merayap ke mana-mana, pemerataan kecantikan. Semacam wabah. Tidak cuma swasta yang menggalakkan pemerataan kecantikan ini, tapi juga pemerintah melalui media masa yang semakin populer. Ahli-ahli internasional sudah menggariskan tiap sudut tubuh patut dimodernisasikan. Menggunakan penataran formal dan informal, ahli-ahli itu bermurah hati membimbing ahli-ahli nasional. Demikian pula ahli-ahli nasional menatar ahli-ahli regional dan pada gilirannya mereka yang regional menatar untuk tingkat sub-regional. Dalam proses ini ibu-ibu pemimpin menjadi percontohan yang mengagumkan, didukung oleh organisasi-organisasi wanita secara efisien. Tubuh manusia Indonesia tambah harmonis, dari segi ukuran internasional. Parasnya tambah hari tambah elok. Potongan tubuh dan pakaian tambah meyakinkan. Tubuh tambah wangi dan ini penting sekali. "Pengalaman yang mempesona. Merasakan kesegaran asli sepanjang hari, sejuk segar menyentuh kulit yang lembut." Kalau cleansing cream melembabkan daun kering, ia pun melindungi kulit muka orang Indonesia. Atau wajah dilindungi Sunscreen Special dari sengatan matahari tropis. Malam hari wajah dirawat skin Food yang mengandung Ginseng. Ketombe? Ketombe, yang disebabkan perubahan musim dicegah sebelum terlambat. Dikikis dengan campuran ilmiah Selenium Sulfide. Ramuannya membawa kesegaran baru menghilangkan gatal-gatal di kulit kepala dan ampuh mencegah kerontokan. Manusia Indonesia yang berakal dan tidak mudah puas tidak berhenti pada pemecahan masalah ketombe. Dia tidak lupa hair conditioner, membikin rambut mudah disisir. Adonan itu membikin rambut subur dan lembut, berkat provitamin DL-panthenol dan hidrolisat protein yang menyusup ke akar-akar rambut. Dia juga paham akan shampoo tumbuh-tumbuhan yang menyajikan vitalitas baru bagi rambut yang tak subur yang mudah putus. Berkat protein penyubur rambut keriput jadi kemilau. Kemasannya berwibawa, aluminium foil yang indah dan praktis. Dan tidak lupa hair spray, yang mengandung Veron, yang begitu setia menata rambut. Kuku-kuku Indonesia tambah halus, tambah warna-warni bila perlu, dipanjangkan dan diovalkan. Alis-alis Indonesia ditertibkan, disesuaikan dengan alam kemajuan tidak ketinggalan dengan alis internasional. Kelopak mata diatur, karena bukankah modernisasi menuntut bingkai tambahan pada mata? Bingkai bukan sembarang bingkai, diselaraskan dengan warna kulit dan raut muka. Bibir Indonesia memerlukan bahasa anggun. Pena mahkota dalam saku, mungil, dalam sebelas warna, bertutup keemasan. Memberikan penampilan anggun bagi bibir, menyingkapkan keindahan. Dan kini dengan bangga ditampilkan kosmetik tahan air, sekaligus didemonstrasikan dengan terjun ke dalam kolam. Ada seperangkat alat yang wajib dikuasai supaya tubuh tidak salah urus. Nah, bagi putra-putri Indonesia yang ingin maju dibuka kesempatan mengikuti Refreshing Course supaya teknologi ini sungguh-sungguh dimanfaatkan dan disebarluaskan. Dan supaya tidak dikecoh obat ketombe yang merontokkan rambut dan merusak kulit kepala. Kesempatan yang tiada bandingnya untuk meratakan kecantikan. Pertemuan ibu-ibu (kampung) itu menjelang usai. Tapi terpaksa diperpanjang sebab tiba-tiba seorang ibu membuka pembicaraan perihal pengeluaran rumah tangga yang membengkak. -- Keuangan menjadi berat sekali. Entah apa sebabnya, anak-anak SD sekarang tidak pakai batu tulis dan anak batu tulis lagi. Itu lebih tahan dan lebih murah. Sekarang anak-anak ingusan meminta kertas dan spidol. Boros amat. Mengapa guru-guru dan pemerintah mengizinkan? Supaya modern ? Dia pun berkomentar terhadap pengeluaran untuk anak yang lebih besar. -- Anak-anak meminta uang untuk beli alat kecantikan dan pergi ke salon segala. Untuk orang kaya dan istri pejabat tidak menjadi soal, tapi kita ini? Pengeluaran untuk tetek bengek ini tidak tertahankan. Laki-laki sudah kejangkitan pula. Anak laki-laki juga pakai alat kecantikan. Aduh mak, manusia menjadi wangi, menjadi mahal, tapi hatinya .... Salon-salon sudah mencapai ibukota kecamatan, menggoda kantuug rumah tangga yang pas-pasan atau kekurangan. Suasana menjadi segar lagi, contoh-contoh bermunculan. Dan ibu-ibu yang lugu itu merasa senasib, jadi korban pemerataan kecantikan. Para "narcissist" tak berminat terhadap masa depan karena, antara lain, minatnya pun begitu tipis terhadap masa silam. Demikian Christopher Lash, dalam bukunya The Culture of Narcissim (1979).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus