SETELAH melalui perdebatan yang berkepanjangan (dimulai 1974)
akhirnya World Healtb Organization tanggal 21 Mei lalu menerima
kode etik mengenai susu formula. Kode etik yang bakal
mempersempit pemasaran susu buatan itu diterima melalui
pemungutan suara 118 lawan 1 Amerika Serikat satu-satunya negara
yang menentang .
Kode etik tersebut melarang promosi susu buatan, termasuk iklan,
hadiah dan contoh-contoh susu yang diberikan cuma-cuma.
Perusahaan susu dilarang mempromosikan produksinya secara
langsung kepada wanita hamil ataupun yang telah berkeluarga.
Juga memasang poster dan sejenisnya di dalam lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan. Memberikan hadiah atau bonus pada
tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penjualan susu tak
dibolehkan. Gambar bayi juga dilarang dipasangkan pada label. Di
label harus dicantumkan air susu ibu lebih baik dan susu buatan
berbahaya apabila dipakai tak sesuai dengan aturan.
Namun kode etik itu tak melarang perusahaan susu buatan memberi
penjelasan tentang produksi mereka pada mereka yang bergerak di
bidang medis. Yang dilarang adalah promosi langsung pada
masyarakat.
Negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia ini didesak untuk
mentrapkan kode etik itu ke dalam peraturan. Dua tahun mendatang
WIIO akan meninjau kembali pelak.sanaannya.
Amerika Serikat menolak ketetapan tadi dengan dalih itu
bertentangan dengan hukum dan undang-undang yang berlaku di
sana. Menteri Kesehatan dan Pelayanan Richard S. Schweiker,
mengatakan dia sendiri menyokong peningkatan penggunaan air susu
ibu tapi khawatir kalau etik itu akan meluas ke hasil produksi
lain. "Namun pemerintah Amerika Serikat tidak percaya WHO akan
menjadi komisi dagang internasional," katanya.
Banyak yang menganggap penolakan AS disebabkan karena mau
melindungi kepentingan komersial. Penolakan tadi ternyata
menimbulkan reaksi yang cukup hebat di kalangan pejabat AS
sendiri. Dua orang pejabat dari Departemen Luar Negeri
mengundurkan diri sebagai protes. Kecaman-kecaman pedas datang
pula dari para anggota Kongres. Senator Edward Kennedy, yang
banyak menaruh perhatian pada masalah kesehatan, menyesali
keputusan itu. "Ini adalah salah satu tindakan yang paling
memalukan yang pernah diambil di forum internasional,"
tukasnya.
Sebenarnya pada 1979 WHO telah menetapkan ketentuan tentang
promosi susu buatan yang pelaksanaannya bersifat sukarela.
Ketika itu kaum produsen sepakat untuk mematuhinya.
Tetapi ternyata kesepakatan itu, menurut WHO, telah dilanggar
sampai 600 kali. Di Muangthai misalnya, produsen susu bayi Snow
Brand memasang iklan yang menyebutkan produksinya "hampir sama
dengan susu ibu."
Dalam berkala Earthscan yang diterbitkan International Insttute
for Envirowment and Development disebutkan: sampai tahun 1980 di
Indonesia, perawat-perawat yang disewa perusahaan susu Mornaga
dan Nestle masih saja mengunjungi para ibu. Sedangkan Mead
Johnson menyebarkan contoh susu lewat rumahsakit dan klinik
bersalin.
Mencret dan Karang Gigi
Karena pelanggaran yang berkepanjangan itu, WHO kemudian
mengambil sikap yang lebih keras, mengikat para anggotanya
dengan kode etik internasional mengenai pemasaran susu buatan
untuk bayi.
Promosi susu formula yang berlebihan telah mengakibatkan
bertambah banyaknya ibu yang meninggalkan kebiasaan menyusui
sendiri. Bagi negara-negara terbelakang ini mengakibatkan
masalah kesehatan yang cukup gawat. Di sana tidak tersedia air
yang cukup bersih untuk mengaduk susu. Karena penduduk masih
buta huruf, susu buatan itu kemudian diaduk tidak sesuai dengan
aturan pakai. Keadaan ini menurut Dr. Derrick Jelliffe dari
University of California, mengakibatkan sekitar 10 juta
anak-anak dari Dunia Ketiga menderita berbagai penyakit atau
mati. Tiga juta di antaranya mati karena kekurangan gizi.
Akibat lain susu formula ini, negara-negara Dunia Ketiga telah
mengeluarkan sampai US$ 100 juta/tahun untuk mengimpor susu.
Indonesia diperkirakan mengeluarkan sekitar Rp 6 milyar/tahun
untuk impor susu. Sedangkan perdagangan susu buatan untuk bayi
seluruhnya sekitar Rp 36 milyar/tahun. Sejumlah 60% dari jumlah
ini disedot susu buatan Sari Husada, Yogyakarta, yang sebagian
sahamnya dimiliki PT Kimia Farma.
Yang tak kurang pentingnya: susu buatan tak mempunyai antibodi.
Zat yang hanya terdapat pada susu ibu ini punya kemampuan
menolak berbagai penyakit. Bayi yang disuguhi susu buatan
gampang terserang "sindroma bayi botol", seperti mencret, sakit
saluran pernapasan dan kurang gizi.
Beberapa negara yang telah menyadari bahaya tadi telah mengambil
berbagai langkah untuk menyelamatkan bayi mereka. Di Aljazair,
misalnya, susu buatan yang selalu disertai keterangan "hanya
susu manusia yang cocok untuk hayi", hanya dipakai dengan resep
Dokter. Peru, Jamaica dan Venezuela juga bersikap sama. Sri
Lanka tahun lalu telah melarang iklan susu buatan. Colombia dan
India memiliki peraturan yang menyangkut pembuatan susu buatan
untuk bayi.
Di RRC kabarnya susu ibu tetap jadi pilihan utama. Wanita yang
bekerja diperkenankan menyusui anak mereka tiga kali sehari.
Negara tetangga kita, Papua Nugini ternyata mempunyai
kebijaksanaan yang maju. Tahun 1977 negara ini telah
memberlakukan apa yang dinamakan "Baby Feed suplies (Control)
Act" yang antara lain mengharuskan adanya resep dokter untuk
membeli botol susu dan dot bayi. Undang-undang itu dibuat
setelah diketahui 69% dari bayi yang meminum susu buatan
ternyata berbobot di bawah 80% berat normal. Setelah
undang-undang dilaksanakan angka itu turun menjadi 33%.
Indonesia sendiri belum pernah mengeluarkan peraturan yang
mempersempit ruang gerak susu buatan, kecuali terhadap susu
kental manis yang dikenakan peraturan harus mencantumkan
keterangan: "Perhatian: Tidak cocok untuk bayi". Peraturan
Menteri Kesehatan tahun 1976 ini dikeluarkan untuk mencegah
ibu-ibu memberikan susu kental itu kepada anak mereka.
Pencampuran yang terlalu encer diduga bisa menyebabkan kebutaan,
karena kandungan vitamin A di situ akan tinggal sedikit sekali.
Tetapi apakah akan ada peraturan yang mengekang pemasaran susu
buatan untuk bayi di sini? Sebuah sumber di Departemen
Kesehatan menyebutkan "peraturan yang keras sebagai terjemahan
kode etik WHO kelihatannya kurang relevan " Karena, katanya, 80%
wanita Indonesia di desa berdasarkan penelitian menyusui anaknya
sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini