Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sekolah tentara tidak kebal

Akabri mengadakan riset, memberi gambaran bahwa lulusan perwira akabri belum memenuhi harapan. ada masalah sikap mental, ada juga kemampuan ilmiah. danjen akabri mengungkapkan semua itu. (pdk)

30 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONON seorang perwira remaja gagal melaksanakan tugas. Sebabnya: prasarana yang tersedia tak lengkap. Lewat dua kali penelitian yang dilakukan pihak Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), 1978-1979 dan 1980-1981, terungkap: banyak kasus kegagalan perwira lulusan Akabri sejak 1969. Kecenderungan menggantungkan diri pada kelengkapan fasilitas itu, misalnya -- dan bukan 'menciptakan sendiri' prasarana atau menempuh keadaan darurat -- tentu merupakan tanda kelemahan. Danjen Akabri Letjen Henuhili, pada Rapim (rapat pimpinan) Akabri 1981 -- awal Mei di Surabaya -- mengakui: "Lulusan Akabri belum seperti yang diharapkan," katanya. Penelitian pun sebenarnya dilakukan tiap tahun, dalam usaha pembenahan. Hanya saja memang belum seintensif penelitian yang hasilnya diungkapkan di atas. Kepada TEMPO, Letjen Henuhili, didampingi Kepala Penelitian dan Pengembangan, Kepala Pendidikan dan Latihan dan Kepala Dinas Penerangan Markas Komando Akabri, mengungkapkan beberapa kenyataan, pekan lalu. Limabelas tahun terakhir ini, misalnya, terjadi perubahan-perubahan yang mau tak mau melibatkan ABRI juga. Dan Akabri tentu harus menyesuaikan diri. Perubahan itu meliputi, antara lain, perbedaan suasana antara tahun-tahun revolusi dan sesudahnya. Misalnya, angkatan 45 adalah generasi yang dibentuk ketika bangsa Indonesia mempunyai tujuan pokok bersama yang jelas dan harus dilaksanakan dengan cepat. "Dulu itu, jika kesatuan harus bergerak, kita tak berpikir makannya bagaimana," tutur Danjen berusia 53 tahun itu. "Tapi sekarang tidak bisa. Harus ada rencana matang, pasukan ini harus bergerak begini, begini. " Dan Akabri haruslah menghasilkan perwira sesuai dengan tuntutan zaman. "Kemampuan memberikan alasan, semakin penting." Dan itu masalah lain. "Tak bisa main 'harus begini'. Ini ada masalah, mari kita bicarakan, begitu seharusnya," katanya lebih lanjut. Jadi dua penelitian memang dijuruskan untuk mengetahui, apakah bekal memang telah diberikan dengan cukup Dan tak tanggung-tanggung, dua kali penelitian memang melibatkan banyak pihak -- meski baru meliputi Kowilhan I, II dan III. Satu Kowilhan lagi, IV (Maluku dan Irian Jaya) belum diteliti. Pertama dilakukan kepada pihak pengguna perwira senior tempat para lulusan ditugaskan -- yang berjumlah sekitar 900 orang. Kedua pihak lulusan sendiri. Dari 7.399 lulusan Akabri 1969-1978, diambil sebagai responden sekitar 2.200. Ditambah sejumlah dosen. Selain daftar pertanyaan yang harus dijawab para responden, pun dibentuk satu tim dari Markas Komando Akabri yang langsung terjun mewawancarai. Pertanyaan di situ dititikberatkan terutama pada kemampuan akademi, profesi teknik dan pendidikan jasmani -- untuk para perwira lulusan. Sedang untuk perwira pengguna ditambah lagi yang menyangkut sikap mental. Bagi kelompok kedua, para perwira pengguna, pertanyaan memang terperinci dan menarik. Misalnya, soal toleransi sosial dalam kehidupan beragama di kalangan perwira remaja itu. Soal menghargai orang lain, dan tingkah laku yang bisa menyakiti sesama. Lalu soal mendahulukan tugas daripada kepentingan diri. Menyangkut soal keprajuritan, ditanyakan misalnya kewibawaan mereka yang diamati itu terhadap anak buah. Juga keberanian menegakkan norma kebenaran. Pun kesanggupan bertahan dari godaan serta mengatasi rintangan dan penderitaan. Menyangkut soal harga diri, antara lain: kebanggaan untuk tidak melakukan tindak tercela. Sepatu Luar Negeri Yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan menilai, menyimpulkan dan memecahkan masalah. Tentu saja tak ketinggalan kemampuan keprajuritan sendiri -- baik dalam hal peraturan maupun ketrampilan. Hasilnya: banyak hal ternyata dinilai "harus ditingkatkan". Kemampuan mengambil keputusan dan kreativitas memecahkan masalah, misalnya, sangat kurang. Mereka, ternyata, cepat putus asa. Tak hanya itu: kesadaran memelihara kesehatan jasmani dan penampilan dalam pergaulan (dinas maupun dalam masyarakat) sebagai perwira ABRI pun, dinilai belum bermutu. Contoh kecil diceritakan Danjen yang menduduki jabatannya sejak 29 Desember 1980 ini. Katanya, kini banyak perwira remaja yang lebih suka memakai sepatu mahal bikinan luar negeri -- daripada sepatu pembagian dari kesatuan Juga soal rambut: banyak yang tak berpotongan ABRI lagi, crew cut. Dari mana perwira remaja itu memperoleh uang pembeli sepatu mahal, entahlah. Di bidang akademis, penilaian perwira pengguna dan perwira lulusan sendiri ternyata klop. Bahasa Inggris, kemampuan menulis, dan diskusi, diakui lemah. "Selama sekitar empat tahun Akabri ternyata tak bisa memberikan kecakapan berbahasa Inggris. Padahal kita punya laboratorium bahasa," kata Henuhili pula. Agaknya pasal utamanya memang kesadaran meningkatkan kemampuan itu -- yang memang kurang. Satu contoh. Di Akabri bagian Laut pernah pada hari tertentu pelajaran hanya diberikan sampai pukul 12.00. Selebihnya para taruna diberi keleluasaan menambah ilmu di perpustakaan dan berlatih di laboratorium bahasa. Hari pertama, perpustakaan dan laboratorium penuh. Selanjutnya makin berkurang, berkurang, dan akhirnya hanya dua tiga taruna. Contoh yang jelas lagi: hampir separuh perwira muda yang mendaftar ke PTIK, gugur dalam tes pengetahuan umum dan menulis karangan (TEMPO, 21 Maret). Lebih 30% Ada yang kemudian perlu dirombak. Yakni kurikulum -- seperti disebut dalam saran para responden dari lulusan Akabri 10 tahun itu. Mereka menganggap, di Akabri beberapa kuliah dirasa belum cukup intensif. Misalnya, latihan memikul tanggungjawab dalam korps taruna, bisa ditingkatkan. Bimbingan kepemimpinan bisa lebih dimantapkan, untuk lebih menanamkan kepercayaan diri. Di bidang akademis, tiga hal yang disebut terdahulu diminta peningkatannya: bahasa Inggris, menulis laporan dan diskusi. Tapi Letjen Henuhili menganggap, kemunduran Akabri bukan semata soal Akabri sendiri. "Kita harus menganggap Akabri ini lembaga pendidikan yang wajar saja," katanya -- yang bisa dipengaruhi segala yang terjadi di luarnya. Akabri bukan lembaga yang "kebal"."Perwira yang kita hasilkan adalah hasil masyarakat sendiri." Danjen itu setuju dengan penilaian Rektor UI, Prof. Dr. Mahar Matdjono-bahwa lulusan SMA kita makin menurun kualitasnya. "Dan yang masuk Akabri adalah sebagian dari mereka Juga." Lalu motivasi mereka yang masuk Akabri -- yang ternyata lemah. "Tapi kalau kita berpegang pada motivasi yang benar, yaitu yang kira-kira senada dengan pasal 30 UUD 1945, ya tak ada yang diterima," kata Henuhili sambil tertawa. Pasal tersebut berbicara tentang hak dan kewajiban warganegara untuk ikut mempertahankan negara. "Banyak yang masuk Akabri karena pendidikannya tak membayar." Lebih dari itu Danjen pun mengakui: tingkah para perwira senior yang melenceng dari garis Sapta Marga, bisa mempengaruhi baik para taruna yang masih dalam pendidikan maupun para perwira remaja yang baru lulus. Misalnya kasus perwira ABRI yang korupsi. Yang berbuat tak semena-mena. Atau lainnya. "Mereka itu melihat, dan menilai. Lho, kok perwira ABRI berbuat begitu," tutur Henuhili yang kelahiran Magelang ini. Tapi memang begitu mencemaskankah nilai lulusan Akabri selama 1969-1978 itu? "Tentu tidak," katanya. "Tapi sedikit sekali, kira-kira 30% lebih, yang dinilai memuakkan." Toh kenyataan ini menggembirakan: pimpinan akademi tak segan- segan mengemukakan kekurangan itu -- satu tanda bahwa semangat menjaga standar tak kendur di Akabri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus